Jakarta, Hilangkan Egomu



Salah satu kegagalan besar Pemprov DKI selama ini adalah kurangnya kerja sama dengan pemerintah daerah di sekitarnya. Mentang – mentang mempunyai APBD yang sangat besar, tahun 2011 sebesar Rp 27.95 triilun dengan peningkatan 4,65 persen dibandingkan APBD 2010, Jakarta merasa bisa memecahkan persoalannya sendiri. Ego dan superior itulah, justru yang menghancurkan Jakarta. Bencana banjir, tumpukan sampah, dan merebaknya sektor informal di Jakarta menjadi salah satunya contohnya. “Jakarta gagal melakukan redistribusi. Semua ingin dilakukannya sendiri, yang akhirnya jadi beban buat Jakarta, “ kata dosen Planologi Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriatna.

Pemprov jakarta juga dengan dalih sebagai kota jasa dan perdagangan “seenaknya” mengijinkan pembangunan pusat perbelanjaan. Selama tahun 2006 – 2008, setidaknya 110 pusat perbelanjaan, apartemen, serta perkantoran baru sedang dan akan dibangun di Jakarta.

Pajak ingin dikeruk sebesar-besarnya dari kegiatan jasa dan perdagangan. Daerah – daerah sekitar nyaris tak dipedulikan,” kata Erman Rustiadi, direkjtur Pusat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, IPB. Ironisnya di sisi lain, daerah sekitar Jakarta dijadikan daerah konservasi pencegah banjir, dan juga sebagai tempat pembuangan sampah. Nyaris tidak ada manfaat yang diperoleh daerah- daerah sekitar Jakarta dari aktivitas di Jakarta.

Jakarta harus menghilangkan egonya, tujuh kabupaten dan kota di sekitar Jakarta harus mendapat manfaat dari aktivitas yang berlangsung di Jakarta. Pemimpin Jakarta harusberbicara informal secara periodik dengan bupati dan walikota sekitar Jakarta untuk membahas persoalan bersama. Sekat – sekat struktural harus dihilangkan karena kenyataannya para Bupati dan Walikota sekitar Jakarta (Bodetabek) merupakan pimpinan daerah otonom yang tidak berada di bawah Pemprov DKI Jakarta. Tidak mungkin DKI Jakarta membangun sendiri tanpa dukungan daerah sekitarnya. Institusi yang sekarang ada, yakni Badan Kerja Sama Pembangunan Jabodetabek, tidak efektif karena tidak ada dana, lemah dalam koordinasi, ketidak jelasan peran, serta masing - masing punya kepentingan sendiri – sendiri.

Sikap egois Pemprov Jakarta menyebabkan ketidakseimbangan regional dan Jakarta jadi kelebihan beban. Kini masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, merasa Jakarta sudah menjadi sangat sumpek dan tidak nyaman. Mereka mencari kawasan – kawasan baru di pinggiran Jakarta, seperti juga yang dilakukan sejumlah tokoh nasional. Mereka tinggal di wilayah Jawa Barat atau Banten, tetapi menikmati fasilitas yang dibangun Jakarta. Oleh karenanya Gubernur DKI Jakarta harus berlapang dada dan tulus membagi “kue pembangunan” dengan daerah – daerah disekitarnya.