Pertarungan Partai Golkar & Demokrat di PSSI

Jakarta - Euforia masyarakat Indonesia terhadap pemain sepak bola tim nasional (timnas) seakan tertahan. Harapan meraih Piala Asean Football Federation (AFF) untuk pertama kalinya terganggu setelah timnas dipecundangi Malaysia dengan skor telak 0-3 di Stadion Bukit Jalil, Malaysia, Minggu, (26/12/2010).

Kekalahan tersebut tentu saja berbuah kekecewaan jutaan masyarakat Indonesia. Tudingan kekecewaan kemudian dialamatkan ke wadah sepakbola nasional (PSSI). Sebab organisasi yang dipimpin Nurdin Halid ini dianggap yang paling bertanggungjawab atas raihan prestasi timnas.

Apalagi para pengurus PSSI berupaya menggiring timnas ke dalam pencitraan poitik. Salah satunya dengan menyibukan timnas dengan aneka kegiatan di luar lapangan. Misalnya menghadiri jamuan makan pagi di rumah Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Ical) dan istighosah di Pondok Pesantren Assidiqiyah.

"Eksploitasi Timnas yang dilakukan pengurus PSSI membuat para pemain kurang konsentrasi. Ini pelajaran baik buat para politisi agar jangan mengeksploitasi timnas," ujar pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi.

Menurut Burhan, pasca berhasil mengalahkan Filipina pada semifinal AFF, banyak politisi yang mencoba mencari popularitas dengan cara dan kadar yang berbeda-beda. Mulai dari mengajak sarapan bersama, memberikan bantuan, hingga mengundang istighosah bersama.

Kondisi ini diperparah dengn posisi Nurdin Halid, yang duduk sebagai Ketua Umum PSSI. Nurdin, selain sebagai orang nomor satu di PSSI juga menjabat sebagai salah Ketua DPP Partai Golkar. Dengan posisinya di parpol, mau tidak mau secara tidak langsung dirinya ikut memanfaatkan PSSI untuk kepentingan partai politik.

Bukti kuatnya keterikatannya dengan partai bisa terlihat dalam hal penurunan harga tiket kategori III di final Piala AFF yang sebelumnya Rp 75 ribu menjadi Rp 50 ribu. Kenaikan harga tiket final leg ke-2 yang dilakukan PSSI sempat menuai protes dari masyarakat. Bahkan Presiden SBY ikut angkat bicara terkait kenaikan harga tiket tersebut.

Awalnya Nurdin Halid tidak bergeming dengan keputusannya. Tapi begitu Ical menelepon dan meminta dirinya menurunkan harga tiket, Nurdin akhirnya menurutinya dengan menurunkan harga tiket seperti semula yakni Rp 50 ribu. "Setelah Pak Ical meminta harga tiket diturunkan baru kami turunkan. Sebab bagaimanapun juga saya adalah kader Golkar," ujarnya.

Bagi masyarakat pecinta bola di Indonesia, Nurdin Halid memang dikenal sebagai sosok kuat di PSSI. Sekalipun punya reputasi buruk Nurdin tetap saja bertengger sebagai Ketum PSSI hingga dua periode (2003-2007 dan 2007-2011). Walaupun reputasinya sudah sangat buruk, kabarnya Nurdin masih akan mencalonkan diri di bursa 2011, karena dalam aturan FIFA memang tidak dibatasi sampai berapa kali seseorang bisa memimpin federasi. Kokohnya Nurdin di puncak kepengurusan PSSI ini tidak lain lantaran dia dapat dukungan dari keluarga Bakrie dan Golkar.

Jangan heran bila banyak kalangan menilai, apapun kritikan yang dilontarkan tidak akan membuat Nurdin bergeming. Kecuali kritikan itu datang dari keluarga Bakrie atau petinggi Golkar. Dukungan keluarga Bakrie dan Golkar kepada Nurdin selama inilah yang membuat Nurdin tetap betengger di puncak kepengurusan PSSI.

Dominasi Golkar di PSSI inilah yang membuat gusar politisi dari parpol lain. Soalnya, selain bisa menjadi mesin uang, baik dari kompetisi rutin, denda, even-even regional, sumbangan, dan lain sebagainya; PSSI juga bisa dijadikan ajang pencitraan.

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, PSSI merupakan sebuah organisasi olahraga yang paling seksi. Sebab sepakbola menjadi olahraga yang paling populer di Indonesia maupun dunia. Jadi PSSI bisa dijadikan kegiatan mobilisasi yang murah-meriah bagi parpol.

"Otomatis apabila seorang kader dianggap sukses mengembangkan PSSI bisa jadi tiket gratis bagi pengurusnya untuk lebih eksis dalam tingkatan elitis di parpol atau pemerintahan," ungkapnya.

Karena seksinya PSSI, Burhanuddin memaklumi bila organisasi ini menjadi rebutan banyak parpol. Tapi, lanjut Burhanuddin, untuk saat ini baru Partai Demokrat (PD) dan Golkar yang terihat sedang bersaing memperebutkan PSSI.

Sementara sumber detikcom di lingkungan PSSI menyebutkan, upaya PD untuk mendongkel posisi Nurdin di PSSI sebenarnya sudah terjadi pada pertengahan 2009, atau pasca SBY dan Jusuf kalla pecah kongsi politik.

Saat itu PD coba mengusung kadernya Adjie Massaid sebagai Ketum PSSI. Alasan dipilihnya Adjie, selian masih muda dan pintar, Adjie juga merupakan penggemar sepakbola. Apalagi dia saat masih anak-anak pernah menimba ilmu sepakbola di klub Ajax Amsterdam, Belanda. Tapi karena pada Pemilu 2009 dia terpilih menjadi anggota DPR, Adjie batal diusung.

Upaya pendongkelan Nurdin ini, kata sumber tersebut, kemudian berlanjut pada Maret 2010. Dengan menggunakan ajang Kongres Sepakbola Nasional(KSN), yang diselenggarakan di Malang pada 30-31 Maret 2010.

Pada hari pertama desakan pemakzulan Nurdin sebagai Ketum PSSI begitu menguat. Sehingga banyak peserta yang mengira hasil rekomendasi KSN berujung pada pergantian Nurdin. Namun di hari terakhir kongres kenyataanya jadi lain. Tidak ada rekomendasi soal pemakzulan Nurdin. Bahkan peserta kongres yang sebelumnya bersikap keras kepada Nurdin di hari terakhir berbalik arah mendukung Nurdin.

Perubahan sikap itu terjadi di menit-menit akhir. Saat itu dikabarkan banyak sekali intimidasi dan 'rayuan' yang terjadi terhadap peserta kongres. "Yang bikin semangat pelengseran Nurdin kendor, ketika Nurdin mengumbar pernyataan kalau pelengseran dirinya hanya sebagai pengalihan isu Century," ujar sumber tersebut.

Namun para penentang Nurdin ini tidak kalah begitu saja. Dua pekan pasca kongres, 13 April 2010, PSSI kemudian mengangkat Adjie Massaid menjadi manajer Timnas Indonesia U-23. Alasannya, sebagai anggota DPR diyakini dia bisa membantu PSSI.

Banyaknya politisi yang masuk ke pengurusan organisasi olahraga, seperti PSSI, kata Burhanuddin Muhtadi, tidak masalah. "Asalkan tujuannya untuk mengembangkan olahraga itu bagus. Tapi kalau untuk mengeksploitasi atlet atau pemain untuk kepentingan sesaat, sebaiknya jangan."