Menghilangkan Isu Miring dan Horor, Menara Saidah Jangan Dibiarkan Lama Kosong

Saat Anda melintas di Jalan M.T. Haryono, Cikoko kecamatan Pancoran Jakarta Selatan,  pernahkah melihat sebuah gedung kosong bernama Menara Saidah?  Gedung dengan gaya arsitektur Romawi tersebut, sejak 2007 tidak dipakai dan kadang menjadi tempat tinggal pengamen dan pengemis karena berada di lokasi strategis di pinggir jalan MT Haryono dan dekat dengan stasiun Cawang. Memang terasa aneh, di Jakarta ada gedung kosong, sehingga yang isu yang berkembang di masyarakat  menjadi liar, aneh, dan ngaco.  Ada yang bilang horor dan banyak setannya, ada yang bilang konstruksinya nggak kuat, ada yang bilang gedungnya miring dan lain sebagainya.  

Sejak didirikan pada 1998, Menara Saidah kerap bergonta-ganti pemilik. Awalnya gedung itu bernama Gedung Gracindo. Pemilik pertama gedung ini adalah PT Mustika Ratu atas nama Mulyati Sudibyo. Gedung ini dibangun selama 3 tahun, dari tahun 1995 hingga 1998 oleh kontraktor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Hutama Karya (Persero) dengan jumlah lantai 18, dibangun dengan taksiran nilai bangun Rp 50 miliar. Setelah beberapa kali pindah tangan, setelah krisis moneter, gedung itu dijual dan akhirnya dibeli keluarga Saidah. Gedung yang tadinya hanya memiliki 15 lantai itu kemudian dikelola oleh keluarga Saidah dan direnovasi menjadi 28 lantai. Menara Saidah mulai dioperasikan pada 2001. Menara Saidah itu sempat dipakai oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal selama dua tahun. 

Dari data Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan DKI Jakarta, Menara Saidah adalah satu-satunya gedung tinggi di Ibu Kota yang tidak digunakan. Kepala Dinas Penertiban dan Pengawasan Bangunan (P2B) DKI Jakarta I Putu Ngurah Indiana mengatakan, pemerintah pernah menegur pengelola gedung karena membiarkan gedung itu terbengkalai. "Karena kondisi gedung sempat tak terawat. Ini merusak keindahan kota," katanya. 

Kini Menara Saidah dikelola oleh PT Gamlindo Nusa. General Manager PT Gamlindo Nusa, Dami Okta mengatakan, "Meski lama tak digunakan, konstruksi gedung Menara Saidah masih kokoh. Selama ini perusahaan tidak bisa merenovasi gedung itu karena masih terikat perjanjian sewa. Jadi kami menunggu masa sewa habis, baru merenovasi," tuturnya.

Menurut Direktur Hutama Karya, R Soetanto selaku kontraktor yang membangun gedung, Menara Saidah tidak miring. Kalau miring, kacanya pasti pada pecah, granit dinding pun akan pecah, serta lift pun tidak akan berfungsi dengan baik. Namun faktanya semua hal tersebut tidak terjadi. 

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menegaskan Menara Saidah di Jalan MT Haryono Jakarta tidak miring seperti dugaan berbagai pihak. Menara berkonstruksi romawi tersebut tidak ada penyewa karena masalah manajemen dengan pemilik. Kepala Dinas P2B DKI Jakarta, I Putu Ngurah Indiana mengakui isunya aneh-aneh, ada yang bilang miring, horor dan lainnya. “Setelah saya cek di kantor, Menara Saidah nggak ada kegagalan di konstruksi, tetapi hanya masalah internal manajemen,” katanya di Balai Kota DKI. Menurutnya, ada beberapa ketidakharmonisan antara pemilik dan manajemen gedung, sehingga para tenan penyewa gedung memilih untuk keluar. 

Kalau benar ada kemiringan, maka pemprov wajib masuk untuk memperbaiki bangunannya dengan cara memotong dan menurunkan bangunannya. Karena kalau benar - benar roboh, dampaknya bisa pada kerusakan lingkungan dan banyak warga yang akan jadi korban.

Memang ketidak jelasan status gedung ini, mengakibatkan masyarakat yang tinggal disekitar menjadi khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya roboh dan lain - lainnya. Lurah setempat juga pernah meminta bertemu dengan pemilik terkait kelangsungan bangunan, namun tidak berhasil. Pemprov melalui P2B juga sudah melayangkan surat ke pemilik gedung, namun belum sempat ada respon.  Karena menurut P2B Jakarta, Pemprov saat ini hanya bisa sebatas mengingatkan pemilik gedung. 

Kondisi bangunan Menara Saidah memang sudah lama tidak terawat, sepi tak terhuni. Hanya ada seorang petugas yang berjaga di pos pengamanan depan. Sedangkan pintu pagar depan dan belakang dirantai dan dikunci gembok besar.  Salah satu mantan petugas keamanan Menara Saidah, yang ditemui di halaman depan bangunan tersebut, mengatakan dirinya memang sempat mendengar ada beberapa pihak yang hendak membeli gedung itu. Namun, entah kenapa hingga kini tidak ada kabarnya. “Banyak yang menawar, tapi tak pernah dilepas oleh pemilik. Yang terakhir itu ditawar oleh Universitas Satyagama Rp450 miliar. Akhirnya tidak jadi, ” kata dia. 

Alhamdulillah, kini Menara Saidah sudah mulai ditawarkan untuk perkantoran lagi.  Menara Saidah kini mulai dibenahi oleh sang pemilik, pembenahan dilakukan secara besar-besaran mulai dari lantai dasar hingga lantai 28 gedung. Seorang petugas keamanan gedung mengungkapkan renovasi gedung dilakukan karena gedung ini bakal kembali digunakan untuk area perkantoran. "Akan kembali difungsikan sebagai perkantoran," kata petugas keamanan tersebut. Menurutnya jika proses renovasi selesai, maka gedung ini siap disewakan sebagai perkantoran. Renovasi ditargetkan selesai tahun depan. "Nanti akan disewakan. Sistem sewanya per meter," imbuhnya.

Mandor proyek revitalisasi Menara Saidah juga mengatakan, "Proses renovasi sudah berjalan sejak tahun lalu," kata Hamdan, 42 tahun. Menurut Hamdan, pemilik gedung berencana menyewakan tempat itu sebagai perkantoran. "Targetnya, tahun depan sudah bisa digunakan."  Di gedung itu memang terlihat sejumlah pekerja yang tengah menyelesaikan pekerjaan interior maupun eksterior bangunan. Enam pilar yang ada di depan pintu masuk dicat kembali agar terlihat baru. 

Sejak tahun 2012, Menara Saidah diserahkan pengawasannya ke Polsek Cawang, Jakarta Timur dimana setiap pagi polisi dari Cawang datang, dan menandatangani daftar absen. Masalah keamanan, termasuk kebakaran saat ini sepenuhnya masih tanggung jawab polisi.
Dua pengamat pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna dan Nirwono Joga menyatakan bahwa Pemerintah (Dinas P2B) dan pemilik harus bertanggung jawab terhadap pembiaran gedung. Menurut Yayat Dinas P2B yang tidak segera bertindak pada Pemilik terkesan membiarkan. Padahal tidak boleh melakukan pembiaran hanya karena alasan rugi. Sementara Nirwono berpendapat bahwa Dinas P2B seharusnya memerintahkan pemilik gedung untuk segera merenovasi agar gedung aman untuk digunakan. Pemerintah tidak pernah tegas terhadap perencana, pengawas, dan pelaksana gedung yang bermasalah. Selama ini kecelakaan karena faktor struktur gedung tidak pernah diproses hukum sampai ke pengadilan, karenanya pemilik gedung juga tidak terlalu mengindahkan syarat-syarat pendirian gedung sesuai dengan aturan.Walaupun dilakukan audit bangunan, apabila ada korban pun, kasus akhirnya selesai setelah memberikan uang kerohiman, dan tidak diproses hukum.