Hentikan Kriminalisasi Terhadap Listrik, Beras dan Gas Rakyat



Masih hangat dalam ingatan kita, beberapa bulan kemarin BBM naik, diiringi dengan tariff listrik dan tiket kereta api. Akhir Februari ini, kita kembali dikejutkan oleh harga gas elpiji dan beras yang naik tajam.  Alasannya klasiknya paling untuk mengakomodir kenaikan harga BBM yang berefek pada harga distribusi dan operasional.  Akhir Februari ini telah terjadi kenaikkan harga elpiji 3 kg menjadi 20 ribu bahkan sampai ada yang menjual 25 ribu.

Memang sedari awal Pertamina memang sudah ngebet banget ingin menaikan harga elpiji 3kg ini. Alasan klasiknya adalah harga elpiji subsidi 3 kg sudah jauh dari harga keekonomiannya sehingga harus disesuaikan. Orang – orang yang pro kenaikan mengatakan subsidi untuk orang tidak mampu memang harus jadi prioritas, tapi bukan berarti pemerintah harus menyubsidi dalam jumlah besar. Desakan naik dari pertamina ini didukung oleh Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi). Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan, harga elpiji 3 kg sejak 2007 tidak pernah naik atau disesuaikan pemerintah. Artinya, selama tujuh tahun pemerintah menanggung beban yang sangat besar terhadap produk elpiji 3 kg. ”Bandingkan dengan kenaikan tarif listrik yang sudah naik berkali-kali, tapi masyarakat yang kurang mampu tidak mengeluh. Sehingga saya rasa tidak masalah,” jelas dia. Sofyano membeberkan, apabila pemerintah menaikkan harga jual elpiji 3 kg Rp 1.000 per kg, kebijakan tersebut sudah membantu pemerintah mengurangi subsidi sebesar 5 juta metric ton (mt) dikalikan Rp 1.000 per kg. Maka, hasilnya fantastis, akan mencapai Rp 5 triliun per tahun.

Kenaikan harga elpiji 3 kg sudah terjadi sejak 2 pekan terakhir. Sudah harganya naik, pasokannya pun langka.

"Kalau soal gas sudah naik, barangnya pun langka, saya sudah cari keliling-keliling," kata seorang pedagang mie ayam di depan Mall Taman Mini.

“Jangan bikin rakyat susah dong! Nyari gas elpiji 3 Kg susah amat. Di warung-warung pada kosong,” keluh Ibu Nani. 

”Bingung… bagaimana bisa jualan kalau semua harga barang pada naik begini,” keluh Jumini, ibu tiga anak ini. “Masak cuma kerja bakti. Sementara pejabat banyak yang korupsi,” tambahnya.

“Kemahalan…” komentar Yanti (33) yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Hal serupa juga diungkapkan Yeyen, 45. Wanita yang berprofesi sebagai guru salah satu sekolah di Jakarta ini mengaku ‘puyeng’ atas kenaikan harga gas ini. “Naiknya harga gas terlalu ekstrem, bikin puyeng”, jelasnya.

“Kalau weekend biasanya banyak ibu-ibu yang membeli lauk disini, semenjak gas naik jumlahnya berkurang. Mungkin mereka mulai mengurangi frekuensi ‘jajan’-nya”, papar Ade (48), seorang pemilik warung Padang. “Ya karena harga gas naik, sembako naik, pelanggan juga berkurang”, tambahnya.

Ada juga yang mengeluhkan kenaikan harga yang tidak diimbangi dengan kenaikan gaji, “Harga-harga naik, tapi gaji gak naik.”

Begitupun harga beras naiknya gak ketulungan.

“Harga beras kacau, naiknya sekitar 2 mingguan Mbak. Harganya benar-benar jelek, rata-rata semua beras ampe sekilonya naik di atas Rp1000/liter Mbak,” keluh seorang pedagang beras di sebuah pasar. “Aku kemarin nanya di pasar induk untuk beras bulog per kilonya Rp9.500, padahal berasnya super jelek dan kualitasnya sangat tidak bagus. Kasihan, lihat rakyat kecil yang kocar-kacir nyari beras yang harganya miring,” imbuhnya mengeluh.  

Kenaikan harga beras di kisaran 20-30 persen ini sangat dikeluhkan sejumlah ibu-ibu.  "Aduh saya pusing. Sudah listrik (naik), kemarin gas Elpiji, sekarang beras. Bagaimana ini pak presiden?," kata Rinah. "Ya mau bagaimana, kalau enggak dibeli nanti anak-anak sama suami makan apa. Dipas-pasins aja sekarang," keluhnya.

"Sekarang harus pintar-pintar mengakali uang belanja. Beras naik, ini naik, itu naik," kata Shinta.

"Saya juga bingung katanya BBM turun, kok ini malah naik terus. Gas naik, beras juga naik dari Rp 9.000 jadi Rp 11.000/kg," kata seorang pedagang mie ayam di depan Mall  Taman Mini.

Semoga pemerintah bisa kembali menstabilkan harga – harga  di pasaran dan tidak membuat rakyat kecil semakin menjerit.


Referensi :
1, 2 , 3 , 4, 5,