Mari Tengok Wajah Jakarta Kita !

Jakarta saat ini, terus mempertontonkan paradoks antara modernitas kota yang melaju dan kerusakan serta kemiskinan kota yang terus menyeruak. Pembangunan yang terjadi di Jakarta terus mempertontonkan modernitasnya dengan lalu lalang jutaan kendaraan bermotor setiap harinya serta mal dan pusat perbelanjaan mewah yang bertebaran di penjuru kota. Namun berbagai tragedi kemiskinan tetap terus terjadi di tengah kota yang katanya terus melakukan modernisasi fisiknya. Dengan pendapatan per kapita mencapai Rp 101 juta, namun masih terlihat dan tersiar banyak persoalan kesejahteraan warga Jakarta yang belum teratasi. Tingkat kemiskinan di Jakarta sampai Maret 2013 masih mencapai 3,55% atau masih ada sebesar  354,19 ribu penduduk Jakarta yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Ini pun masih menggunakan garis kemiskinan setara Rp 407.347 per kapita per bulan. Tingkat pengangguran sampai Februari 2013 mencapai 9,94% atau masih hampir 513.170 orang yang menganggur di Jakarta. Jika yang digunakan adalah ukuran bekerja pada sektor formal atau pada kegiatan usaha yang memiliki izin, tingkat pengangguran di Jakarta lebih besar lagi. Pada bidang pendidikan, angka partisipasi sekolah (APS) untuk usia 16-18 tahun (SMU/SMK) belum mencapai 70%.Artinya masih lebih dari 30% penduduk Jakarta usia 16-18 tahun yang tidak melanjutkan sekolah ke SMU/SMK.

Kondisi pemukiman juga menunjukkan wajah buram. Sekitar 20% rumah tangga belum memiliki fasilitas MCK yang layak dan hampir 25% rumah tangga yang mengandalkan sumur pompa dan sumur tak terlindung sebagai sumber air minum akibat ketidakmampuan mengakses air bersih yang layak. Jakarta juga masih dihiasi dengan permukiman sangat padat seperti di daerah Johar Baru dan Kali Adem di mana untuk tidur sekalipun masih harus bergiliran. Pada bidang kesehatan, kualitas kesehatan masyarakat Jakarta juga masih tergolong buruk.  Sebanyak 5,3 juta kasus penyakit di Jakarta dengan tertinggi adalah kasus infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang mencapai lebih dari 2 juta kasus.

Pada masa sekarang, setiap pemerintahan di tingkat pusat maupun daerah tidak bisa memandang sepele persoalan pemenuhan kebutuhan dasar. Hal ini karena semua pemerintahan dituntut pencapaian target pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan UNDP. Target pencapaian MDGs mengharuskan setiap pengambil kebijakan mengarahkan kebijakan pembangunannya pada pencapaian target MDGs untuk masing-masing daerah. Pemenuhan kebutuhan dasar penduduk bukan lagi sekadar memenuhi tuntutan hak akses penduduk terhadap kebutuhan dasarnya, melainkan menjadi program yang dipantau tingkat kemajuan pencapaiannya.

Pencapaian target pemenuhan kebutuhan dasar ini memiliki kedudukan yang sama penting atau bahkan lebih penting dengan pembangunan infrastruktur perkotaan.Fakta dan data yang menunjukkan masih banyaknya problem kesejahteraan sosial di Jakarta menunjukkan bahwa pencapaian target MDGs masih belum mendapat porsi yang cukup besar. Program pemenuhan kebutuhan dasar justru yang paling tidak terdengar gaungnya, apalagi dibandingkan program mengatasi kemacetan dan banjir.

Pemenuhan kebutuhan dasar yang mengangkut hajat hidup penduduk setidaknya mencakup empat pilar utama yaitu pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dan kebutuhan permukiman.Pada tingkat nasional perhatian terhadap pelayanan dan pemenuhan kebutuhan dasar ini bahkan telah mendapat tempat khusus dengan adanya undang-undang yang secara khusus mengatur keempat kebutuhan dasar tersebut, termasuk pemenuhannya. Dalam bidang pendidikan, pemenuhan kebutuhan ini seharusnya difokuskan pada jaminan akses pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah (SD-SMP-SMU) untuk semua penduduk.

Khusus Jakarta, untuk memenuhi kebutuhan dasar, perlu diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan menengah kejuruan. Dalam bidang kesehatan, jaminan pemenuhan kebutuhan dasar ini mencakup jaminan pemeliharaan kesehatan untuk semua penduduk dengan perluasan target grup yang dikombinasikan dengan klasifikasi pelayanan yang dicakup dalam jaminan kesehatan masyarakat. Program ini juga harus diikuti dengan jaminan pemeliharaan khusus bagi ibu dan balita. 

Pilar ketiga adalah pemenuhan kebutuhan untuk jaminan sosial. Belajar dari pengalaman negara lain, jaminan ini setidaknya meliputi tunjangan khusus bagi manula serta jaminan penyediaan lapangan kerja dan jaminan kesempatan berusaha.

Pilar keempat adalah pemenuhan kebutuhan permukiman yang layak yang meliputi akses terhadap air bersih, sanitasi, dan tempat tinggal,serta lingkungan tepat tempat tinggal untuk mendukung kualitas hidup sehat. 

DKI Jakarta dengan APBD yang mencapai Rp72 triliun seharusnya menjadi pionir dalam memberikan kebutuhan dasar bagi penduduk. Jakarta masih tertinggal dibanding daerah-daerah dengan anggaran yang lebih kecil, namun mampu memenuhi kebutuhan dasar penduduknya seperti jaminan pendidikan dan kesehatan. Misalnya sebagaimana yang dilakukan oleh Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Musi Banyuasin.

Sudah saatnya Jakarta tidak hanya bicara MRT, monorel, reklamasi pantai, dan jalan tol. Jakarta juga harus memberikan perhatian lebih kepada pemenuhan kebutuhan dasar warganya. Membangun Jakarta itu adalah membangun manusianya.