Ternyata Membersihkan Patung Pancoran Tidak Bisa Hanya dengan Jeruk Nipis



30 kilogram jeruk nipis yang akan dijadikan bahan untuk membersihkan Patung Pancoran harusnya bukanlah satu-satunya bahan yang dipakai. Ada beberapa bahan kimia yang menjadi campuran jeruk nipis itu membersihkan korosi di patung tersebut. "Jeruk nipis itu hanya salah satu dari beberapa bahan pembersihan yang kami pakai, kami ada pakai air, kemudian ada dengan oksidasi," ujar Ahli Konservasi Cagar Budaya, Balai Konservasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Hubertus Sadirin.

Dijelaskannya, jika memang masih ada korosi petugas akan menggunakan perasan jeruk nipis yang dicampur bahan kimia alkali diserol. Kedua bahan ini diyakini mampu menghilangkan korosi yang terjadi akibat zat garam klorida.  "Jadi ada pembersihan kering, basah, jadi tidak hanya pakai jeruk nipis," terangnya. Menurut, Hubertus, pihaknya telah mempertimbangkan dengan matang apapun yang akan terjadi dengan patung tersebut. "Sudah diperhitungkan dahulu semuanya, dampaknya akan seperti apa, bagaimana planning A, atau B nya, selain itu kita pernah aplikasikan ini di beberapa tempat lainnya," ujarnya.

Namun, teknik konservasi dengan memanfaatkan cairan jeruk nipis justru mengundang pertanyaan.  Salah satunya pemerhati cagar budaya dan sejarah, Asep Kambali. 

Asep mengatakan pemilihan jeruk nipis itu mengada-ada. “Jeruk nipis itu asam, memang bisa melunturkan kotoran, tapi untuk bersihkan patung kurang pas karena kotoran yang menempel di Patung Dirgantara bisa dari jamur atau dari yang lainnya, dan patung itu sangat jauh karena dilihat dari bawah. Agak mengada-ada jika pakai teknik jeruk nipis, tetapi mungkin konservatornya punya argumen lain,” kata Asep yang juga pendiri Komunitas Historia Indonesia. 

Dia juga berpendapat sebelum memulai kegiatan pembersihan seharusnya dilakukan penyelidikan menyeluruh. “Ada tekniknya sendiri. Tapi sebelum mulai membersihkan, dilihat dulu apakah lapisan patungnya ada abrasi atau tidak, apakah ada keretakan pada strukturnya. Kalau memang ada, bisa disuntikkan cairan penguat ke bagian yang retak itu,” tutur Asep. yang harus diperhatikan. Menurutnya, untuk membersihkan sebuah benda cagar budaya, seseorang juga harus memiliki pemahaman yang cukup terkait dengan sejarah dan asal usul sebuah benda cagar budaya.

“Benda cagar budaya masing-masing punya kriteria, tahapan, aturan, dan cara-cara konservasi yang berbeda-beda. Kesulitannya harus ada orang yang mengerti betul soal patung itu. Struktur betonnya seperti apa, kapan dibuatnya, bahan patungnya, struktur tulangnya. Ini penting sekali karena Patung Dirgantara dibangun saat zaman Orde Lama, tentunya teknologi pembuatannya berbeda dengan yang ada sekarang,“ ungkap Asep. Faktor manusia Kegiatan konservasi bukan berarti selalu identik dengan pembersihan patung, melainkan lebih kepada pemantauan dan melihat apakah diperlukan tindakan perawatan tertentu pada sebuah benda cagar budaya.

Kemudian dengan kondisi panas di Kota Jakarta yang bersuhu 26-30 derajat celsius, tentunya sebuah patung dengan bahan perunggu seharusnya dikonservasi dalam 6 bulan hingga 12 bulan sekali. “Artinya sudah abnormal, kemungkinan akan lebih cepat rusak,” tambah dia. 

Tidak hanya karena cuaca, faktor manusia juga menjadi ancaman nyata yang menyumbang kerusakan pada sebuah benda cagar budaya. “Faktor manusia sangat berpengaruh, misalnya truk-truk yang melewati kaki-kaki patung bisa memengaruhi strukturnya, pembangunan gedung-gedung bertingkat ketika tiang pancang dibuat akan ada getaran di tanah, serta penyedotan air tanah berlebihan di sekitar lokasi patung,” tegas Asep. 

Dengan demikian, kelestarian sebuah benda cagar budaya dapat disimpulkan juga sangat tergantung kondisi lingkungan sekitar benda itu berdiri. “Intinya, lingkungan sekitar benda cagar budaya harus diperhatikan. Kalau Bung Karno masih hidup, pasti akan bilang kalau flyover di Pancoran itu merusak Patung Dirgantara, esensinya hilang. Kita tidak lagi melihat patung itu dengan perasaan wah, tidak bisa dilihat dengan megah, malah sekarang lihatnya patung itu menghalangi jalan,” tutup Asep.

Ref: