Triwisaksana : CSR Swasta Dapat Membantu Mengatasi Masalah Sosial
Menekan jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang kini diperkirakan 60.433 jiwa, Pemprov DKI Jakarta segera mendirikan posko pengendali di 48 titik rawan di lima wilayah. PMKS tersebut terdiri dari pengemis, gelandangan, pengamen, WTS, waria, pengedar kotak amal dan lainnya.
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta, Kian Kelana mengatakan, tahap pertama, pos akan didirikan di perempatan Coca-Cola, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Lokasi tersebut dipilih karena selama ini dikenal sebagai tempat mangkal PMKS dari tiga wilayah, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara. Setiap harinya, jumlah PMKS di tempat itu mencapai ratusan orang.
“Kita targetkan akhir akhir bulan ini pos pengendalian PMKS jalanan sudah bisa berdiri di perempatan Coca-Cola. Selanjutnya disusul di wilayah lain hingga jumlahnya mencapai 48 titik,” katanya, kemarin.
Menurut Kian, pos pengendalian PMKS jalanan ini akan diisi oleh petugas gabungan, yang terdiri dari petugas dari Dinas Sosial, Satpol PP, dan dibantu organisasi kemasyarakatan serta tokoh masyarakat. Mereka akan melarang apabila ada PMKS yang hendak melakukan aktifitas di jalanan, seperti mengemis dan mengamen. “Larangan oleh petugas tersebut dilakukan dengan cara persuasif dan komunikatif. Ini untuk menghindari benturan dan kejadian yang tidak diinginkan lainya,”ungkapnya.
Lebih lanjut, Kian mengungkapkan, pendirian pos merupakan bagian dari program penanganan PMKS yang meliputi enam hal. Yaitu, pencegahan, perlindungan sosial, penegakan hukum, rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, dan pembinaan lanjut. ”Sehingga, keinginan Pemprov DKI membebaskan Jakarta dari PMKS di tahun 2011 bisa terwujud,” harapnya.
Sebelumnya, di tahun 2010 lalu, pemprov telah melaksanakan kegiatan pembinaan anak jalanan. Yaitu penempatan tenda dan mobil penyuluhan siosial serta petugas penyuluhan sosial di jalan-jalan atau lokasi strategis komunitas PMKS jalanan. Selain itu, di tahun yang sama, Dinas Sosial juga berhasil membina 12.500 PMKS, terdiri dari 6.500 gelandangan dan pengemis (gepeng) dan 6 ribu anak jalanan (anjal).
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana, menilai razia dan imbauan tidak akan efektif. Menurut dia, penyelesaian bagi PMKS harus dilakukan antar institusi pemerintah dan antar pemerintah daerah. “Harus terintegrasi, selama ini penangananya terpisah-pisah,” katanya.
Dijelaskan Erlangga, PMKS tidak akan berkurang meski diberikan keterampilan. Seharusnya pemerintah juga memberikan modal dan pengetahuan ekonomi, seperti pasar untuk produk usaha mikro, kecil, dan menengah. “Kalau hanya kebijakan yang berjalan saat ini, tidak akan menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Selain itu, sistem administrasi kependudukan juga harus diperbaiki. Yaitu dengan membuat sistem pengendalian penduduk. Dengan begitu, arus urbanisasi bisa dikendalikan. Untuk Operasi yustisi, lanjut Erlangga, masih perlu dilakukan kalau untuk penegakan hukum serta melaksanakan peraturan daerah (perda) dan peraturan gubernur (pergub).
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Triwisaksana mengatakan, Pemprov DKI Jakarta harusnya bisa mendorong partisipasi swasta dalam menangani masalah sosial di Jakarta melalui program corporate social responsibility (CSR) yang dimiliki setiap perusahaan. “Untuk itu kami berharap lebih banyak lagi pihak swasta yang membantu Pemprov DKI mengatasi penyandang masalah sosial seperti anak jalanan. Partisipasi perusahaan swasta untuk membantu mengatasi masalah sosial sangat positif sehingga perlu terus didukung,” tuturnya.