Sudin Jaksel Dzalim, Tukang Sampah dan Penyapu Jalanan Ditunda Honornya dan Ditarik Pungli

Persoalan sampah sepertinya sulit terselesaikan di Kawasan Jakarta Selatan. Apalagi suku dinas kebersihan Jakarta Selatan sangat rawan dengan pungutan liar (pungli). Seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di Pengadegan, Jakarta Selatan yang diyakini kerap terjadi praktik pungli.  Sumanto, seorang pembuang sampah yang ditemui Harian Terbit, Minggu (1/6) menyatakan pembuangan sampah di pengadegan mematok setiap gerobak yang akan membuang sampah dikenakan biaya perbulan Rp300 ribu. "Dikenakankan dengan biaya bermacam-macam. Sampai 300 ribu satu gerobak perbulanya. Ada juga yang 100 ribu, dan juga yang berbentuk motor itu dikenakan sampai 150 ribu,"ujar  Sumanto. Menurutnya, gerobak yang membuang sampah di Pengadegan bisa sampai 300 gerobak dan yang mengelolah ada oknum berinisial H. "Hitung aja mas kalau 1 gerobak Rp.300 ribu kalau sebulan di kali 300 berarti 90 juta untuk gerobak. Belum yang berbentuk motor dan gerobak kecil. Disana ada yang mengelola mas," ujarnya.

Di lain kesempatan, Harian Terbit juga mewawancarai petugas kebersihan daerah Tebet, Jakarta Selatan Haryanto (49). Dia menuturkan kalau dirinya sudah dua bulan tidak menerima gaji. "Saya belum digaji dua bulan april dan Mei. Saya bingug mas, untuk bayar kontrakan aja saya ngutang nih mas," ungkap Haryanto kepada Harian Terbit, saat ditemui di Tebet, Minggu (1/6). Pria yang memiliki 3 anak ini mengaku mendapat honor Rp80 ribu perhari. "Janjinya tgl 6 Juni ini gajian dan akan dirapel. Tapi palingan meleset lagi," imbunya. Haryanto mengaku sangat kecewa dengan pemerintah karena ia mengaku sudah bekerja dengan giat. "Saya tidak ada libur, setiap hari kerja menyapu jalan. Saya juga bingung kenapa gaji bisa lambat seperti ini dan dirapel lagi," ungkapnya. Dia berharap, pemeritah memperhatikan rakyat kecil seperti dirinya. "Kami ini seperti tidak dirawat. Tapi tetap saja gaji kadang dapat dan tidak. Jadi pusing saya. Buat makan aja susah. Saya ini sudah puluhan tahun bekerja jadi pembersih di jalan," ujarnya.

Di tempat yang berbeda RH (38) ibu dua anak ini yang sudah hampir 10 tahun membersihkan jalan di daerah Pancoran, Jakarta Selatan, mengaku kalau gaji tetap diberikan. "Ya, gaji sih tetap diberikan. Tapi kami diwajibkan memberikan Rp.200 ribu tiap bulan," ungkapnya. Ibu yang mengaku telah menjanda ini berharap pemerintah memperhatikan rakyat kecil seperti dirinya. "Ya, sudah kecil gaji kami. Mau gimana lagi cuma ini yang bisa saya kerjakan,"tandasnya.

Selain mengeluhkan tanggal gajian yang tidak pasti, pekerja harian lepas yang bekerja sebagai penyapu jalan di kawasan Pancoran juga mengaku sering ada pungli (pungutan liar) dari oknum petugas Suku Dinas Kebersihan Jakarta Selatan. Tidak main-main, uang yang diminta mencapai Rp 200.000. "Di Pancoran (praktiknya) parah, harus bayar Rp 200.000. Belum dia harus ngasih lagi," ujar salah satu penyapu jalan berinisial Ir di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2014).  Menurut dia, perbuatan tersebut dilakukan oknum dari Suku Dinas Kebersihan Jakarta Selatan. Pungutan tersebut diminta dari para penyapu di kawasan Pancoran. Mereka juga diminta untuk tutup mulut terkait aksi pungutan liar tersebut.  "Penyapu tidak boleh ngomong kalau Sudin minta Rp 200.000 dari Pancoran. Kasihan kan. Dari Sudin-nya dicarikan Rp 200.000, belum pengawas, dikasih Rp 100.000, kadang-kadang nggak mau," ujarnya. 

Kendati menerima gaji per bulan Rp 2.400.000 secara utuh, para penyapu jalan harus memberikan uang pungli secara tunai kepada para oknum tersebut. "Kami terima penuh Rp 2.400.000, cuma karena ini jadi kami terima Rp 2.200.000," ujarnya lagi.  Ir mengaku, karena terlambatnya menerima gaji, dia terpaksa harus mengutang. Adanya pungli  ikut membebani keuangan rumah tangganya. Ir dan para pekerja lainnya diberi pesan agar tidak menjawab pertanyaan seputar gaji dan pungutan liar tersebut.  "Dipesan-pesankan. Siapa pun nanya, atau wartawan bertanya, jangan sekali-kali menjawab," ujar Ir. Dia mengaku, bila mengadu, mereka akan diberhentikan pekerjaannya sebagai penyapu jalan. Ir juga meminta agar Pemprov DKI Jakarta bisa melakukan peninjauan langsung terkait kasus pungli ini. Dia mengaku berani membuka praktik gelap tersebut karena kesal gaji dari hasil kerja kerasnya harus dipotong petugas itu. "Semoga nggak ada lagi yang kayak gini (pungutan liar)," ujarnya.

Referensi :