Pak Tri : Banyak Masukan Masyarakat terkait Jalan Layang Non-Tol
Pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010–2030 terganjal banyaknya protes terhadap pembangunan dua ruas jalan layang non-tol.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, masukan dari warga terkait pembangunan dua jalan layang non-tol, yakni ruas Pangeran Antarsari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanah Abang terus berdatangan. Bahkan, kata dia,akhir pekan lalu Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI menerima Koalisi Pulihkan Jakarta yang mempersoalkan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) jalan layang non-tol ruas Pangeran Antasari-Blok M.
Pihaknya tidak menyangka masalah pembangunan jalan layang non-tol tersebut mendapat perhatian luas dari masyarakat. “Menurut agenda, seharusnya sudah masuk pada tahap pembahasan secara substantif dengan eksekutif, namun Dewan menyadari masih banyak elemen masyarakat yang ingin memberi masukan demi perbaikan Raperda RTRW ini,terutama terkait pembangunan jalan layang non-tol,” kata Triwisaksana kemarin. Untuk itu, Ketua Balegda DPRD DKI ini tidak ingin terburu- buru memutuskan perencanaan RTRW yang bakal digunakan selama 20 tahun ke depan. Menurut dia, RTRW yang dibahas sekarang ini sangat berpengaruh terhadap pembangunan Jakarta di masa mendatang.
“Partisipasi aktif dari koalisi ini menjadi bekal yang penting memasuki tahapan pembahasan perda secara detail antara Dewan dan eksekutif,” ujarnya. Koalisi Pulihkan Jakarta yang terdiri dari ICEL,Walhi, dan LBH Jakarta mempersoalkan pembangunan dua jalan layang non-tol tersebut.Mereka menilai pembangunan tersebut menyalahi aturan akibat kurangnya okupasi vegetasi di jalan dan peningkatan konversi permukaanlahandenganaspal, beton,dan sebagainya. Peneliti Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) Irvan Pulungan mengatakan, proyek jalan layang non-tol hanya membolehkan pemotongan 34 pohon dan memangkas seratus pohon.Namun,kenyataannya saat ini sudah seratus pohon yang ditebang dan rencananya masih ada seratus pohon lagi yang juga akan ditebang.
“Tindakan tersebut sudah menunjukkan tidak pedulinya pemerintah terhadap ekosistem yang tidak mungkin tergantikan dengan pemotongan pohon,”kata Irvan. Selain itu,pihaknya menyoroti rencana reklamasi pantai utara. Sebab, berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) reklamasi pantai utara tidak memiliki amdal. Secara terpisah, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Ahmad Safrudin mengusulkan proyek pembangunan jalan layang non-tol dihentikan sementara waktu hingga persoalan menjadi clear. Pihaknya menegaskan, tidak ingin menghalangi pembangunan Jakarta sebagai ibu kota, asal pengerjaannya sesuai dengan ketentuan. “Kita lihat saja penebangan pohon yang ada di sekitar Antasari sudah mulai habis.
Lahannya digunakan untuk fondasi. Janjinya tidak semua pohon ditebang dan akan diganti, tapi gantinya itu bukan di tempat semula, tapi di tempat lain, ini kanjadi masalah,”ungkapnya. Dinas Pekerjaan Umum (PU) menegaskan,proyek pembangunan jalan layang non-tol sudah sesuai ketentuan. Bahkan, Dinas PU sudah dua kali menyosialisasikan amdal kepada masyarakat,yakni pada 28 Juli 2010 dan setelah proses design engineering detail (DED) selesai pada 22 November 2010. Kepala Bidang Jembatan Dinas PU DKI Novizal menegaskan, amdal konstruksi mencakup prapelaksanaan dan saat pelaksanaan.
Sedangkan amdal operasional mencakup sesudah pelaksanaan proyek jalan layang non-tol. Sedangkan untuk penebangan pohon, Dinas PU berusaha maksimal mengurangi jumlah pohon yang akan ditebang. Rencana awal, akan ada sebanyak 900 pohon yang akan ditebang. Namun sekarang jumlah pohon yang akan ditebang berkurang menjadi 636 pohon. Setiap pohon yang ditebang diganti dengan 10 pohon baru. “Selama ini, saya lihat kontraktor sudah patuh untuk menjalani aturan amdal tersebut.Ditambah lagi ada petugas yang selalu mengawasi pengerjaan proyek itu,” tegasnya.