Ketika Lapangan Sepak Bola Tergusur Oleh Efektifitas Bisnis Jakarta



Itulah yang menimpa Stadion Menteng dan juga Stadion Lebak Bulus di Provinsi DKI Jakarta. Kedua stadion tersebut digusur demi efektivitas ekonomi kota. Stadion Lebak Bulus, yang sudah punya ikatan yang begitu kuat dengan Persija dan Jakmania, akhirnya menerima nasib digusur untuk dijadikan depo atau stasiun MRT. Para elite Pemprov menyatakan tengah mencari lahan pengganti Stadion Lebak Bulus, rencananya akhir 2013 stadion baru telah siap dibangun namun hingga 2014 mau berakhir kepastiannya juga tak kunjung datang. Padahal idealnya, stadion baru pengganti Stadion Lebak Bulus harusnya sudah ada terlebih dahulu, sebelum stadion bersejarah tersebut digusur.

Ini seperti menjadi permasalahan klasik di Indonesia. Janji elite dan politisi banyak yang tidak terealisasi, janji tinggalah janji.  Para elite Pemprov Jakarta saat itu menjanjikan akan membangun stadion baru di ibukota jika nanti sudah dilantik, bahkan mengaku telah memiliki lokasi bakal stadion tersebut. Calon penguasa Jakarta saat itu menjanjikan akan mendirikan stadion baru tersebut dalam jangka waktu dua tahun. “Masak sampai tidak punya stadion,” katanya.  Gubernur akan menambahkan akan menganggarkan dana sekitar Rp 1,2 triliun untuk membangun lapangan sepakbola tersebut. Ia pun mengklaim jumlah dana sebesar itu cukup untuk membangun sebuah stadion berstandar internasional. “Lokasinya sudah ada,” jawabnya singkat.  Para elite pemprov Jakarta juga mengatakan akan menjadikan Persija sebagai tim yang berprestasi. Selain memberi dukungan fasilitas berupa stadion, akan disediakan pula pemain yang berkualitas. “Kalau nanti Persija bisa berprestasi saya yakin sponsor akan datang berbondong-bondong. Ibaratnya Persija sebuah produk. Kalau produknya bagus, tinggal dikemas dan dijual,” ujarnya. “Kami melihat dan memantau apa yang terjadi di lapangan. Bantuan Persija tidak bisa dari APBD. Solusinya, kami akan mencarikan sponsor buat Persija,” ujarnya. 

Setelah beberapa musim berlalu, ternyata Janji manis itu pun hanya terasa di telinga saja, realisasinya pun masih sangat abu - abu. Persija masih menjadi tim nomaden alias tidak punya markas. Jakarta boleh baru gubernurnya tetapi mungkin tidak untuk stadionnya. 

Ketiadaan lahan dan lapangan sepak bola yang representatif hanya akan membuat warga DKI Jakarta kehilangan peluang untuk bermain dan juga merebut juara. Dengan situasi seperti ini, bisa diprediksi bahwa mereka yang akan mengisi tim Persija nantinya adalah pemain – pemain dari daerah lain, yang meskipun memiliki kualitas baik, tapi belum tentu memiliki semangat kedaerahan setinggi warga asli Jakarta.