EKONOMI YANG MEMBAHAGIAKAN
Oleh M. Anis Matta |
Umar bin Abdul aziz muncul di persimpangan sejarah umat
Islam di bawah kepemimpinan dinasti Bani Umayyah. Pada penghujung abad pertama hijriyah, dinasti
ini memasuki usianya yang keenam puluh, atau dua pertiga dari usianya, dan
telah mengalami pembusukan internal yang serius. Umar sendiri adalah bagian
dari dinasti ini, hampir dalam segala hal. Walaupun pada dasarnya ia seorang
ulama yang telah menguasai seluruh ilmu ulama – ulama Madinah, tapi secara Pribadi
ia juga merupakan symbol dari gaya hidup dinasti Bani Umayyah yang korup, mewah
dan boros.
Itu membuatnya tidak cukup percaya diri untuk memimpin
ketika keluarga kerajaan memintanya menggantikan posisi Abdul malik bin Marwan
setelah beliau wafat. Bukan saja karena persoalan internal kerajaan yang
kompleks, tapi juga karena ia sendiri merupakan bagian dari persoalan
tersebut. Ia adalah bagian dari masa
lalu. Tapi pilihan atas dirinya, bagi keluarga kerajaan, adalah sebuah
keharusan. Karena Umar adalah tokoh yang paling layak untuk posisi ini.
Ketika akhirnya Umar menerima jabatan ini, ia mengatakan
kepada seorang ulama yang duduk disampingnya, Al-Zuhri, “Aku benar – benar takut
pada neraka.” Dan sebuah rangkaian
cerita kepahlawanan telah dimulai dari sini, dari ketakutan pada neraka, saat
beliau berumur 37 tahun , dan berakhir dua tahun lima bulan kemudian, atau
ketika beliau berumur 39 tahun dengan sebuah fakta reformasi total telah
dilaksanakan, keadilan telah ditegakan, dan kemakmuran telah diraih. Ulama –
ulama kita bahkan menyebut Umar bin Abdul Aziz sebagai pembaharu abad pertama
hijriyah, bahkan juga disebut sebagai khulafa rasyidin kelima.
Mungkin indicator kemakmuran yang ada ketika itu tidak akan
pernah terulang kembali, yaitu ketika para amil zakat berkuliling di
perkampungan – perkampungan Afrika, tapi mereka tidak menemukan seorang pun
yang mau menerima zakat. Negara benar – benar mengalami surplus, bahkan sampai
ke tingkat dimana hutang – hutang pribadi dan biaya
pernikahan warga pun ditanggung oleh negara.
Umar bin Abdul Aziz menyadari dengan baik bahwa ia adalah bagian
dari masa lalu. Ia tidak mungkin sanggup melakukan perbaikan dalam kehidupan Negara
yang luas kecuali kalau ia berani memulainya dari dirinya sendiri, kemudian
melanjutkannya pada keluarga intinya dan selanjutnya pada keluarga istana yang
lebih besar. Maka langkah pertama yang harus ia lekukan adalah membersihkan
dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan. Dengan tekad itulah ia memulai
sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah.
Langkah pembersihan diri, keluarga , dan istana ini telah
meyakinkan publik akan kuat political will untuk melakukan reformasi dalam
kehidupan bernegara, khususnya dalam pembersihan KKN. Sang pemimpin telah
menunjukan tekadnya dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan.
Langkah kedua yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz adalah
penghematan total dalam penyelenggaraan Negara. Langkah ini jauh lebih mudah disbanding
langkah pertama, karena pada dasarnya pemerintah telah menunjukan
kredibilitasnya di depan public melalui langkah pertama. Tapi dampaknya sangat
luas dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang terjadi ketika itu.
Langkah ketiga adalah melakukan redistribusi kekayaan Negara
secara adil. Dalam konsep distribusi zakat, penetapan delapan objek penerima
zakat atau mustahiq sesunguhnya
mempunyai arti bahwa zakat adalah bentuk subsidi langsung. Jadi pola distribusi zakat bukan hanya
berdampak pada hilangnya kemiskinan absolute, tapi juga dapat menjadi faktor stimulant
bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat makro. Itulah yang terjadi di masa Umar bin
Abdul Aziz. Jumlah pembayar zakat terus meningkat sementara jumlah penerima
zakat terus berkurang bahkan habis sama
sekali.
Sejarah adalah cermin yang baik, yang selalu mampu member kita
inspirasi untuk menghadapi masa – masa sulit dalam hidup kita. Seperti juga
saat ini, ketika bangsa kita sedang terpuruk dalam krisis. Ini mungkin saat
yang tepat untuk mencari sepotong masa dalam sejarah, dengan latar persoalan –
persoalan yang tampak mirip dengan apa yang kita hadapi, untuk kemudian
menemukan kaidah permanen yang mengatur dan mengendalikannya.
Ketika Rasulullah SAW menyatakan sebuah ketetapan sejarah,
bahwa di ujung setiap putaran seratus tahun Allah SWT akan membangkitkan
seorang pembaharu yang akan memperbaharui kehidupan keagamaan umat ini. Dari titik
terendah dari masa penurunuan itulah Allah SWT akan membangkitkan seorang
pembaharu yang menjadi lokomotif reformasi dalam kehidupan masyarakat.
Referensi : Buku Dari Gerakan ke Negara karangan M. Anis Matta hal 251 - 258