Liburan Akhir Pekan, Kader PKS Ajak Nonton ALNI
Belum lama kita memperingati Hari Film Nasional, kader
PKS Pancoran mengapresiasi positif industri film Tanah Air yang telah mulai
merambah tema – tema non kekerasan, sensual, serta tahayul. Kini banyak
dijumpai tema – tema motivasi, sejarah dan juga kritik sosial pada film – film produksi
nasional.
Oleh karenanya, DPRa PKS Pancoran mengajak para
remaja di lingkungannya untuk bersama – sama menonton bareng (nobar) film
nasional pada jumat kemarin (3/4). Sekitar dua puluh lima orang remaja ikut
nobar dengan kader – kader PKS Pancoran di rumah salah satu kader.
Film yang dipilih saat itu adalah film bertema
kritik sosial berjudul “Alangkah Lucunya Negeri Ini” (ALNI). Film ini dirasa
cocok dan pas dengan situasi dan kondisi bangsa kita saat ini. Dengan sumber
daya alam dan sumber daya manusianya, harusnya bangsa ini bisa menghasilkan
sebuah sinergi besar bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Tapi kenyataannya
sudah ganti presiden baru, rakyat miskinnya
tetap saja masih banyak, pengangguran dimana-mana, tingkat kriminalitas
meningkat, serta masih banyaknya anak-anak yang belum bisa menikmati pendidikan
sebagaimana mestinya. Yang makin menyedihkan, ketika jurang antara yang kaya
dan miskin makin menganga, ketidakadilan semakin meraja lela dimana mereka
dengan modal kecil yang harus selalu dikalahkan. Anggaran mobil pejabat
ditambah, sementara rakyat dibiarkan merasakan kenaikan demi kenaikan harga BBM,
gas, transportasi serta pangan. ALNI
memasukkan banyak kritikan, terutama kepada kebijakan pemerintah, isu
nasionalisme dengan balutan dakwah agama yang cukup kental.
ALNI mencoba membeberkan kegagalan sistem
pendidikan yang tidak mampu menyentuh semua kalangan dan juga belum berhasil
mengentaskan kemiskinan. Dengan alokasi 20% dari APBN untuk pendidikan, mengapa
belum juga terlihat adanya peningkatan kualitas hidup.
ALNI dengan tepat menggambarkan persoalan pokok
dari nasionalisme, bentuk negara dalam kepala warga negaranya. Juga tentang
lagu Indonesia Raya yang kemudian diakhiri dengan “amiiiiin”. Semua
identifikasi yang sangat tepat sasaran bahwa Indonesia Raya masih dalam
perjalanan.
ALNI juga penuh visual cantik yang berbicara banyak
tentang kemiskinan kota. Riuh modernitas dengan semangat rasionalitas kembali
berbenturan dengan segala tingkah yang sangat tidak rasional. Semua visual di
pasar, ramal, obat dan copet adalah sebuah potret modernitas di Indonesia yang
sangat miris.