Masih Menunggu Janji SK Miras Gubernur DKI Jakarta Yang Sudah Setahun Lebih
September 2013, Pemprov DKI berjanji akan ada aturan yang melarang penjualan miras di Jakarta, namun hingga setahun lebih janji itu belum terealisasi sampai sekarang. Mereka berjanji akan merealisasikan peraturan terkait larangan penjualan miras di minimarket hingga warung untuk masyarakat. Kabaranya, SK Gubernur yang mengatur terkait pembatasan usia mengonsumsi minuman keras itu sedang dikaji lebih lanjut oleh Asisten Perekonomian DKI Jakarta Hasan Basri, kita tidak tahu berapa lama lagi kajian itu akan selesai, janjinya kini sudah setahun lebih.
Penjualan miras di Jakarta sudah terlalu bebas tanpa ada peraturan yang mengawasi. Bahkan, sampai siswa SMP pun bisa membeli miras dengan bebas. Di lapangan, penjualan miras sudah tidak lagi mengindahkan Peraturan Presiden (Perpres) 74/2013, yang mengatur bahwa penjualan minuman beralkohol hanya diperbolehkan di hotel, bar, dan restoran. Aturan lain yang juga dilanggar adalah Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) No.43/M-DAG/PER/2009 serta Permendag 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang pengadaan, pengedaran, penjualan, dan pengendalian minuman beralkohol yang melarang menjual miras di lokasi yang berdekatan dengan perumahan, sekolah, rumah sakit, terminal, hingga kios warung. Negara seperti Turki dan Thailand mampu membatasi penjualan miras pada jam tertentu. Sedangkan di Jakarta, penjualan miras tidak mengenal batas umur, waktu, dan wilayah, di Jakarta miras dijual bebas 24 jam.
Hasil survei juga menunjukkan 95 persen responden menyatakan, banyak remaja sekarang yang mengonsumsi miras. Survei online ini juga meng-capture sikap mayoritas responden agar ada regulasi dan law enforcement yang tegas terhadap peredaran miras yang melanggar peraturan. Ini dapat dilihat dari sikap 95 persen responden yang tidak setuju miras dijual bebas di mana saja dan kepada siapa saja. Responden menginginkan ada tindakan tegas terutama dari pemerintah untuk mengatasi kondisi ini. Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras, Fahira Idris juga mengatakan bahwa dari 1.102 responden yang diwawancarai, sebesar 80 persen menyatakan miras dijual di toko dan minimarket di lingkungan tempat dia tinggal. Sebuah minimarket di bilangan Fatmawati mengatakan, minimarketnya menjual rata-rata lima botol per harinya.
Selain menagih janji pemprov DKI, DPRD DKI Jakarta yang baru saja dilantik juga diminta untuk segera merumuskan Perda miras. Hal ini dinilai penting untuk menyelamatkan kalangan anak dan remaja Ibukota dari dampak pengaruh miras. Apalagi mengingat sejauh ini Jakarta merupakan salah satu daerah yang belum punya Perda miras. Padahal, menurutnya beberapa daerah sudah punya Perda Miras seperti Bandung, Depok, Tangerang, Surabaya dan Balikpapan. Dengan Perda miras, minimarket hingga warung di sejumlah daerah tersebut tidak akan berani menjual bebas karena ada sanksi denda hingga pidana jika melanggar. Tidak adanya penegakan hukum membuat pemilik minimarket di Jakarta, tidak merasa takut menjual miras, padahal sudah ada Perpres dan Permendag yang melarangnya. Oleh karenanya untuk jangka pendek ini, SK Gubernur DKI harus segera keluar, sembari mendesak DPRD Jakarta untuk segera membahas Perda Miras. Aturan soal miras harusnya bisa mengikuti jejak PP No 109 Tahun 2012 tentang rokok yang sudah duluan ada.
Banyak elit, tokoh, lembaga negara maupun LSM yang mendukung gerakan anti narkoba dan rokok, tetapi untuk miras yang sebenarnya lebih berbahaya jumlahnya masih jarang. Sekadar catatan, salah satu BUMD DKI, yaitu PT Delta Djakarta Tbk, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produsen dan distributor minuman beralkohol di Jakarta, seperti Anker Bir dan San Miguel. Pemprov DKI Jakarta memiliki saham sebesar 26,25 persen. Tahun 2012, PT Delta Djakarta masuk ke dalam tiga besar BUMD penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar bagi DKI, yaitu sebesar Rp 48.346.161.000, dan jauh melebihi PAD yang diberikan PD Pasar Jaya dan PT Jakarta Propertindo, yang sahamnya mayoritas dimiliki Pemprov DKI.
Terkait maraknya miras yang beredar di minimarket dan warung ini, polisi angkat tangan. Secara jujur, pihak kepolisian mengatakan, “Selama mengantongi izin dari instansi terkait, kami tidak dapat menindaknya. Bila ada pelanggarannya, baru akan kami tindak.” Sehingga karena tidak ada SK Gubernur DKI, pengawasan polisi soal konsumen miras di minimarket pun menjadi tidak jelas. Selama ini, pembatasan usia konsumsi miras belum tersedia di Jakarta. Peraturan yang tersedia hanyalah peraturan mengenai peredaran miras secara ilegal. Peraturan tentang keberadaan miras ilegal diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, Pasal 46. Golongan miras di dalam pasal itu terdiri dari golongan A alkohol kurang dari 5 persen, golongan B lebih dari 5 sampai 20 persen, dan golongan C lebih dari 20 sampai 55 persen. Sementara peraturan itu menjelaskan bahwa setiap orang atau badan dilarang mengedarkan, menyimpan, dan menjual minuman berakohol tanpa izin dari pejabat berwenang sesuai undang-undang yang berlaku. Apabila peraturan itu dilanggar, pelaku akan dikenakan ancaman pidana paling singkat 20 hari paling lama 90 hari dan denda paling sedikit Rp 500.000, dan paling banyak Rp 30 juta.
disarikan dari berbagai sumber
Penjualan miras di Jakarta sudah terlalu bebas tanpa ada peraturan yang mengawasi. Bahkan, sampai siswa SMP pun bisa membeli miras dengan bebas. Di lapangan, penjualan miras sudah tidak lagi mengindahkan Peraturan Presiden (Perpres) 74/2013, yang mengatur bahwa penjualan minuman beralkohol hanya diperbolehkan di hotel, bar, dan restoran. Aturan lain yang juga dilanggar adalah Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) No.43/M-DAG/PER/2009 serta Permendag 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang pengadaan, pengedaran, penjualan, dan pengendalian minuman beralkohol yang melarang menjual miras di lokasi yang berdekatan dengan perumahan, sekolah, rumah sakit, terminal, hingga kios warung. Negara seperti Turki dan Thailand mampu membatasi penjualan miras pada jam tertentu. Sedangkan di Jakarta, penjualan miras tidak mengenal batas umur, waktu, dan wilayah, di Jakarta miras dijual bebas 24 jam.
Hasil survei juga menunjukkan 95 persen responden menyatakan, banyak remaja sekarang yang mengonsumsi miras. Survei online ini juga meng-capture sikap mayoritas responden agar ada regulasi dan law enforcement yang tegas terhadap peredaran miras yang melanggar peraturan. Ini dapat dilihat dari sikap 95 persen responden yang tidak setuju miras dijual bebas di mana saja dan kepada siapa saja. Responden menginginkan ada tindakan tegas terutama dari pemerintah untuk mengatasi kondisi ini. Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras, Fahira Idris juga mengatakan bahwa dari 1.102 responden yang diwawancarai, sebesar 80 persen menyatakan miras dijual di toko dan minimarket di lingkungan tempat dia tinggal. Sebuah minimarket di bilangan Fatmawati mengatakan, minimarketnya menjual rata-rata lima botol per harinya.
Selain menagih janji pemprov DKI, DPRD DKI Jakarta yang baru saja dilantik juga diminta untuk segera merumuskan Perda miras. Hal ini dinilai penting untuk menyelamatkan kalangan anak dan remaja Ibukota dari dampak pengaruh miras. Apalagi mengingat sejauh ini Jakarta merupakan salah satu daerah yang belum punya Perda miras. Padahal, menurutnya beberapa daerah sudah punya Perda Miras seperti Bandung, Depok, Tangerang, Surabaya dan Balikpapan. Dengan Perda miras, minimarket hingga warung di sejumlah daerah tersebut tidak akan berani menjual bebas karena ada sanksi denda hingga pidana jika melanggar. Tidak adanya penegakan hukum membuat pemilik minimarket di Jakarta, tidak merasa takut menjual miras, padahal sudah ada Perpres dan Permendag yang melarangnya. Oleh karenanya untuk jangka pendek ini, SK Gubernur DKI harus segera keluar, sembari mendesak DPRD Jakarta untuk segera membahas Perda Miras. Aturan soal miras harusnya bisa mengikuti jejak PP No 109 Tahun 2012 tentang rokok yang sudah duluan ada.
Banyak elit, tokoh, lembaga negara maupun LSM yang mendukung gerakan anti narkoba dan rokok, tetapi untuk miras yang sebenarnya lebih berbahaya jumlahnya masih jarang. Sekadar catatan, salah satu BUMD DKI, yaitu PT Delta Djakarta Tbk, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produsen dan distributor minuman beralkohol di Jakarta, seperti Anker Bir dan San Miguel. Pemprov DKI Jakarta memiliki saham sebesar 26,25 persen. Tahun 2012, PT Delta Djakarta masuk ke dalam tiga besar BUMD penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar bagi DKI, yaitu sebesar Rp 48.346.161.000, dan jauh melebihi PAD yang diberikan PD Pasar Jaya dan PT Jakarta Propertindo, yang sahamnya mayoritas dimiliki Pemprov DKI.
Terkait maraknya miras yang beredar di minimarket dan warung ini, polisi angkat tangan. Secara jujur, pihak kepolisian mengatakan, “Selama mengantongi izin dari instansi terkait, kami tidak dapat menindaknya. Bila ada pelanggarannya, baru akan kami tindak.” Sehingga karena tidak ada SK Gubernur DKI, pengawasan polisi soal konsumen miras di minimarket pun menjadi tidak jelas. Selama ini, pembatasan usia konsumsi miras belum tersedia di Jakarta. Peraturan yang tersedia hanyalah peraturan mengenai peredaran miras secara ilegal. Peraturan tentang keberadaan miras ilegal diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, Pasal 46. Golongan miras di dalam pasal itu terdiri dari golongan A alkohol kurang dari 5 persen, golongan B lebih dari 5 sampai 20 persen, dan golongan C lebih dari 20 sampai 55 persen. Sementara peraturan itu menjelaskan bahwa setiap orang atau badan dilarang mengedarkan, menyimpan, dan menjual minuman berakohol tanpa izin dari pejabat berwenang sesuai undang-undang yang berlaku. Apabila peraturan itu dilanggar, pelaku akan dikenakan ancaman pidana paling singkat 20 hari paling lama 90 hari dan denda paling sedikit Rp 500.000, dan paling banyak Rp 30 juta.
disarikan dari berbagai sumber