Yang Muda, Yang Memimpin Indonesia
Oleh BePe (Bang Prima)
Caleg DPRD DKI
nomor 5 dari PKS
(Dapil : Pancoran,
Tebet, Mampang, Pasar minggu, Jagakarsa) |
Indonesia adalah miniatur Dunia. Masalah yang dihadapi bukan nasional saja
tetapi juga internasional. Seorang Presiden haruslah energik, mempunyai wawasan
ke depan dan punya strong leadership. Presiden Indonesia itu memimpin 250 juta
warga, kadang juga menjadi koordinator wilayah ASEAN. Memimpin Indonesia tentu
tidak sesederhana kepala suku mengendalikan anggota kaumnya.
Pilpres memang memang masih lama, namun beberapa nama capres sudah mulai
banyak disebut - sebut. Banyak warga nusantara yang mengharapkan sosok yang
akan muncul adalah sosok calon yang berdarah muda yang akan menjadi presiden
Indonesia.
Indonesia membutuhkan pemimpin muda karena Indonesia
membutuhkan visi perubahan dan pemimpin muda diyakini akan mampu membawa
Indonesia keluar dari berbagai persoalan yang ada.
Banyak orang menilai sangat wajar untuk memberi kesempatan kepada generasi
muda untuk tampil memimpin Indonesia ke depan. Sudah saatnya Indonesia dipimpin
generasi muda yang energik dan memiliki wawasan dan visioner. Dalam memimpin
dan mengelola Indonesia ke depan memang dibutuhkan pemimpin - pemimpin muda
yang berwawasan, memiliki kapabilitas, visioner dan membela kepentingan
Indonesia.
Indonesia membutuhkan pemimpin muda yang berideologi untuk membawa
nusantara ini menuju kesejahteraan, keadilan dan kedaulatan. Pemimpin muda
diyakini akan mampu membawa energi baru untuk membangun warna dan dinamika baru
di Indonesia. Adalah langkah tepat untuk memberikan kesempatan generasi muda untuk
memimpin Indonesia kedepan. Sebagai negara besar, Indonesia perlu
dikelola dengan manajemen profesional. Karena pada dasarnya Indonesia
membutuhkan figur seorang pemimpin yang energik dan berwawasan luas guna
menghasilkan beragam pemikiran dan program yang riil sehingga mampu mengatasi
beragam permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia.
Seorang pemimpin muda diharapkan mampu menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam rangka mencapai
kesejahteraan. Dalam konteks itu yang diperlukan adalah pemimpin muda yang
kreatif dan inovatif.
Beberapa waktu belakangan intensitas pemunculan figur-figur muda yang
berani menawarkan solusi masa depan Indonesia di ranah publik semakin tinggi.
Keberanian kaum muda untuk unjuk diri di tengah masih dominannya peran
tokoh-tokoh senior di kancah kepemimpinan Indonesia patut kita beri apresiasi
positif. Kelompok muda yang mewakili generasi baru yang penuh dinamika
diharapkan membawa gairah dan terobosan baru yang mampu membawa perjalanan
Indonesia ini menuju pintu keberhasilan, mengejar ketertinggalan dari negara –
negara lain.
Kemunculan orang-orang muda dalam kancah kepemimpinan Indonesia adalah
sebuah keniscayaan, tak mungkin terelakkan. Saat perjalanan Bangsa Indonesia
ini macet tidak seperti yang diharapkan, orang-orang mudalah yang punya
kewajiban memimpin barisan perubahan. Justru aneh kalau anak-anak muda kita
hanya berpangku tangan, cuek, tidak mau peduli dengan apa yang terjadi di
sekelilingnya.
Hal yang patut menjadi renungan kita adalah angin perubahan yang begitu
cepat dan sulit dibelokkan yang saat ini tengah terjadi. Angin perubahan ini
datang dari berbagai penjuru dunia. Dari Amerika Latin muncul Evo Morales,
Presiden Bolivia yang berusia 49 tahun, kemudian dari Amerika Serikat muncul
presiden John F Kennedy terpilih menjadi Presiden AS pada usia 43 tahun,
kemudian presiden dari Partai Demokrat Barack Obama, 47 tahun. Dari benua lain
ada nama Mahmoud Ahmadinejad yang terpilih menjadi Presiden Iran pada usia 49
tahun. Namanya begitu dikenal dunia karena berani melawan dominasi
negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Inggris. Ada juga Andry Nirina
Rajoelina, Presiden Madagaskar yang berusia 34 tahun, yang bereaksi cepat untuk
mengurangi kemiskinan di negaranya dengan menjual pesawat kepresidenan Air
Force One yang belum lama dibeli Marc Ravalomanana (Presiden sebelumnya). Itu
baru sebagian, belum lagi cerita pemimpin muda dibelahan dunia lainnya saat
ini, sebutlah Lee Myung Bak di Korea, Lee Hsien Long di Singapura, Ma Ying Jeou
di Taiwan, Abhisit di Thailand, Timoschecko di Ukraina.
Indonesia juga mencatat Soekarno dipilih sebagai presiden pertama pada usia
44 tahun. Penerusnya, Soeharto, dilantik sebagai presiden ke-2 saat berusia 46
tahun. Angin perubahan kini juga sedang berembus di Tanah Air dengan munculnya
sejumlah tokoh muda sebagai calon Presiden Indonesia. Sejarah mencatat
tampilnya anak-anak muda sebagai pemimpin bukanlah sesuatu yang tabu.
Semuanya ini berawal dari keprihatinan kaum muda terhadap kondisi Indonesia
saat ini, yang meskipun sudah berulang kali berganti presiden, tidak juga
beranjak membaik dan bahkan justru semakin terbelit banyak masalah. "Saya
kira wajar keperluan untuk mengalami pembeliaan pemimpin karena negara-negara
maju usia pemimpinnya tidak tua," kata Ketua PP Muhammadiyah Din
Syamsuddin.
Ketika Indonesia ini butuh momentum perubahan, maka seharusnya kaum muda
yang maju. Pemimpin muda bukan hanya sebagai agent of change dalam
setiap momentum perubahan, akan tetapi memang kehadiran pemimpinan muda yang
memiliki integritas dan kemampuan dalam memimpin merupakan suatu kebutuhan.
Kaum muda bukan hanya sebagai alat perubahan yang menjadi pelayan bagi
tampilnya pemimpin - pemimpin baru yang tidak memahami spirit perubahan
itu sendiri. Anak muda bukan hanya sebagai tumbal perubahan tetapi
wajib tampil sebagai pemimpin perubahan itu sendiri.
Sudah saatnya kaum muda diberi kesempatan untuk memimpin Indonesia. Sebab
kalau orang yang bermasalah pada masa lalu terus ada di panggung pimpinan
Indonesia, maka Indonesia akan terbelenggu terus oleh kesalahan – kesalahan
mereka. Bila tokoh-tokoh lama berusaha terus bertahan pada posisinya
mencalonkan presiden maka kesempatan bagi kaum muda untuk menjadi pemimpin
Indonesia akan tertutup. Padahal akan lebih baik bila kepemimpinan Indonesia
diserahkan kepada kaum muda. Serahkanlah pada kaum muda, maka hasilnya sangat
luar biasa. Sudah saatnya pintu kesempatan dibuka seluas-luasnya bagi kaum muda
supaya mereka bisa berpartisipasi aktif dalam kepemimpinan Indonesia dengan
gagasan yang segar dan progresif.
Walau begitu, tidak sedikit yang memandang sinis tampilnya tokoh-tokoh muda
dalam kancah kepemimpinan Indonesia dengan berbagai alasan. Tokoh-tokoh senior
masih meragukan kemampuan anak-anak muda jika mereka benar-benar diberi mandat
oleh warga menjadi pemimpin Indonesia.
Reaksi kalangan senior ini sangat manusiawi. Mungkin mereka “takut”
bersaing dan tidak bisa lagi mengikuti dinamika kaum muda. Tokoh-tokoh senior
yang sebagian besar telah merasakan bagaimana mendapatkan kekuasaan, cenderung
ingin mempertahankan apa yang telah mereka capai. Ada rasa tidak rela kalau
“anak-anak kemarin sore” yang dipercaya menjadi pemimpin Indonesia.
Usia memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan seseorang bisa
terpilih sebagai presiden atau tidak. Peluang tokoh-tokoh tua yang ingin
terpilih sebagai pemimpin Indonesia juga masih terbuka lebar. Senator John
McCain, calon presiden dari Partai Republik yang berumur 72 tahun termasuk yang
sependapat dengan pernyataan di atas.
Meski di sana sudah ada tokoh-tokoh senior, namun kita tidak tahu apakah
Pemilu di Indonesia akhirnya akan melahirkan para pemimpin muda seperti
era Soekarno maupun John F Kennedy ?
Dominasi orang-orang lama yang kinerja dan kapabilitasnya masih di pertanyakan,
membuat jargon 4L (Loe Lagi Loe Lagi) menjadi umpatan anak muda yang gerah
dengan regenerasi kepemimpinan Indonesia yang jalan di tempat, alias mandek di
tengah jalan. Di berbagai bidang warga kehilangan figur-figur bersih, jujur,
berprestasi, dan mampu membawa Indonesia ini pada perubahan. Indonesia butuh figur baru yang fresh, energik, dan moralis yang mampu
menyelelesaikan masalah Indonesia ini bukan malah menambah masalah. Pemimpin -
pemimpin senior sudah saatnya lengser ke Perabon, dan memberikan ruang gerak
plus kesempatan para anak muda memimpin. Para senior harus menyadari bahwa
mereka telah terjebak dalam kubangan lumpur masalah Indonesia, yang membuat
kemanapun mereka pergi bau busuk polemik politik masa lalu masih menempel, dan
tidak akan hilang selama mereka masih duduk di jabatan public.
Pada umumnya usia
yang sudah tua atau sudah pensiun, kemampuannya secara alamiah akan berkurang.
Paling tidak pemimpin yang baik adalah tidak terlalu muda dan tidak juga
terlalu tua dan memiliki kemampuan sebagai seorang pemimpin. Orang-orang tua
kadang bertindak kurang agresif dalam menjalankan kebijakan, akibatnya tidak
jelas keberpihakannya, apakah berpihak kepada pemodal atau kepada rakyat.