Dua Partai Islam, PKS dan PPP Unggul Di Wilayah Pancoran
Ketika Partai Nasionalis tidak menawarkan banyak perubahan justru korupsinya yang terlihat paling besar dan paling banyak kadernya yang tersangkut masalah korupsi maka ini tidak menarik lagi bagi pemilih muda.
Dari data ICW dan FITRA diketahui bahwa urutan partai politik yang terkorup adalah Golkar (36,36%), kedua PDIP (18,18%), Partai Demokrat 11,36%), PPP (9,65%), PKB (5,11%), PAN (3,97%), dan PKS (2,27%). Mari kita berpikir obyektif dan fair, dari data tersebut diketahui bahwa partai agama itu sesungguhnya tingkat korupsinya jauh lebih kecil dibanding partai nasionalis atau sekuler.
Namun Lembaga Survei terus memaksa merilis ramalan bahwa kemungkinan perolehan parta-partai yang berideologi Islam akan merosot tajam. Salah satu penyebabnya adalah karena kurang diminati pemilih pemula.
Kenyataannya lembaga survei salah besar, hasil perhitungan suara partai politik di tingkat kelurahan Pancoran membantah propaganda lembaga survei itu semua. Partai - partai Islam memenangkan pertarungan di wilayah kelurahan Pancoran, dua partai Islam menduduki peringkat pertama dan kedua. PKS dengan perolehan 21,8 % sementara PPP diperingkat kedua dengan 19,3%. Dua partai Islam tersebut mengalahkan perolehan suara partai yang katanya nasionalis.
Menurut beberapa analisa awam, partai - partai Islam bisa memenangkan pemilu di wilayah Pancoran itu karena mereka punya tokoh - tokoh populer di wilayah Pancoran. Diantaranya ada Bang Prima Kumara, seorang tokoh mudanya orang Pancoran, kemudian ada juga Bang Sahal yang lebih dekat ke kalangan tua dan komunitas serta masih banyak yang lainya.
Hasil kemenangan dua partai Islam di kelurahan Pancoran ini menunjukan bahwa masyarakat kita aslinya tidak punya trauma terhadap keberadaan partai Islam. Yang membuat trauma politik terhadap partai Islam itu adalah Orde Baru. Rezim Orba dahulu menciptakan istilah ekstrem kanan dan ekstrem kiri (eka-eki). Ini yang mereka pakai sebagai alat politik untuk menakut-nakuti orang dalam membangun stabilitas politik.
Maka itu, ada istilah di kalangan ilmuwan politik bahwa di Indonesia ada Islam hammer, yang intinya isu Islam politik dipakai sebagai alat pemukul. Begitu ada gerakan sedikit dari orang Islam maka langsung mereka dicap sebagai ekstrem kanan. Jadi, istilah politik Islam dijadikan alat untuk memukul orang-orang yang melawan mereka. Walaupun begitu, orang Islam tetap saja tidak punya trauma dengan Islam politik atau partai Islam.
Islam telah menjadikan nasionalisme Indonesia menjadi unik jika dibandingkan dengan nasionalisme di belahan dunia lain. Islam pula yang menjadi simbol perlawanan pribumi terhadap kolonialisme Belanda.