Jangan Gunakan Fisi Nuklir untuk Pembangkit Energi


Oleh Prof. Parangtopo (alm)

Teknologi nuklir yang kini dipakai dan ditawar-tawarkan negara industri maju kepada negara berkembang, termasuk Indonesia untuk pembngkit listrik adalah fisi (penguraian) nuklir. Dalam hal ini, untuk memutuskannya Indonesia perlu memegang prinsip, bahwa pembangkitan energi fisi hendaknya hanya untuk dipelajari, bukan menggunakan energinya untuk mengejar target kebutuhan listrik. Karena yang perlu dikejar pada masa depan adalah teknologi fusi. Untuk menguasai teknologi fusi itu di kelak kemudian hari, diperlukan pengalaman mengendalikan teknologi energi yang canggih.

Demikian yang disampaikan Prof. Parangtopo (alm) selaku mantan anggota Dewan Pembina HTII (Himpunan Teknik Iluminasi Indonesia) dalam ceramah ilmiah pada Kongres II HTI di kantor Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi Baru (Jakarta, 11 April 1994).

Menurut Parangtopo, energi fusi bila berhasil diaplikasikan dapat menggantikan ebnergi matahari sebagai energi yang tidak ada habis – hibisnya dan sangat murah. Untuk mencapai pemanfaatan teknologi fusi, masih diperlukan waktu kira – kira 50 tahun lagi. “Pada pertengah abad 21, barangkali sudah dapat digunakan energi fusi yang dapat membebaskan dunia dari dampak kerusakan lingkungan hidup”.

Parangtopo berpendapat, “Karena penggunaaan energi yang besar di Indonesia pada masa datang, maka untuk memenuhinya perlu dicari alternatif semurah mungkin dan tidak menimbulkan masalah lingkungan. Kriteria semacam itu hanya dapat dicapai lewat reakti fusi, bukan fisi. Karena itu penggunaaan tenaga nuklir secara besar – besaran sekarang ini masih mengandung resiko besar.

Dari sebab itu, pemenuhan target kebutuhan energi sebaiknya dicari melalui pemanfaatan teknologi lain yang tersdia di pasaran dunia yang masih potensial untuk dikembangakn, yaitu teknologi panas bumi dan fotovaltaik.

Sumber : Buku Gagasan Berharga Parangtopo “Berpikir Jernih Membangun Fondasi Ilmu dan Teknolog”