Tolong Jangan Jadikan Kami Tumbal di Proyek Normalisasi Kali Ciliwung
KAMI selaku anggota keluarga besar dan keluarga komunitas Betawi asli di
lingkungan Kelurahan Rawajati RW 03 dan RW 07, Kecamatan Pancoran,
Jakarta Selatan, merasa dilecehkan oleh oknum Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta dan oknum kontraktor.
Mereka berkonspirasi dengan oknum-oknum yang diduga calo tanah yang hendak menggusur areal-areal tanah warga kami yang terkena rencana normalisasi Sungai Ciliwung di perlintasan Kelurahan Rawajati, utamanya di RT 01 dan RT 10 RW 03 serta RT 01 dan RT 02 RW 07. Kami sepertinya akan dijadikan tumbal kesewenangwenangan oknum-oknum dan para mafia tanah dengan mengukur lahan yang akan digusur tanpa prosedur dan diduga tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Hal itu terlihat dalam pelaksanaan pemberian tanda tidak dikomunikasikan dengan transparan kepada para pemilik tanah dan bangunan.
Warga tidak diberikan masterplan atau gambar tapak/ sketsa resmi bagian-bagian mana saja yang terkena gusuran. Malah setelah kami amati pemberian tanda-tanda tersebut sangat membingungkan.
Ada apa di balik penandaan tembok-tembok kami yang tanpa izin? Kok pengukurannya tidak konsisten dalam positioning titik koordinat nol, seharusnya diukur dimulai dari as (tengah-tengah sungai Ciliwung) adalah berjarak 17 meter sepanjang kiri-kanan sungai, yang lebih dikenal sebagai bantaran sungai.
Namun, kenyataannya ternyata ada beberapa oknum calo tanah yang rata-rata pengangguran dan kebanyakan bukan warga yang terkena gusur, malah berkongkalikong, dengan cara rumah seorang calo yang nyata-nyata dibangun di bantaran sungai malah hanya sebagian belakang dapur yang akan digusur, diberi tanda cat minyak.
Mereka (para oknum pemprov, kontraktor, dan calo) takut mengutak-atik rumah-rumah di bantaran kali yang terletak di Kompleks Zeni TNI-AD RW 03, sedangkan warga RT 01 dan 10 RW 03 dan RW 07 yang kebanyakan warga Betawi asli dan masih memiliki hubungan kekeluargaan diobok-obok secara tidak bertanggung jawab.
Bahkan Musala Al Khairiyah RW 03 dan Musola Darur Rahman RW 07 yang tidak di bantaran kali kok mau digusur pula. Jarak rumah kami lebih dari 60 meter dari tengah-tengah sungai kok akan digusur juga? Ada apa ini semua?
Kami mohon pada Pemprov DKI Jakarta agar selalu memperhatikan hak-hak rakyat untuk memperoleh informasi publik, apalagi terkait masalah penggusuran ini. Kami pasti menolak bila dizalimi dan diperlakukan tidak adil. Jangan kami dibuat resah. Kami mendukung program Pemprov DKI sepanjang itu tidak menjadikan kami sebagai korban dan tumbal keserakahan para oknum.
Mereka berkonspirasi dengan oknum-oknum yang diduga calo tanah yang hendak menggusur areal-areal tanah warga kami yang terkena rencana normalisasi Sungai Ciliwung di perlintasan Kelurahan Rawajati, utamanya di RT 01 dan RT 10 RW 03 serta RT 01 dan RT 02 RW 07. Kami sepertinya akan dijadikan tumbal kesewenangwenangan oknum-oknum dan para mafia tanah dengan mengukur lahan yang akan digusur tanpa prosedur dan diduga tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Hal itu terlihat dalam pelaksanaan pemberian tanda tidak dikomunikasikan dengan transparan kepada para pemilik tanah dan bangunan.
Warga tidak diberikan masterplan atau gambar tapak/ sketsa resmi bagian-bagian mana saja yang terkena gusuran. Malah setelah kami amati pemberian tanda-tanda tersebut sangat membingungkan.
Ada apa di balik penandaan tembok-tembok kami yang tanpa izin? Kok pengukurannya tidak konsisten dalam positioning titik koordinat nol, seharusnya diukur dimulai dari as (tengah-tengah sungai Ciliwung) adalah berjarak 17 meter sepanjang kiri-kanan sungai, yang lebih dikenal sebagai bantaran sungai.
Namun, kenyataannya ternyata ada beberapa oknum calo tanah yang rata-rata pengangguran dan kebanyakan bukan warga yang terkena gusur, malah berkongkalikong, dengan cara rumah seorang calo yang nyata-nyata dibangun di bantaran sungai malah hanya sebagian belakang dapur yang akan digusur, diberi tanda cat minyak.
Mereka (para oknum pemprov, kontraktor, dan calo) takut mengutak-atik rumah-rumah di bantaran kali yang terletak di Kompleks Zeni TNI-AD RW 03, sedangkan warga RT 01 dan 10 RW 03 dan RW 07 yang kebanyakan warga Betawi asli dan masih memiliki hubungan kekeluargaan diobok-obok secara tidak bertanggung jawab.
Bahkan Musala Al Khairiyah RW 03 dan Musola Darur Rahman RW 07 yang tidak di bantaran kali kok mau digusur pula. Jarak rumah kami lebih dari 60 meter dari tengah-tengah sungai kok akan digusur juga? Ada apa ini semua?
Kami mohon pada Pemprov DKI Jakarta agar selalu memperhatikan hak-hak rakyat untuk memperoleh informasi publik, apalagi terkait masalah penggusuran ini. Kami pasti menolak bila dizalimi dan diperlakukan tidak adil. Jangan kami dibuat resah. Kami mendukung program Pemprov DKI sepanjang itu tidak menjadikan kami sebagai korban dan tumbal keserakahan para oknum.
By : Warga Rawajati Kecamatan Pancoran Jaksel
sumber : Media Indonesia