Awas ... Mahalnya Kebutuhan Hidup dan Tingginya Penganguran, Meningkatkan Street Crimes di Jakarta



Beberapa bulan jelang pergantian tahun 2014 ke tahun 2015, daerah di Jakarta atau wilayah hukum Polda Metro Jaya semakin tidak aman, khususnya bagi kaum perempuan. Terbukti dalam beberapa bulan terakhir, angka penjambretan dan perampokan terhadap perempuan terus meningkat. Perampokan taksi putih, kemudian ada juga penjambretan di dekat fly over Pancoran. Beberapa hari yang lalu terjadi penjambretan yang mencuri perhatian banyak orang di wilayah Pancoran, Jakarta Selatan. Andrea Salma (39) dijambret dua orang bermotor Kawasaki Ninja di dekat Bidakara, Jl Gatot Subroto. Dia terjatuh dari motor hingga akhirnya tewas beberapa hari kemudian karena lukanya sangat parah dan darah banyak yang keluar.

Untuk lokasi rawan penjambretan, sebenarnya hampir merata terjadi di setiap kawasan di Jakarta. Namun ada daerah yang memang laporannya cukup tinggi. Di mana saja lokasi rawan jambret?

Berdasarkan data Januari-November 2014 per wilayah,  wilayah Jakarta Barat punya angka 100 kasus penjambretan, dan 91 kasus di antaranya berhasil diungkap. Selanjutnya, wilayah Jakarta Timur menempati urutan selanjutnta dengan tingkat kerawanan dengan angka 54 kasus. Dari angka tersebut, 24 kasus di antaranya terselesaikan. Urutan selanjutnya wilayah rawan jambret yakni Jakarta Selatan dengan angka 53 kasus dan dapat diselesaikan 25 kasus di antaranya.  Kemudian, penjambretan di Jakarta Pusat mencapai 34 kasus. Sementara di Jakarta Utara mecapai 27 kasus, 23 di antaranya diselesaikan. Wilayah khusus seperti kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Kepulauan seribu dan Pelabuhan Tanjung Priok, tidak banyak kasus jambret terjadi. Bahkan di Kepulauan Seribu,nihil kejahatan penjambretan. 1 

Kejahatan jalanan atau yang biasa dikenal dengan street crimes merupakan jenis kejahatan yang sangat meresahkan warga masyarakat, terlebih hal ini dirasakan di kota-kota besar seperti Jakarta. Di saat hiruk pikuk kagaduhan politik tandaingan dan non tandingan kian marak di jagat Ibu kota. Kejahatan jalanan tetap merupakan ancaman yang amat nyata bagi masyarakat kita. Apalagi bila kejahatan jalanan ini disertai dengan kekerasan (crime by using force) semisal penjambretan, perampokan, dan sebagainya.

Pada beberapa bulan terakhir ini,  jajaran Polda Metro Jaya sibuk melakukan operasi zebra, namun lupa melanjutkan operasi preman maupun geng motor. Wilayah Jakarta Barat  dan Jakarta Timur memiliki tingkat kerawanan yang lebih tinggi mengenai kejahatan jalanan yang paling sering mengganggu masyarakat adalah penjambretan dengan kekerasan yang acap kali menimbulkan korban luka bahkan merenggut nyawa korban.

Bentuk-bentuk kejahatan di atas tentu saja akan sangat berpengaruh pada keamanan dan ketertiban masyarakat. Karena kejahatan-kejatahan inilah yang paling dekat dengan mayarakat, dan apabila dibiarkan akan menimbulkan ketakutan, perasaan tidak aman dalam masyarakat dan tentunya akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya sehari-hari.

Kejahatan jalanan merupakan bagian terbesar dari angka statistik kriminalitas. Sistem Peradilan Pidana kita sangat disibukkan oleh “street crimes” ini. Mungkin sebagian besar dari aktivitas penanggulangan kejahatan oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan berpusat pada kejahatan jalanan ini. Dan apabila kita melihat populasi Lembaga Pemasyarakatan, maka pelaku-pelaku kejahatan jalanan inilah yang memenuhi lembaga.

Meskipun realita diatas tidak serta merta menjawab apa yang menjadi permasalahan utama kejahatan di Indonesia, namun setidaknya, kejahatan jalanan telah memberikan andil yang besar dalam menimbulkan ancaman dan keresahan dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itulah perlunya polisi memiliki strategi yang tepat untuk terus menekan angka kejahatan jalanan ini. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hulu dari kejahatan ini merupakan akibat masalah kehidupan sosial masyarakat kita yang amat pelik. Kita tidak dapat memandang masalah kejahatan jalanan dari segi hukum saja, tanpa memperhatikan aspek sosiologis dalam masyarakat.

Kejahatan jalanan merupakan kejahatan konvensional yang selalu mewarnai kehidupan sosial masyarakat kita. Di kota besar seperti Jakarta, hampir dapat dipastikan setiap hari terjadi kejahatan semacam ini.  Meskipun kejahatan ini sifatnya konvensional namun penyebab bentuk kejahatan ini tidak sederhana lagi. Sehingga polisi dalam hal ini tidak dapat bekerja sendiri untuk memerangi kejahatan jalanan ini. 

Pangkal masalah kejahatan jalanan ditinjau dari teori yang ada, tidak dapat dipisahkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Di kota besar seperti Jakarta masih banyak penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, kepadatan penduduk yang terus meningkat, kesulitan lapangan kerja, dan belum adanya tempat tinggal yang layak.

Kondisi seperti inilah yang harus dihadapi setiap hari oleh masyarakat kalangan bawah yang mengais rejeki ditengah ketatnya persingan kota metropolitan. Tuntutan pemenuhan kebutuhan fisiologis mau tidak mau harus mereka penuhi. Sedangkan meretas jalan untuk meraih penghasilan dengan cara yang halal tidaklah mudah. Maka menggunakan jalan pintas dengan melakukan kejahatan jalanan yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka adalah salah satu cara tercepat yang dapat ditempuh. 2

Maraknya kriminalitas di Jakarta terkait dengan kemiskinan, urbanisasi dan letak geografis. Jumlah penduduk miskin di Jakarta yang semakin bertambah, parallel tingkat pengangguran juga semakin  terbuka. Meski bukan angka tertinggi di wilayah Jakarta, tapi kemiskinan dan pengangguran bisa menyumbang potensi munculnya kriminalitas. Dalam keadaan serba kekurangan dalam kebutuhan hidup, orang mudah terpancing untuk melakukan tindak kriminalitas. Kejahatan yang bersumber dari kemiskinan adalah perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, dan penjambretan.

Jakarta mulai tidak lagi menyisakan rasa aman bagi penduduknya. Hasil jajak pendapat Kompas pernah menyebutkan kekhawatiran menjadi korban kriminalitas timbul tidak hanya ketika berada di tempat umum atau kendaraan umum saja. Akan tetapi juga muncul ketika berada di dalam rumah atau lingkungan sekitarnya. Sebanyak 56 persen responden merasa tidak aman di tempat umum pada siang hari yang meningkat menjadi 80 persen di malam hari. Secara umum, sembilan dari sepuluh responden jajak pendapat merasa khawatir dengan tindak kriminalitas yang terjadi.  Harapan besar pada peran aparat kepolisian juga terlihat dari pendapat separuh lebih responden yang menginginkan polisi untuk meningkatkan patroli di daerah rawan kejahatan dan di malam hari, memberantas premanisme, serta menempatkan polisi di tiap lingkungan RT. Tidak hanya pada aparat polisi, sekitar 8 persen responden juga berharap besar pada pemerintah untuk bisa mengantisipasi kriminalitas dengan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. 3

Semoga Jakarta tidak berevolusi tingkat kriminalnya menjadi seperti di Sao Paulo, Lagos, Bronx New York, Wedding di Berlin atau seperti Vatican, sebuah kota kecil sekaligus negara terkecil di dunia yang dipimpin oleh Paus Benedict XVI. Vatican dengan jumlah penduduk yang hanya 492 orang, angka kejahatan yang tercatat di 2006 menurut departemen keadilan Vatican mancapai 341 kasus sipil dan 486 kasus kriminal. Berarti 1.5 kasus per orang, atau 20 kali lebih tinggi daripada angka kejahatan di Italia.  Mayoritas kejahatan adalah pencopetan atau penjambretan, 90% tidak dihukum. Tidak dihukum karena pencopet dan penjambret itu dengan mudah melarikan diri ke perbatasan terdekat, Italia. Bahkan jikapun pencopet dan penjambret ditangkap, Vatican tidak punya cukup ruang untuk memenjarakan mereka, karena Vatican tidak punya penjara. Jadi, pelaku kriminal akan dikirim ke Italia untuk dipenjara, dan itu akan membebani keuangan Vatican. 4