Fenomena Akhir Tahun 2010 : Harga Tiket AFF dan Cabe sama – sama Naik
Pertengah Desember kemarin (17/12), Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng menjamin harga tiket masuk tidak akan dinaikkan."Kita harapkan harga tiket tetap terjangkau bagi masyarakat. Yang kemarin itu cukup terjangkau," kata Andi kepada para wartawan. Sebelumnya, pada laga semifinal leg pertama, panitia menjual 70.725 lembar tiket untuk semua kelas. Sebanyak 61.600 tiket berbayar, dan 9.125 tiket khusus. Tiket VVIP dijual Rp 500.000, VIP Barat Rp 350.000, VIP Timur Rp 250.000, Kategori I Rp 150.000, Kategori II Rp 100.000, dan Kategori III: Rp 50.000.
Namun hal tersebut tidak senada dengan pengurus PSSI Nugroho Besus, “Ya, kenaikan pasti ada. Di Piala Dunia pun, setiap naik level, harga tiket juga naik.” Mengenai berapa besar kenaikan harga tiket, Nugraha belum bisa memastikan. Yang pasti cukup besar. “Yang pasti cukup signifikan. Tetapi tidak sampai 50 persen,” terangnya. Kenaikan harga tiket juga diikuti dengan kenaikan jumlah tiket yang digelar. “Kalau kemarin 65 ribu, sekarang akan dilepas sekitar 70ribu tiket.”
Kini kita semua telah mengetahui bahwa harga tiket pertandingan final Piala AFF 2010 antara Indonesia melawan Malaysia di Gelora Bung Karno Jakarta, Rabu (29/12), telah naik tajam dibanding saat pertandingan semifinal, bahkan menembus angka Rp1 juta per lembar. Harga tiket VVIP Rp 1 juta, VIP Barat Rp 500 ribu, VIP Timur Rp 350 ribu. Sedangkan Kelas I Rp 250 ribu, Kelas II Rp 150 ribu, Kelas III Rp 75 ribu. Senada dengan Nugroho Besus, Ketua Umum PSSI Nudir Halid mengatakan bahwa peningkatan harga tiket cukup realistis. Meski demikian, peningkatkan dinilai wajar sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan antara PSSI dengan panitia lokal (LOC).
Hal yang sama terjadi untuk perdagangan cabe di semua lini, sebelumnya Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyatakan keyakinannya pada bulan Juli bahwa harga cabe akan segera turun ke tingkat yang wajar menyusul mulai masuknya pasokan dari panen cabe di berbagai daerah. "Dan panen kan ada di seluruh Indonesia. Kita menemukan adanya cabe dari Manado masuk ke Jawa, harga yang tinggi tentunya akan menguntungkan petani," kata Mari Pangestu. Tambahan pasokan cabe tersebut disumbang dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Begitu juga menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurti, total konsumsi cabe nasional dalam satu tahun hanya 1,2 juta ton. Kalau diasumsikan penduduk Indonesia berjumlah 250 juta orang, maka satu orang hanya menghabiskan 0.5 kg cabe dalam satu tahun. "Kalau harga cabe Rp 60 ribu, jadi satu tahun hanya Rp 30 ribu. Kalau dibagi 300 hari per tahun makan sambel, berarti cuma Rp 100 per hari. Itu yang kita ribut-kan hanya sekadar untuk menyerang pemerintah," kata Bayu di kantor Kemenko Perekonomian. Bayu melanjutkan, dalam dua minggu terakhir ini. produksi cabe nasional sudah mulai meningkat. Pada Agustus, stok cabe akan lebih tinggi dibanding bulan ini. Pada Agustus, kira-kira tolal penambahan naik 4.000 ton dibandingkan dengan Juli.
Namun apa yang kita lihat dan kita rasakan hari ini, sungguh ironi yang berbeda dengan perkataan manis para pejabat itu. Di beberapa pasar di Sidoarjo, harga cabai rawit mengalami kenaikan empat kali lipat hingga tembus Rp 50 ribu. Padahal, seminggu lalu, harganya hanya berkisar Rp 12 ribu perkilogram. Di Malang Raya, harga cabai di sejumlah pasar kawasan dalam sepekan terakhir juga meningkat tajam, bahkan mendekati harga daging, saat ini sudah mencapai Rp 50 ribu per kilogram. Selain cabai rawit, harga cabai merah juga mengalami kenaikan signifikan, kalau sebelumnya hanya Rp 10 ribu, kini perkilonya mencapai Rp 32 ribu. Harga cabai di Kota Dumai, Riau, naik dari Rp 30.000 per kilogram menjadi Rp 65.000/kg. Di pasar tradisional lainnya seperti Pasar Slipi, Jakarta Barat, dan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, cabe juga mengalami kenaikan harga yang serupa. Cabe rawit merah tadinya Rp10 ribu sekarang sudah Rp35 ribu perkilogram. Kalau seperti ini namanya bukan naik lagi, tapi sudah ganti harga. Harga cabe merah dan cabe rawit juga tengah meroket di sejumlah pasar tradisional di Kab Purwakarta. Harga cabe merah di Purwakarta menembus Rp 65 ribu/kg dan cabe rawit Rp 50 ribu/kg, cabe rawit segenggam tangan dewasa dihargai Rp 5000. Di kecamatan Bungursari, satu batang cabe merah dihargai Rp 1000. Di Ciamis harga cabe merah juga sudah menembus Rp 40.000 per kilogram, harga tersebut lebih mahal dibandingkan dengan daging ayam yang mencapai Rp 28.000 per kilogram. Di Palembang pada beberapa pasar harga cabai sudah mencapai Rp50.000/ kg. Demikian pula di Kayu Agung (84 km dari Palembang) sudah sejak pekan lalu harga cabai di Pasar Pagi sudah mencapai Rp 60.000/ kg. Sementara di Kota Pagaralam (290 km dari Palembang) yang dikenal sebagai sentra sayuran untuk Sumsel, harga cabai sudah mencapai Rp70.000/ kg. Di tiga pasar yakni Swargabara, Teluk Lingga dan Singa Geweh, harga cabe hijau besar Rp22.000 per kg dari sebelumnya Rp15.000 per kg. Kemudian harga cabe tiung Rp40.000 per kg, sebelumnya Rp30.000 per kg, kemudian cabe besar merah Rp44.000 per kg, sebelumnya Rp 35.000 per kg, dan cabe keriting Rp32.000 per kg sebelumnya Rp24.000 per kg. Selain mahal, pasokan cabai juga minim sehingga cukup sulit untuk mencari cabai rawit dengan kualitas yang baik. Paling enak memang menyalahkan alam atau cuaca, seperti banyak pejabat negeri ini yang berkata, "Kenaikan harga cabai itu dikarenakan karena faktor cuaca yang tidak menentu, kondisi itu sangat memengaruhi tanaman cabai."
Kini pejabat pun seakan tutup mata dan tutup telinga. Mendag Marie Pangestu serasa tidak peduli akan hal ini dan tak bereaksi atau bahkan bengong barangkali. Harga cabe di era pemerintahan SBY-Boed terus mengalami kenaikan lebih dari 50%-100% dari harga semula. Salah satu jenis cabe bahkan naik hingga dua kali lipat, yakni jenis cabe rawit merah yang mengalami kenaikan paling ekstrim, yang semula per kilogram Rp10 ribu-Rp12 ribu, naik menjadi Rp30 ribu-Rp35 ribu. Selain itu, harga cabe merah yang sebelumnya di kisaran harga Rp20 ribu-Rp22 ribu naik menjadi Rp35 ribu per kilogram. Ini sangat memberatkan kaum ibu rumah tangga yang pasti setiap hari bergulat dengan urusan dapur dan masak-memasak dan tidak lepas dari komoditas barang pedas tersebut. Ibu rumah tangga menjerit, mereka menuding pemerintah tak becus menstabilkan harga kebutuhan pokok masyarakat (Kepokmas) karena hanya sibuk mengurusi sepak bola nasional.Seperti dituturkan Ny Fitri, 27, warga Kel Sindang Kasih, Kec/Kab Purwakarta, “Tolong perhatikan harga cabe di pasar. Jangan ngurusi terus sepak bola terus sehingga harga cabe di pasar tak terpantau,” gerutunya kepada salah satu Koran Nasional.
Sebenarnya kejadian ini telah terjadi berulang - ulang setiap akhir tahun, tetapi pemerintah khususnya departemen perdagangan seolah tidak mempedulikannya. Menjelang Natal dan Tahun baru 2009 yang lalu, harga cabe di daerah - daerah di Indonesia juga merangkak naik. Kenaikan harga cabe tersebut terjadi pada semua jenis mulai cabe rawit, cabe merah, cabe besar hingga cabe hijau. Pada umumnya, harga dari semua jenis cabe ini mengalami kenaikan 30 persen hingga 50 persen, dari harga sebelumnya. Mungkin itulah hadiah yang dapat dipersembahkan oleh departemen perdagangan disetiap akhir tahun bagi bangsa dan rakyat Indonesia, dan kita pun bisa berteriak bahwa kita tidak membutuhkan hadiah semacam itu. Terima kasih.
dirangkum dari berbagai sumber