Esensi Sistem Online itu Dimana : Pengalaman Pindah KTP ke Kalibata City, Rawajati Jakarta Selatan
Sebenarnya kami sudah sekitar 5 tahun berdiam di Bekasi.
Namun mengingat tempat kerja yang cukup jauh dari rumah, lelah akibat
bermacet-macet ria setiap hari, kami memutuskan pindah mendekati tempat
kerja, di kawasan Jakarta Selatan. Tempat tinggal baru kami lokasinya di
kelurahan Rawajati, kecamatan Pancoran, DKI Jakarta.
Mengikuti prosedur resmi memang merepotkan. Mudah-mudahan
prosedur kependudukan di masa depan jadi lebih mudah, toh sekarang semua
sudah serba elektronik, e-KTP, dan presiden barunya konon adalah satrio
piningit yang digadang-gadang akan mendatangkan angin perubahan besar
di negeri ini. Uhuyyyy......
Di Bekasi kami mengurus surat pindah dulu. Minta formulir
surat pengantar dari Sekretaris RT, lalu tanda tangan Ketua RT, lalu
tanda tangan Ketua RW. Ini saja sudah butuh beberapa hari, mengingat
saat mengurus itu kami sebenarnya sudah tinggal di Jakarta, jadi tidak
bisa tiap hari ke Bekasi. Untung ada tetangga yang mau membantu
memintakan tanda tangan ke Pak RT dan RW. Setelah itu kami bawa surat
pengantar beserta syarat lainnya (seingat saya KTP dan KK serta
fotokopinya) ke kelurahan Mustikajaya, domisili kami saat itu. Di
kelurahan syarat-syarat dicek, lalu dibuatkan pengantar lagi untuk
dibawa ke Disdukcapil Kota Bekasi. Namun mengingat kesibukan kami yang
tidak memungkinkan untuk bolak-balik cuti mengurus kesana-kemari,
petugas kelurahan yang baik itu menawarkan untuk menguruskan ke
Disdukcapil. Maka setujulah kami, tentu dengan tambahan biaya sukarela
sekedar ongkos transportasi dan uang lelah, serta tambahan request untuk
dibuatkan semacam surat keterangan berkelakuan baik atau SKCK.
Seminggu kemudian kami datangi lagi kelurahan dan surat
pindah sudah selesai. Plus, surat yang mirip SKCK tapi hanya
ditandatangani pejabat kelurahan. Yah, sekedar buat syarat untuk
mengurus KTP DKI yang masih membutuhkan itu. Kartu e-KTP kami pun tetap
kami pegang karena katanya proses pencabutannya akan dilakukan oleh
pihak kelurahan tujuan. Maka sasaran kami berikutnya adalah Rawajati.
Karena tinggal di rumah susun, kami butuh surat pengantar dari
pengelola. Berbekal fotokopi surah pindah, KTP dan KK, kami datangi
kantor CS Kalibata City di tower Raffles. Singkat cerita, beberapa hari
kemudian barulah surat pengantar pengelola itu jadi. Langkah berikutnya
adalah membawa semua persyaratan dan surat pengantar tadi ke Ketua RT
yang lokasinya di luar kompleks.
Kalibata City ada dalam lingkup RT 01 RW 04. Ketua RT
rumahnya ada di gang belakang. Dari pintu keluar motor, kearah kanan
(arah belakang Kalibata City). Ketemu gang pertama di sebelah kanan
langsung belok kanan, rumah Pak RT tidak terlalu jauh dari mulut gang.
Beliau cukup ramah. Kasihan juga sebenarnya sama Pak RT karena ketiban
kerjaan mengurusi administrasi orang se-Kalibata City. Inilah buruknya
pengelolaan rumah susun ini. Sampai urusan RT dan RW saja belum
difasilitasi di lingkungan Kalibata City dan harus menumpang ke RT
sebelah. Merepotkan orang saja.
Singkat cerita, surat pengantar RT selesai, lalu dibawa ke
Ketua RW. Rumah beliau, dari mulut gang rumah Pak RT, terus ke arah
belakang, susuri gang di pinggir rel, lewati sampingnya masjid, terus
kearah selatan, tidak jauh dari kantor kelurahan Rawajati yang sedang
direnovasi. Jadi, sesungguhnya kantor kelurahan kami itu ya disitu, tapi
karena sedang dibangun ulang, maka pindah ke kantor sementara yang
lokasinya masuk gang pas di seberang rel kereta, sebrangnya halte
stasiun Pasar Minggu Baru. Renovasi kantor kelurahan itu sudah
berbulan-bulan, tapi belum juga ada tanda-tanda kapan akan dipakai lagi.
Merepotkan.
Setelah tanda tangan Ketua RW didapat, kami pun ke kantor
(sementara) kelurahan Rawajati bersama syarat-syarat yang sudah
ditentukan. Mulailah kami temukan permasalahan satu-persatu. Masalah
pertama: dari kelurahan kami harus membawa lagi surat pengantar itu ke
Disdukcapil Jakarta Selatan. Karena kami masih awam dan repot, akhirnya
si petugas kelurahan mau membantu menguruskan itu, tentu tak lupa kami
bekali dengan sedikit uang transport.
Beberapa minggu kemudian kami kembali ke kelurahan dan
bertemu petugas yang sama. Masalah kedua: alamat tujuan di surat pindah
dari Bekasi salah, akibatnya di sistem online data kami tidak bisa
ditarik oleh petugas administrasi kelurahan Rawajati. Ternyata petugas
Disdukcapil Bekasi memasukkan kelurahan Kalibata di kolom alamat tujuan.
Saran dari petugas admin Rawajati: pergi ke kantor kelurahan Kalibata,
minta ke petugas disana untuk pindahkan data kelurahan kami di sistem
itu dari Kalibata ke Rawajati. Namun sekali lagi dengan alasan kesibukan
kami, petugas kelurahan pun bersedia membantu menguruskan hal itu.
Beberapa hari kemudian kembali lagi kami berkunjung ke
kelurahan. Data kami berhasil ditarik oleh petugas admin kelurahan
Rawajati, lalu di-print. Nah, masalah ketiga: istri saya menemukan
kesalahan tanggal lahir. Padahal di e-KTP Bekasi sudah diperbaiki dan
datanya benar. Tapi kata si petugas kelurahan Rawajati, data yang di
Disdukcapil masih dengan tanggal lahir yang salah itu. Kok bisa, data di
sistem Disdukcapil berbeda dengan data e-KTP. Jadi esensi sistem online
itu dimana ya??? Akhirnya, si petugas menyarankan kami untuk ke
Disdukcapil Jaksel dulu untuk memperbaiki kesalahan tanggal lahir. Tapi
kali ini dia menolak untuk membantu menguruskan. Terpaksalah kami
sendiri yang harus pergi kesana.
Singkat cerita, kami ke kantor Disdukcapil Jaksel yang
lokasinya di kawasan Radio Dalam. Silakan cari di peta, lokasi
sesungguhnya. Kami naik taxi kesananya. Ternyata urusan cukup mudah,
cukup membawa Akta Kelahiran dan fotokopinya. Pelayanan cukup baik dan
cepat. Lalu data tanggal lahir istri pun terkoreksi.
Maka beberapa hari kemudian, kami kembali ke kelurahan
Rawajati. Sekarang KTP dan KK sudah bisa dicetak. Jika Pak Lurah sedang
ada di tempat, KTP pun langsung ditandatangani dan selesai hari itu
juga. Alhamdulillah.... akhirnya punya KTP DKI, walaupun tidak berbentuk
e-KTP. Di Bekasi dulu sudah pakai e-KTP, di DKI justru masih kartu
berbahan kertas. Geleng kepala. Untuk KK, setelah dicetak, prosedurnya
adalah tanda tangan kepala keluarga dulu, lalu minta tanda tangan Pak
RT, lalu bawa lagi ke kelurahan untuk tanda tangan Lurah, lalu aslinya
untuk kita sendiri sedangkan salinannya diberikan ke Ketua RT. Fiuhhh,
selesai juga urusan bolak-baliknya. Akhir cerita, kami punya KTP DKI,
lewat prosedur yang cukup resmi, dan bisa mengurus urusan kependudukan
lainnya di DKI berbekal kartu itu.
sumber : retakgading