Waspadai Gempar Sadisme Jelang Pemilu



Apabila ditelusuri dengan logika awam, banyaknya peristiwa pembunuhan sadis yang terjadi di tanah air sepertinya juga dapat dikaitkan dengan beberapa agenda politik, misalnya agenda pemilu. Ada beberapa hal yang dapat dipelajari dari peristiwa - peristiwa tersebut. Yang pertama, mengenai ratio jumlah korban. Sasaran aksi teror sekarang ini adalah meningkatkan pengungkapan pelaku serta jumlah ratio jumlah korban, semakin banyak pelakunya dan semakin besar angkanya korbannya berarti semakin berita yang diciptakan akan mempunyai efek kegemparan yang luas. Pilihannya tidak lagi memperdulikan aspek kemanusiaan, kepatutan, norma atau lainnya, yang penting sasaran ”menarik perhatian masyarakat” tercapai.
 
Kaitan timing-nya koq ya pas dengan agenda politik. Ada pakar yang mengatakan bahwa aksi teror pada masyarakat (negara) yang belum mapan sistem politik, ekonomi dan supremasi hukumnya, adalah adanya tujuan untuk memaksakan perubahan sistem pemerintahan. Sebaliknya pada masyarakat (negara) yang sudah mapan sistem politik dan supremasi hukum, tujuannya adalah memaksakan perubahan kebijakan dan atau keputusan politik.
 
Dari pendekatan tersebut, mudah untuk dipahami bahwa aksi teror, intimidasi ataupun propaganda pembunuhan sadis sepertinya bertujuan untuk memperingatkan kepada peserta pemilu, bahwa siapapun pemenang pemilu, siapapun yang akan berkuasa maka rasa aman masyarakat adalah hal mutlak yang harus ditegakan demi terwujudnya kewibawaan pemerintah dan juga parlemen. Dan nanti, setelah kita melewati pemilu yang lebih ”demokratis” (dipilih langsung oleh rakyat), biasanya kejadian pemberitaan tersebut akan hilang atau turun dengan sendirinya.

Pelajaran yang dapat dipetik dari banyaknya kejadian pembunuhan sadis sekarang ini adalah peringatan untuk tiga hal, yaitu (i) sasarannya adalah masyarakat ramai, (ii) sistem keamanan yang tidak mampu mendeteksi/mengetahui dan mencegah, (iii) situasinya menjelang pemilu.

Apa agendanya yang akan berhubungan dengan pemilu yang tinggal hitungan minggu ini?. Agendanya adalah pemilu yang didominasi oleh teror dan intimidasi akan berpotensi melahirkan angka golput yang tinggi. Kalau ini terjadi, maka kekuasaan yang terpilih tidak legitimed, karena tidak mendapat dukungan mayoritas dari rakyat.

Dalam dunia perpolitikan, teror pemilu memang amat sering terjadi. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari hal-hal yang ringan, hingga yang terberat. Dr. Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan ada 3 macam bentuk teror politik yang sangat menghantui bangsa Indonesia menjelang Pemilu yakni politik uang, intimidasi politik dan manipulasi politik dengan cara memanipulasi aspirasi rakyat. Teror pemilu mengacu kepada pemaknaan kata pemilu dan teror. Dilihat dari segi asal kata, teror berasal dari kata lain terrere yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Tentu saja, ini berkaitan dengan kengerian hati, pikiran, dan fisik para korbannya. Jadi teror pemilu adalah pemilu yang menggetarkan, menimbulkan kengerian, dan menimbulkan kecemasan di hati rakyat. Artinya pemilu sudah tidak lagi menempatkan rakyat sebagai pionir utama, dan yang kepentingannya harus diperjuangkan di dalamnya, akan tetapi pemilu tersebut justru menjadi faktor pemicu kengerian pada kehidupan masyarakat.

Sampai sekarang ini, perhatian dan atensi masyarakat terhadap proses Pemilu masih sangat minim, kurang antusias bahkan sebenarnya banyak masyarakat yang belum mengerti visi misi partai politik, belum mengetahui akan dibawa kemana bangsa ini apabila ada partai politik yang menang. 

Oleh karenanya Pemilu harus bisa mengakhiri bentuk ketidakpastian pembangunan nasional yang naik-turun ini, dengan memilih pemimpin yang bersih, kuat, berwibawa dan benar-benar memiliki komitmen keras memerangi korupsi. Jika Pemilu gagal, maka ketidakpastian masa depan generasi bangsa tidak dapat terelakkan lagi.