Ketua DPC : Belah Bambu Bisa Menimpa Siapa Saja dan Kapan Saja, Hati – Hati !
Pada acara pra musyawarah
kerja cabang (mukercab) hari minggu (4/1), ketua DPC PKS Pancoran, Bang Rijal
menegaskan bahwa, “Semua kader harus aware dan hati – hati dengan politik belah
bambu. Kader harus hati – hati, waspada dan solid, karena politik belah bambu
itu bisa menimpa siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Oleh karenanya setiap
kader harus saling mengingatkan dalam kebaikan dan dalam kebenaran.”
Istilah
Politik Belah
Bambu, bermakna membelah bambu dengan satu bagian diangkat,
bagian lain dipijak kemudian nanti akan dilepaskan
bersamaan sehingga terjadilan benturan antara yang diangkat dan yang diinjak. "Satu
diinjak, Satu diangkat"
Politik belah bambu
sejatinya adalah politik pecah belah, sebuah strategi dimana musuh akan menjadi
lemah karena akan memusuhi kelompoknya. Politik belah bambu sampai sangat ini
masih tetap di pergunakan oleh negara-negara besar yang berkuasa terhadap
negara tertentu, juga oleh penguasa – penguasa tertentu.
Politik belah bambu sangat jauh dari
kejujuran dan keadilan dalam berpolitik. Satu diangkat/dipuji sedang satunya
diinjak/dihinakan. Itulah tontonan sehari-hari dalam percaturan politik yang
terkadang memuakkan kita. Politik belah bambu bisa dilakukan
melalui berbagai cara, dari pengumuman lembaga
survey hingga isu sosial media.
Politik
belah bambu merupakan cara paling sederhana dalam sejarah panjang penaklukkan
dunia. Telah dipraktikkan dari masa Julius Ceasar hingga tewasnya tokoh – tokoh
politik. Periode devide et impera Belanda hingga Politik Tandingan yang marak
akhir – akhir ini. Dengan Politik Belah Bambu penjajah Belanda berhasil sukses
selama lebih tiga setengah abad, dengan melakukan siasat devide et impera
terhadap kerajaan-kerajaan dalam kewilayahan nusantara. Kerajaan Majapahit,
Demak, Gowa, Tidore dan Ternate, Sultan Agung, Diponegoro, Sisingamangaraja.
Semua kerajaan rontok karena diadu dengan kerajaan lain.
Politik belah bambu selalu
diikuti dengan teori konspirasi, tidak
ada yang mengetahui perencanaannya. Baru setelah kejadian, akan muncul saling
tuding-menuding diantara pihak yang saling berseteru. Sementara pelaku tertawa
di belakang meja, sambil menyimak berita media.
Praktek seperti inilah yang
mengotori makna politik dan dunia politik. Politik dimaknai sebagai sekedar
cara merebut kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan. Padahal kemuliaan politik
merupakan bentuk ekspresi manusia dalam menyalurkan ide, pemikiran dan tindakan
untuk memperjuangkan kepentingan mensejahterakan rakyat.