Meninjau Kembali Kebijakan Rusunawa Pemerintah Jakarta

Kawasan – kawasan kumuh di Jakarta ditandai dengan kepadatan bangunan yang cukup tinggi, banyaknya rumah semi permanen, serta kebutuhan sarana air bersih dan sanitasi yang tidak tercukupi dengan baik. Menurut Jo Santoso dalam bukunya, Sistem Perumahan Sosial di Indonesia (2002), rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah biasanya dekat dengan tempat kerja meskipun kualitas fisik hunian dan lingkungannya buruk dan cenderung tidak sehat.

Hampir semua wilayah Jakarta mempunyai kawasan pemukiman kumuh. Data dari Dinas Perumahan DKI Jakarta menunjukan sebagian besar permukiman ada di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, serta sebagian kecil Jakarta Barat, Timur dan Selatan. Kawasan Cilincing, Cengkareng, dan Grogol Petamburan merupakan wilayah pemukiman kumuh berat. Sedangkan wilayah permukimnan kumuh bertipe sedang berada di sepanjang bantaran sungai Ciliwung serta wilayah Jakarta Pusat, Utara, dan Timur dan Utara.

Kemiskinan dengan gradasi yang berbeda – beda mewabah pada ratusan keluarga yang bermukim di bantaran kali. Program penyediaan rumah murah bagi rakyat yang kurang mampu selama ini kurang tepat sasaran. Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) maupun Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik), saat ini  yang menempati lebih banyak orang - orang yang berduit.  Seharusnya masyarakat tidak mampulah yang memperoleh fasilitas tersebut, tetapi rusunami maupun rusunawa banyak diisi oleh warga yang mampu. Harga – harga rusunawa maupun rusunami yang ditawarkan tidak terjangkau warga miskin. Ini artinya program ini tidak tepat sasaran. Lihat saja disamping rusunami maupun rusunawa yang terbangun masih banyak dijumpai kawasan rumah warga yang miskin dan kumuh, sementara di rusunami dan rusunawa banyak terparkir  mobil – mobil bagus.

Kemenpera terlihat masih sedikit melakukan pembangunan rumah murah bagi rakyat miskin di daerah. Realisasi program Kemenpera belum banyak yang dirasakan masyarakat, terutama untuk rumah murah bagi rakyat yang kurang mampu. Tidak ada gebrakan dari Kemenpera , yang dilakukannya masih normatif dan biasa-biasa saja. Program rumah susun bersubsidi seharusnya merupakan bagian dari program pro poor, pro job, dan program-program lainnya, yang semuanya diberikan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah menaikan angka kemiskinan dengan meniadakan kesempatan orang – orang miskin memiliki rumah.

Kemenpera hendaknya membuat perencanaan pembangunan perumahan bagi kalangan petani, nelayan dan buruh. Ini yang belum terasa oleh rakyat miskin. Kemenpera belum memfokuskan pada pembangunan dan penataan kampung miskin. Saat ini masih banyak terlihat rumah kumuh di pinggir – pinggir kali. Pemerataan pembangunan perumahan rakyat antara Indonesia bagian barat dan bagian timur juga belum dilakukan. Selama ini bagian barat yang selalu menjadi prioritas pemerintah. Paradigma Kemenpera harus mulai berubah dari yang pro keuntungan semata menjadi pro rakyat.

sumber : Okezone