Surat Terbuka Warga Rawajati berkaitan dengan Korban Penggusuran Fly Over Kalibata Ciliwung
Dengan ini perkenankanlah kami mengirim surat pembaca karena sudah berbulan-bulan surat pengaduan yang kami kirim kepada instansi di lingkungan eksekutif, legislatif dan senator DKI Jakarta hasilnya nihil. Surat pembaca ini kami ini tulis sehubungan dengan pelaksanaan tahap awal pembangunan fly over jembatan Ciliwung yang melintasi JL Raya Kalibata sebagai jalur penghubung Kelurahan Rajawati Jakarta Selatan dengan Kelurahan Cililitan dan Kelurahan Cawang Jakarta Timur,
Melalui surat terbuka ini, kami meminta petunjuk, bantuan klarifikasi dan perlindungan hak atas tanah dan bangunan milik warga yang tergusur akibat pelebaran jembatan layang tersebut. Sebenarnya seluruh warga Kelurahan Rajawati sangat gembira adanya pembangunan jembatan layang yang bertujuan mengurangi kemacetan lalu lintas. Fasilitas jembatan tersebut juga diharapkan dapat menghindari banjir bandang Kali Ciliwung yang sering melanda rumah warga sekitar.
Kami selama ini berusaha menyambung hidup dan mencari nafkah dengan berdagang nasi, membuka warung kelontong, berdagang sembako, usaha bengkel dan mengontrakkan rumah, yang letaknya cukup strategis karena persis di sisi utara Jalan Raya Kalibata. Namun, dengan adanya pembangunan jembatan layang, lahan kami tergusur dan tempat usaha kami pun terpinggirkan.
Satu-satunya harapan kami adalah mendapatkan ganti rugi secara layak. Uang ganti rugi tersebut akan kami pakai untuk melanjutkan usaha seperti yang kami geluti selama ini, walaupun lokasinya berbeda. Namun, kami melihat harapan tersebut jauh dari kenyataan, karena harga tanah kami dinilai oleh pelaksana proyek hanya 25% dari nilai jual obyek pajak (NJOP) atau 25% dari Rp3.745.000 per rn1 atau setara dengan Rp900.000 per m.
Kami menginginkan ganti rugi yang layak, logis dan berkeadilan, karena kriteria ganti rugi tidak merata. Sebab ada informasi bahwadistributor minuman galon diberikan ganti rugi sekitar Rp4 juta per m. Dengan adanya diskriminasi ganti rugi ini, kami merasa sedih, bingung, kecewa, dan bertanya-tanya. Mengingat tanah dan bangunan yang kami tempati adalah tanah leluhur nenek moyang kami dari zaman penjajahan Belanda.
Kami bukan penggarap tanah negara, kami adalah mayoritas etnis Betawi asli yang lahir di tempat yang sekarang kami ting-gali. Rajawati adalah tempat tanah tumpah darah kami. Oleh karena itu, kami akan pertahankan sampai kapan pun tanah tersebut. Bila diberikan ganti rugi yang layak, maka kami ikhlas pindah atau digusur.
Untuk itu kami mohon bantuan kepada pihak terkait melalui surat pembaca ini agar bisa menyalurkan aspirasi kami mendapatkan ganti rugi yang layak di atas NJOP sehingga kami mampu bertahan hidup. Kami juga ingin tahu bagaimana prosedur pembebasan lahan yang sebenarnya?
Demikian pengaduan kami dengan harapan mendapat tanggapan sesuai dengan yang kami dambakan.
Atas nama warga
M. Hair bin H.M. Nasir, A. Bahri, Kholidah, H. Nurhasan, Abdul Syukur, Abdul Somad, Abdul Rahman, Martono,
Musa, Darmi, Usman, Junaedi, Muhammad Yamin
dari bisnis indonesia : http://bataviase.co.id/node/103764
Melalui surat terbuka ini, kami meminta petunjuk, bantuan klarifikasi dan perlindungan hak atas tanah dan bangunan milik warga yang tergusur akibat pelebaran jembatan layang tersebut. Sebenarnya seluruh warga Kelurahan Rajawati sangat gembira adanya pembangunan jembatan layang yang bertujuan mengurangi kemacetan lalu lintas. Fasilitas jembatan tersebut juga diharapkan dapat menghindari banjir bandang Kali Ciliwung yang sering melanda rumah warga sekitar.
Kami selama ini berusaha menyambung hidup dan mencari nafkah dengan berdagang nasi, membuka warung kelontong, berdagang sembako, usaha bengkel dan mengontrakkan rumah, yang letaknya cukup strategis karena persis di sisi utara Jalan Raya Kalibata. Namun, dengan adanya pembangunan jembatan layang, lahan kami tergusur dan tempat usaha kami pun terpinggirkan.
Satu-satunya harapan kami adalah mendapatkan ganti rugi secara layak. Uang ganti rugi tersebut akan kami pakai untuk melanjutkan usaha seperti yang kami geluti selama ini, walaupun lokasinya berbeda. Namun, kami melihat harapan tersebut jauh dari kenyataan, karena harga tanah kami dinilai oleh pelaksana proyek hanya 25% dari nilai jual obyek pajak (NJOP) atau 25% dari Rp3.745.000 per rn1 atau setara dengan Rp900.000 per m.
Kami menginginkan ganti rugi yang layak, logis dan berkeadilan, karena kriteria ganti rugi tidak merata. Sebab ada informasi bahwadistributor minuman galon diberikan ganti rugi sekitar Rp4 juta per m. Dengan adanya diskriminasi ganti rugi ini, kami merasa sedih, bingung, kecewa, dan bertanya-tanya. Mengingat tanah dan bangunan yang kami tempati adalah tanah leluhur nenek moyang kami dari zaman penjajahan Belanda.
Kami bukan penggarap tanah negara, kami adalah mayoritas etnis Betawi asli yang lahir di tempat yang sekarang kami ting-gali. Rajawati adalah tempat tanah tumpah darah kami. Oleh karena itu, kami akan pertahankan sampai kapan pun tanah tersebut. Bila diberikan ganti rugi yang layak, maka kami ikhlas pindah atau digusur.
Untuk itu kami mohon bantuan kepada pihak terkait melalui surat pembaca ini agar bisa menyalurkan aspirasi kami mendapatkan ganti rugi yang layak di atas NJOP sehingga kami mampu bertahan hidup. Kami juga ingin tahu bagaimana prosedur pembebasan lahan yang sebenarnya?
Demikian pengaduan kami dengan harapan mendapat tanggapan sesuai dengan yang kami dambakan.
Atas nama warga
M. Hair bin H.M. Nasir, A. Bahri, Kholidah, H. Nurhasan, Abdul Syukur, Abdul Somad, Abdul Rahman, Martono,
Musa, Darmi, Usman, Junaedi, Muhammad Yamin
dari bisnis indonesia : http://bataviase.co.id/node/103764