Peran Negara Muslim dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
By Fitra Arsil - @FitraArsil |
Ketika Indonesia memperingati 69 tahun kemerdekaannya, Indonesia berhadapan dengan sebuah peristiwa yang memaksa pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar kepadanya. Peristiwa tersebut justru bertolak belakang dengan apa yang telah diperingati di Indonesia
yaitu pelecehan dan penghinaan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan
suatu negara serta hancurnya hak hidup manusia yang terjadi di Palestina
(Gaza).
Israel telah memperluas pertumpahan darah yang selama ini sudah banyak terjadi dengan mengulangi ekspansinya ke Gaza Palestina. Ironisnya, sekali lagi, dunia menyaksikan tidak ada yang dapat diperbuat oleh PBB, sebuah organisasi yang ingin selalu disebut sebagai penjaga perdamaian dunia. Fenomena ini seakan ingin membuktikan bahwa PBB bukanlah tempat yang tepat untuk berperan melindungi kedaulatan negara-negara muslim, khususnya di wilayah Timur Tengah. Kasus Gaza ini menambah panjang daftar kasus dimana minimnya peran PBB dalam melindungi kedaulatan negara-negara muslim setelah Palestina, Irak dan Iran yang nampaknya juga sedang mengalami proses sama.
Israel telah memperluas pertumpahan darah yang selama ini sudah banyak terjadi dengan mengulangi ekspansinya ke Gaza Palestina. Ironisnya, sekali lagi, dunia menyaksikan tidak ada yang dapat diperbuat oleh PBB, sebuah organisasi yang ingin selalu disebut sebagai penjaga perdamaian dunia. Fenomena ini seakan ingin membuktikan bahwa PBB bukanlah tempat yang tepat untuk berperan melindungi kedaulatan negara-negara muslim, khususnya di wilayah Timur Tengah. Kasus Gaza ini menambah panjang daftar kasus dimana minimnya peran PBB dalam melindungi kedaulatan negara-negara muslim setelah Palestina, Irak dan Iran yang nampaknya juga sedang mengalami proses sama.
Kontribusi Heroik Negara - Negara Arab
Sebagai sebuah negara yang pernah mengalami penjajahan serta penindasan dan kemudian dapat membebaskan diri, Indonesia mempunyai kewajiban besar untuk menunjukkan peranannya dalam persoalan penghinaan kedaulatan negara-negara muslim ini. Apalagi, jika diperiksa, ternyata perjuangan kemerdekaan Indonesia banyak mendapat bantuan signifikan dari negara-negara Muslim, khususnya negara-negara Arab.
Sebagai sebuah negara yang pernah mengalami penjajahan serta penindasan dan kemudian dapat membebaskan diri, Indonesia mempunyai kewajiban besar untuk menunjukkan peranannya dalam persoalan penghinaan kedaulatan negara-negara muslim ini. Apalagi, jika diperiksa, ternyata perjuangan kemerdekaan Indonesia banyak mendapat bantuan signifikan dari negara-negara Muslim, khususnya negara-negara Arab.
Pengakuan kedaulatan Indonesia
pertama kali bukanlah dilakukan oleh negara-negara Barat, apalagi
Amerika Serikat yang sering mengklaim dirinya sebagai promotor kebebasan
dan jaminan hak asasi manusia. Pengakuan kemedekaan Indonesia justru diawali oleh negara-negara muslim yang baru berkembang demokrasinya. Pengakuan kedaulatan Indonesia diawali dari pengakuan Mesir dan kemudian diikuti oleh Syria, Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghanistan.
Liga Arab kala itu melalui sekjennya yang juga pemimpin Mesir
Abdurrahman Azzam Pasha bahkan membentuk sebuah komite khusus yang
beranggotakan tokoh-tokoh berpengaruh di kawasan Arab termasuk di
dalamnya mufti besar Palestina Sayyid Amen Al Husaini. Komite ini
menganjurkan kepada semua negara anggota Liga Arab (Arab League) supaya mengakui Indonesia sebagai Negara merdeka yang berdaulat.
Pengakuan
negara-negara Arab ini ternyata juga diwarnai dengan beberapa peristiwa
heroik yang menunjukkan keseriusan negara-negara Arab dalam membantu Indonesia. Pemerintah Mesir, misalnya, merasa perlu untuk mengirim langsung konsul Jenderalnya di Bombay
yang bernama Mohammad Abdul Mun’im ke Yogyakarta (waktu itu ibukota RI)
dengan menembus blokade Belanda untuk menyampaikan dokumen resmi
pengakuan Mesir kepada Negara Republik Indonesia.
Abdul Mun’im juga menyampaikan dukungan Liga Arab yang merupakan
keputusan sidang Dewan Liga Arab tanggal 18 November 1946 yang antara
lain berisikan bahwa dukungan Liga Arab kepada Indonesia merdeka
didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan.
Presiden Sukarno ketika itu menjawab dukungan Liga Arab tersebut dengan
mengatakan bahwa antara negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin hubungan yang kekal “karena di antara kita timbal balik terdapat pertalian agama”.
Pengakuan dari Mesir kemudian juga diperkuat dengan ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan Indonesia – Mesir di Kairo. Pemerintah Mesir mengundang delegasi Indonesia
untuk hadir ke Mesir untuk memperkuat perjuangan diplomasi di Timur
Tengah dan menandatangani perjanjian. Situasi menjelang penandatanganan
perjanjian tersebut bisa dibilang cukup mendebarkan karena duta besar
Belanda di Mesir ”menyerbu’ masuk ke ruang kerja Perdana Menteri Mesir
Nokrasi Pasha untuk mengajukan protes sebelum ditandatanganinya
perjanjian tersebut. Duta besar Belanda bahkan mengingatkan Mesir
tentang hubungan ekonomi Mesir dan Belanda serta janji dukungan Belanda
terhadap Mesir dalam masalah Palestina di PBB. Namun Nokrasi Pasha
menjawab dengan berani ancaman Belanda dengan mengatakan ”menyesal kami
harus menolak protes Tuan, sebab Mesir selaku negara berdaulat dan
sebagai negara yang berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung
perjuangan bangsa Indonesia
yang beragama Islam. Ini adalah tradisi bangsa Mesir dan tidak dapat
diabaikan.” Sebelumnya di Istana Qasr Abidin, Raja Farouk juga
menyampaikan alasan dukungan Mesir dan Liga Arsb kepada Indonesia dengan
mengatakan ”karena persaudaran Islamlah, terutama, kami membantu dan
mendorong Liga Arab untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan
mengakui kedaulatan negara itu”
Akibat
dari adanya pengakuan ini telah memuluskan perjuangan Indonesia
selanjutnya, khususnya di dunia internasional dan meyulitkan posisi
Belanda karena negara itu selalu mempropagandakan kepada dunia
internasional bahwa perselisihan Indonesia-Belanda adalah “masalah dalam
negeri Belanda” Dengan demikian, pihak-pihak lain termasuk Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) menurut pemerintah Belanda tidak boleh campur
tangan dalam perselisihan itu.
Penting
juga dicatat bahwa pengakuan dari negara-negara muslim tersebut datang
pada saat-saat yang genting karena Belanda dan sekutu-sekutunya sedang
melakukan serangan besar-besaran untuk kembali menguasai Indonesia.
Menariknya, Setiap aksi Belanda di tanah air kita yang mengancam
kemerdekaan Indonesia disambut dengan demonstrasi-demonstrasi anti
Belanda di negara-negara Timur Tengah, seperti yang kini banyak
dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam di tanah air dalam merespon
setiap kondisi di Timur Tengah.
Selain soal pengakuan, terdapat pula bantuan konkret yang dilakukan tokoh Muslim di India dalam rangka mendukung Indonesia
mempertahankan kemerdekaannya. Pada tanggal 8 November 1945, Masyumi,
partai yang waktu itu merupakan wadah berhimpun seluruh aspirasi politik
umat Islam di Indonesa, menghubungi Muhammad Ali Jinnah (tokoh Muslim
India yang kelak mendirikan negara Pakistan) dan Pandit Javahar Lal
Nehru, meminta intervensi mereka dalam keterlibatan tentara Inggris asal
India dalam pasukan sekutu yang terlibat dalam konflik dengan
pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia. Ali Jinnah ternyata menjawab
permintaan itu dengan segera. Pada 11 November 1945 melalui pidato dari
radio Delhi, Jinnah menginstruksikan agar tentara India Muslim tidak
ikut bertempur melawan pejuang Indonesia. Akibatnya, empat
hari kemudian, 400 orang tentara India Muslim melakukan disersi. Di
Surabaya disersi itu melibatkan Kapten Mohammad Zia Ul-Haqq yang
belakangan menjadi Presiden Pakistan. Pada 8 November itu juga Masyumi
menghubungi Raja Ibnu Suud dan memohon agar beliau memaklumkan
kemerdekaan Indonesia kepada jama’ah haji yang sedang wuquf di Padang
Arafah dan meminta agar jama’ah haji mendoakan perjuangan bangsa
Indonesia.
Urgensi Solidaritas
Terjadinya
peristiwa-peristiwa heroik seperti yang disebut di atas ternyata
memiliki motif yang sama yaitu motif solidaritas sesama negara muslim.
Dalam kondisi sekarang ini motif yang sama seharusnya juga menjadi
faktor penting dalam kebijakan Indonesia menghadapi situasi di Gaza -
Palestina. Negara-negara Timur Tengah pernah menunjukkan diri sebagai
‘sekutu’ Indonesia dalam perjuangannya sehingga balasan serupa wajar
diterima oleh sesama ‘sekutu’. Artinya, khusus Indonesia, membantu
negara-negara di Timur Tengah bukan lagi hanya karena faktor kemanusian,
keadilan, komitmen kebebasan tetapi lebih dari itu karena Indonesia
juga merupakan negara muslim dan mendapatkan kedaulatannya dengan
bantuan negara-negara muslim di Timur Tengah
Di
lain pihak, dalam kasus Israel, Amerika Serikat dan negara-negara Barat
lainnya dapat dilihat telah menjadi sekutu yang konsisten bagi Israel.
Ketika Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948
pada pukul 18.01. Sepuluh menit kemudian, pada pukul 18.11, Amerika
Serikat langsung mengakuinya, tentu ini merupakan suatu posisi yang
sangat berpihak dan putusan yang cenderung emosional. Dan kemudian
pengakuan atas Israel juga dinyatakan segera oleh Inggris, Prancis dan
Uni Soviet. Hingga kini pun Amerika Serikat tetap terus mendukung
Israel. Kemandulan PBB dalam menyikapi agresi Israel tidak lain juga
karena Amerika menghabiskan hak vetonya untuk menentang setiap sikap PBB
yang akan menahan gerak agresi Israel.
Paparan
sejarah keterlibatan negara-negara muslim dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia, telah menambah satu lagi alasan bagi rakyat dan pemerintah
Indonesia untuk mengambil peran lebih besar dalam menghadapi
kesewenang-wenangan Israel. Peranan yang diharapkan tentu bukan lagi
hanya sekedar turut serta mengutuk dan menyesali tindakan Israel dengan
kata-kata. Sudah lama terbukti lembaran-lembaran kutukan tidak pernah
bisa menghentikan agresi Israel. Momentum peringatan kemerdekaan
Indonesia seharusnya mengingatkan bahwa perjuangan merebut hak kebebasan
tidak akan pernah bisa tanpa kebersamaan dan keterlibatan pihak
eksternal. Kini gilirannya Indonesia membuktikan menjadi kawan yang
kritis namun konsisten dan berani bagi negara-negara muslim lainnya.