Kecewa dan Penyesalan (Politik)


Kecewa dan sesal adalah salah satu situasi batin khas manusia. Pada umumnya situsais batin ini berkaitan dengan realitas diri yang sedang dialami seseorang yang tidak sesuai dengan harapannya. Secara jujur harus diakui, setiap orang bahkan selevel presiden sekalipun pasti pernah merasa kecewa. Misalnya kecewa kepada menteri, teman koalisi, pemerintahan daerahnya (gubernur), dan sebagainya. Kadang pula sampai ada seseorang yang pernah kecewa pada Tuhan dan dirinya sendiri.

Selanjutnya, rasa kecewa yang muncul pada diri sesseorang adalah gambaran otentik keadaaan batinnya. Rasa kecewa juga muncul pada seseorang karena sutau keadaan yang tidak bisa muncul pada seseorang karena suatu keadaan yang tidak bisa dikendalikan atau diatur sesuai kehendaknya. Hal itulah yang kemudian menyebabkan dirinya diserang rasa tak berdaya yang ujungnya melahirkan sejumlah kekecewaan.

Rasa kecewa ataupun sesal memiliki dua faktor pemicu yang saling mendukung, yaitu faktor di luar dan di dalam diri individu itu sendiri. Faktor pertama merupakan realitas obyektif dan faktor kedua merupakan penghayatan subyektif terhadap realitas tersebut.

Ternyata, tidak semua orang merasa kecewa dalam menghadapi satu peristiwa dan keadaan yang sama – sama tidak diharapkan dan tidak diinginkan. Dengan kata lain, realitas obyektif yang sama belum tentu melahirkan penghayatan subyektif yang sama pada setiap orang. Boleh jadi, suatu kondisi yang tidak sesuai dengan harapan akan melahirkan kekecewaan pada seseorang, namun pada orang lain kondisi tersebut tidak melahirkan kekecewaan.

Jika suatu kekecewaan melanda seseorang, ada dua pilihan yang dapat diambil. Pertama adalah tenggelam dalam kekecewaan yang semakin dalam. Kedua berpikir positif dengan cara menumbuhkan satu kesadaran bahwa segala sesuatu yang telah terjadi pada dirinya pasti mengandung hikmah dan pelajaran bagi kepentingan perjalanan hidupnya.

Kenyataanya, secara keprbadian, ada orang yang mudah kecewa dan ada pula yang tidak. Pada umumnya, orang yang mudah sekali terserang kekecewaan karena persepsinya tentang suatu peristiwa atau keadaan tidak punya landasan atau sandaran keyakinan yang kuat, wawasan yang terbatas dalam memandang masalah dan kurang punya visi ke depan.

Seringkali juga ditemukan orang yang menyederhanakan persepsinya terhadap suatu peristiwa atau keadaan. Misalnya ia menganggap semua orang yang berada di sekitarnya semestinya mengikuti dirinya dengan dasar satu prasangka bahwa dirinya adalah orang yang paling tahu, paling pintar dan paling berkuasa. Persepsi seperti itu akan membuat perasaaannya selalu termanjakan hingga ia beranggapan semua orang tidak berhak melakukan sesuatu yang mengecewakannya. Dengan persepsi semacam itu juga, ia menjadi orang yang bergantung pada anggapan atau prasangkanya, dan menolak segala realitas obyektif yang bertentangan dengan persepsinya tersebut. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan, sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.

Wawasan yang sempit juga akan memperparah perasaan seseorang yang biasa termanjakan. Ibnu Qayyim mengatakan bahwa orang yang sempit wawasan dalam memandang sesuatu, hasilnya bisa lebih parah. Orang yang berwawasan sempit, dalam menghadapi suatu peristiwa atau keadaan yang tidak sesuai dengan keinginannya, tidak dapat melihat adanya alternatif dan jalan keluar.

Kekecewaan pada akhirnya akan melahirkan kecenderungan self possessive dan self protective. Selanjutnya, kondisi tersebut akan mengkristal menjadi kecenderungan menutup diri, tidak mau berteman dengan orang lain, atau mengusir orang yang telah menjadi temannya. Agar rasa aman dan nyaman secara psikologis tetap terjaga, sebagian orang cenderung lebih suka mencari kambing hitam di luar dirinya daripada melakukan instrospeksi diri. Dan bila kecenderungan tersebut dibiarkan berlanjut, dapat membiakan su’udzon (berburuk sangka) kepada semua orang bahkan sampai ke tingkat su’udzon kepada Tuhan.