Nonton Film “Assalamu’alaikum Beijing”, Ane Rapopo


Tahun 2014 Film Hijrah Cinta mernjadi film religi yang sukses di bioskop nusantara. Padahal, saat dirilis, film pesaingnya tidak sedikit, baik itu film-film komedi dan juga horor. Sejak tayang perdana di bioskop pada 24 Juli silam, film ini telah ditonton tak kurang dari 711.205 orang dan menempati posisi ke tiga sebagai film lokal dengan penonton terbanyak pada tahun 2014 ini masih dibawah Comic 8 dengan    1.624.067 penonton dan The Raid 2: Berandal yang telah ditonton oleh 1.434.272 orang. 1

Tak hanya Hijrah Cinta. Sejumlah film religi Islam yang dirilis pada tahun 2014 ini juga menuai sukses. Sebut saja ‘99 Cahaya di Langit Eropa Part 2’. Film ini merupakan sekuel lanjutan ‘99 Cahaya di Langit Eropa’ yang dirilis tahun silam. Film yang dilempar ke pasar pada bulan Maret 2014 itu nangkring di posisi kelima sebagai film lokal paling laris dengan 587.042 penonton. Film religi Islam yang juga masuk 10 besar adalah Haji Backpacker. Film yang baru dirilis 2 Oktober silam ini menempati posisi ketujuh dan sudah ditonton oleh 375.799 orang. 
1


Namun, tak semua film religi Islam tahun ini masuk ke deretan atas. Sejumlah film bernapas Islam juga ada yang kurang meledak alias sepi penonton. Film Seputih Cinta Melati misalnya, sejak dirilis 24 Juli hingga 3 Agustus hanya ditonton 39.152 orang saja. Sementara, film Ketika Tuhan Jatuh Cinta yang dirilis 5 Juni, jumlah penontonnya hingga 16 Juni hanya sekitar 77.849 orang. Atau film Hijabers in Love yang dirilis 4 September silam. Hingga 14 September, film itu hanya ditonton 14.374 orang. 1
 
Optimisme tetap ada. Tengoklah data penonton film religi Islami dalam lima tahun belakangan ini. Tahun lalu, ‘99 Cahaya di Langit Eropa’ mampu nangkring di posisi kedua sebagai film lokal terlaris dengan 1.189.709 penonton. Dua tahun silam, ‘Negeri 5 Menara’ menempati urutan keempat sebagai film lokal terlaris dengan 772.397 penonton. Pada 2011, ‘Hafalan Salat Delisa’ menempati posisi ke tiga dengan 668.731 penonton. Sementara, film Di Bawah Lindungan Ka'bah berada di urutan ke delapan dengan 520.786 penonton. Tahun 2010, dua film religi Islam Tanah Air menjadi jawara. Film-film itu adalah ‘Sang Pencerah’ dengan 1.206.000 pemirsa. Sedangkan film Dalam Mihrab Cinta mengekor di posisi ke dua dengan 623.105 penonton. Pada 2009, dua film religi Islam juga menjadi juara. Kedua film itu adalah ‘Ketika Cinta Bertasbih dengan 3.100.906 penonton dan Ketika Cinta Bertasbih 2 yang dilihat oleh 2.003.121 penonton.
1
 
Sementara, pada 2008, film Ayat-ayat Cinta yang menjadi pembuka pintu film religi Islami di Indonesia langsung menyodok ke posisi kedua dengan menarik 3.581.947 penonton. Film itu hanya kalah dari film Laskar Pelangi yang berhasil menggeret 4.631.841 penonton.
1
 

Peluang film religi Islam masih terbuka lebar. Rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim, bahkan terbesar di dunia, menjadi pasar yang sangat potensial. Jumlah Muslim di Tanah Air yang kurang lebih 200 juta jiwa sepertinya perlu digarap lebih serius.  Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, adalah wajar Indonesia sebagai pasar potensial bagi film-film yang mengangkat tema yang berkaitan dengan agama Islam.

 

Jika ditilik dari jumlah, penonton sinema nasional merangkak naik. Bila pada tahun 2000 pangsa pasar film nasional hanya 7,46 persen, maka pada 2008 mencapai 50 persen (Servia 2007, dikutip dalam Barker 2011). Tahun 2008-2009 dapat dikatakan sebagai puncak perolehan penonton karena mencapai 30 juta. Dengan jumlah produksi film yang tak terlalu berbeda, ketertarikan penonton memilih film nasional terus menurun sejak 2010 hingga 2013 (Kristanto dan Pasaribu, 2011). Siapakah penonton di tahun-tahun puncak dan mengapa mereka tidak kembali menonton film nasional? 2


Mari kita perhatikan catatan film-film terlaris dalam sejak 2008-2012 berturut-turut: Laskar Pelangi (Riri Riza), Ketika Cinta Bertasbih (Chaerul Umam), Sang Pencerah (Hanung Bramantyo), Surat Kecil untuk Tuhan (Harris Nizam), Habibie & Ainun (Faozan Rizal), Cinta Brontosaurus (Fajar Nugros). Jika dicermati ada beberapa kecenderungan film terlaris tersebut. Beberapa di antaranya film berbasis novel laris seperti Laskar Pelangi, Ketika Cinta Bertasbih, Surat Kecil untuk Tuhan, Cinta Brontosaurus. Sedangkan kedua film lainnya yaitu Sang Pencerah dan Habibie & Ainun adalah biografi tokoh terkenal yaitu KH. Ahmad Dahlan (pendiri ormas Islam terbesar Muhammadiyah) dan BJ Habibie (mantan Presiden RI). 2


Popularitas film-film terlaris Indonesia bersandar pada budaya populer lain yaitu novel dan biografi tokoh. Dapat dikatakan penonton datang ke bioskop bukan karena film itu sendiri tetapi buzz berita yang melingkupi judul film tersebut seperti popularitas novel dan tokoh.  Maka dapat disimpulkan pecinta film Indonesia sebetulnya belum terbentuk benar. Selera mereka masih belum dapat diidentifikasi dengan tegas.2


Hasil penelitian seorang pengamat film Dyna Herlina tentang faktor-faktor yang memengaruhi keputusan konsumen memilih film di bioskop. Faktor yang menonjol secara statistik adalah cerita film. Kehadiran dunia maya membuat penonton dengan mudah menemukan sinopsis sebelum memutuskan menonton film di bioskop. Maka pilihan produser film mengangkat cerita novel populer ke layar kaca menjadi strategi yang jitu. Film berbasis novel tersebut kemudian laris di bioskop karena penonton tersebut sejatinya adalah pembaca novel.2


Selain cerita, hal penting lain adalah popularitas sutradara dan terutama aktor film menjadi penentu pilihan penonton. Karena konsumen film Indonesia sebagian besar adalah remaja maka tak heran jika pengaruh perbicangan sosial secara langsung maupun melalui media sosial juga sangat berperan dalam penentuan film. Faktor lain yang dijadikan patokan produser adalah waktu penayangan film di bioskop. Banyak produser berebut slot ketika musim liburan sekolah dan lebaran tiba, karena pada masa itu banyak penonton datang ke bioskop mengisi liburan.2


Setidaknya ada dua segmen penonton yang berhasil diidentifikasi yaitu: pengunjung bioskop (movie-goers) dan pecinta film (film-lovers).  Keduanya tidak memiliki perbedaan signifikan secara usia dan pendidikan, sebagian besar anak muda berusia 18-23 tahun yang sedang kuliah. Sebagian besar dari mereka, 83,43% pergi ke bioskop 1-2 kali dalam sebulan.2


Kelompok pertama adalah  pengunjung bioskop (movie-goers). Mereka adalah penonton yang mengunjungi bioskop sebagai aktifitas bersenang-senang mengisi waktu luang. Alasan sosial tersebut dapat mudah tergantikan dengan agenda lain seperti olahraga atau makan bersama. Bagi kelompok ini, faktor yang terpenting adalah referensi dari teman. Semakin ramai pemberitaan dan pembicaraan (di pergaulan sehari-hari dan sosial media) tentang suatu film maka semakin besar minat mereka menonton film tersebut. Jika dilihat secara jumlah, maka ada 292 (64,31%) atau sebagian besar responden berada dalam segmen ini.2


Kelompok kedua adalah pencinta film (film-lovers). Penonton jenis ini menonton film bioskop untuk mendapatkan pengalaman baru dan nilai moral kehidupan. Mereka seringkali merenungkan isi film, mencatat kata-kata yang bermakna, dan mengkaitkan dengan hidup sehari-harinya. Responden yang berada dalam kategori ini sejumlah 162 (35,68%).2


Perbedaan penting antara pengunjung bioskop (movie-goers) dan pecinta film (film-lovers) berkaitan dengan faktor yang mereka perhatikan dalam memilih film. Kluster film-lovers memberikan perhatian yang lebih besar pada sinopsis koran, majalah, ulasan film di website, koran dan majalah, sutradara, adaptasi serial televisi, rumah produksi. Mereka cenderung memilih waktu pemutaran di malam hari libur daripada waktu-waktu lain.2


Perilaku kedua segmen ini setelah menonton film juga cukup berbeda. Jika merasa puas dengan film yang ditonton, para pengunjung bioskop (movie-goers) akan membicarakan film tersebut bersama rekan-rekannya sesaat setelah menonton film.  Sedangkan pecinta film (film-lovers), jika merasa puas dengan film yang ditontonnya akan bersedia menjadi komunikator film dengan cara menuliskan pendapat mengenai film di blog pribadi, situs jejaring sosial, forum perbincangan di internet dan komunikasi interpersonal.2

Berdasarkan catatan film terlaris dan dua penelitian Dyna Herlina didapat info bahwa industri film nasional masih berada dalam pijakan basis penonton yang labil. Orang-orang yang datang ke bioskop sejatinya bukan penonton film yang loyal tetapi pembaca novel, fans tokoh populer atau anggota ormas agama yang bergerak ke gedung bioskop karena konten film dialihkan dari  media cetak (novel, buku biografi, selebaran ormas dll) ke layar lebar. Peningkatan jumlah penonton dalam beberapa tahun lalu belum menyediakan basis penonton film Indonesia yang loyal terhadap film. Kesediaan penonton memilih sinema nasional sangat dipengaruhi oleh keberhasilan novel dan biografi yang diproyeksikan ke layar perak. 2

Di penghujung tahun 2014 kemarin, tepatnya 30 Desember 2014, satu lagi film religi Assalamualaikum Beijing sudah diluncurkan. Film-film religi Islam telah membuktikan diri mampu menggaet penonton. Sebagai negara mayoritas Muslim, Indonesia tentunya menjadi pasar empuk. Kesempatan pada para sineas untuk menggarap film Islam sangat terbuka lebar. Jika digarap serius, film-film religi itu bukan tidak mungkin meledak di pasaran.  Sebab, sekali lagi, film Islami ternyata sudah bisa membuktikan masuk ke dalam daftar film dengan penonton terbanyak. Banyak kader dan keluarga PKS memang menonton film “Assalamu’alaikum Beijing” dan menurut kami ini tidak jadi soal. Namun ada juga yang mempermasalahkannya, “Orang PKS koq nonton film di bioskop”, mungkin kita bisa jawab “ane rapopo.”