Sebuah Tekad Memperjuangkan Tanah Warga Rawajati dari Mafia Tanah Sampai Titik Darah Penghabisan

Masalah tanah di Indonesia seakan tanpa akhir. Rakyat Indonesia yang notabene mempunyai tanah yang luas, ternyata justru banyak dinikmati orang asing. Lama kelamaan, bila ini terus dibiarkan, rakyat Indonesia akan seperti berada di negara asing padahal mereka menginjak tanah airnya sendiri.

Demikian disampaikan Mayjend TNI (Purn) Moerwanto Soeprapto, yang merupakan mantan Sekjen Depsos yang juga Penasihat Forum Peduli Pertanahan Nasional. Moerwanto pun menyoroti kasus yang kini diperjuangkan warga Rawajati, Jakarta Selatan. Warga, dengan tana seluas 90 hektar, selalu diganggu oleh mafia tanah yang ingin mengeruk keuntungan dengan cara menerbitkan sertifikat palsu.

"Kita bertekad memperjuangkan tanah Rawajati Jaksel sampai titik darah penghabisan. Mafia-mafia tanah ini sudah keterlaluan, bahkan mereka justru bermain dengan oknum-oknum BPN dan pengadilan. Kasihan rakyat kecil kalau caranya seperti ini. Benar-benar jahat." tegas Moerwanto usai deklarasi Forum Peduli Pertanahan Nasional, sekaligus memperingati Hari Hesaktian Pancasila di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta (Jumat, 3/10).

Soal tanah ini, sekitar tahun 1962, Departemen Perindustrian membebaskan lahan di Komplek Perindustrian Rawajati Timur yang sekarang RW 08 Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran. Rencananya tanah itu akan digunakan proyek kaca jendela. Tetapi tanah itu kemudian diserahkan ke pegawai Departemen Perindustrian untuk membangun rumah. Ketika akan dibuat sertifikat, timbul G30 S sehingga pengurusanya menjadi terbengkalai.

Di tengah ketidakpastian itu, tiba-tiba ada pihak-pihak yang mengklaim tanah itu milik mereka dan membuat sertifikat palsu. Padahal warga komplek Perindustrian sudah menempati rumah di lokasi itu lebih dari 30 tahun, membayar PBB dan lainnya dengan biaya pribadi. Proses hukum sampai PK sudah ditempuh dan keputusannya status quo atau dikembalikan seperti keadaan semula.

Koordinator Forum Peduli Pertanahan Nasional, Marsda TNI (Purn) Achmanu Arifin, menegaskan bahwa kasus tanah Rawajati Timur tepatnya komplek Perindustrian dan Zeni sebenarnya sudah sampai pada tingkat Peninjauan Kembali atau PK Mahkamah Agung. Keputusan PK adalah mengembalikan tanah itu seperti semula sesuai keputusan gubernur DKI saat itu. Artinya, tanah Rawajati Timur RW 08 dan komplek Zeni dikembalikan ke warga, karena mereka yang membangun dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak mereka mendirikan bangunan atau sekitar 50 tahun lalu.

"Secara hukum agraria mereka seharusnya punya hak atas tanah yang mereka tempati, serta punya sertifikat, tapi kenyataannya, hukum itupun tak diperhatikan aparat-aparat yang berwenang." papar Arifin.

Dia menegaskan, perjuangan warga Rawajati Timur dan komplek Zeni sudah maksimal, tetapi mereka selalu di ping pong oleh Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan dan bahkan pusat. Padahal mantan Menteri Perindustrian Hartarto sendiri sudah mempersilakan warga membuat sertifikat tanah, karena dia sendiri paham akan sejarah tanah Rawajati Timur, khususnya komplek Perindustrian.

"Kita itu sudah melalui prosedur hukum yang benar. Kita sudah mengurus dari BPN, Pengadilan negeri Jakarta Selatan, Ombudsman, bahkan kita laporkan masalah tanah ini ke Polda Metro Jaya karena ada yang bermain dan menghambat proses pembuatan sertifikat. Tetapi, mengapa juga BPN dan Kementrian Perindustrian menghambatnya, ada apa ini?" demikian Arifin.

Sumber :  RMOL