EKONOMI PENGETAHUAN : REJUVENASI TEORI EKONOMI PEMBANGUNAN

Pada tahun 1973, penulis masih seorang dosen muda di ITB. Menanggapi permintaan Universitas Kebangkitan Malaysia (UKM), Rektor ITB kala itu, yakni Profesor Dodi Tisna Amijaya, meminta penulis agar membantu mempersiapkan sejumlah dosen ITB untuk diberangkatkan ke Malaysia. Sebagai bagian dari kisah tersebut, sulit bagi penulis untuk menutupi perasaan bangga terhadap fakta : Sumber Daya Manusia (SDM) terdidik kita pernah jauh menggungguli negeri jiran itu.


Pada 1980, penulis lantas bergabung dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Seperti ITB, institusi ini menyimpan begitu banyak SDM – SDM Indonesia unggulan. Di bawah kepemimpinan Menristek B.J habibie saat itu, lebih dari 300 mahasiswa Indonesia di kirim ke universitas – universitas terbaik Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang melalui program STAID, OFP, dan STMD. Bagaikan rangkaian gerbong kereta api kilat, gerakan ini memperkuat SDM Indonesia menjadi modal manusia (human capital) penggerak pembangunan ekonomi pengetahuan di negeri ini.


Pada saat itu pula dibangun dan dikembangkan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (puspitek) di Serpong Tangerang. Para intelektual muda juga disediakan wahana – wahana “bermain” dan berkreasi yang beragam di luar Puspitek. Sebut saja Nurtanio (sekarang PT DI), PT PAL, PINDAD, INKA, LEN, dan lain sebagainya, yang kesemuanya tergabung dalam dalam Badan Pengelolaan Induistri Strategis (BPIS). Di wahana inilah, proses transformasi teknologi industri berlangsung guna meningkatkan proses nilai tambah di sektor produksi.  Pada gilirannya kehadiran industry – industry strateis ini kian memperkuat proses kebangkitan kekuatan daya saing Indonesia. Tak heran jika Bank Dunia menobatkan Indonesia, setidaknya hingga 1995-an, sebagai salah satu “Macan Asia” di bidang ekonomi.


Namun predikat “Asian Tiger” luruh manakala krisis finansial yang berkembang menjadi krisis multidimensi, menggulung Indonesia pada 1998. Dalam badai krisis multidimensi inilah pengembangan kualitas human capital Indonesia terganjal bahkan mengalami kemerosotan. 


Sementara kemerosotan human capital Indonesia tak lagi tertahankan, terus menggelinding dan membesar bagaikan bola salju. Hingga akhirnya satu dasawarasa kemudian kondisi suram ini bagai menemui titik balik kebangkitannya. Inilah manakala Pemerintah Indonesia mulai berkonsentrasi untuk meningkatkan anggaran pendidikan 20 persen dan mengupayakan pemulihan infrastruktur iptek, melalui program – program bervisi jangka pendek, menengah dan panjang nasional (RPJMN 2025)


Teknologi dan Pengetahuan kelak akan menjadi darah segar bagi perekonomian dunia. Kita telah menyaksikan, terutama sejak paruh kedua abad ke-20, bahwa teknologi dan pengetahuan baik secara sendiri – sendiri maupun kombinasi anatar keduanya telah berevolusi sedemikian rupa sehingga menjadi motor penggerak tumbuhnya aktivitas ekonomi, baik di tingkat individu, perusahaan, komunitas, maupun negara.


Strategi ekonomi pembangunan yang tepat seyogyanya memanfaatkan pengetahuan dan inovasi yang berfokus pada bauran (mix-match) dari comparative advantages dan competitive advantages sekaligus.


Sistem inovasi yang efisien secara laten dan gradual akan mengarah pada perubahan dari dalam secara “destruktif-kreatif” di setiap elemen struktur ekonomi suatu Negara. Yakni menghancurkan elemen – elemen struktur ekonomi lama untuk menghasilkan suatu elemen – elemen struktur ekonomi baru. Proses destruktif-kreatif ini merupakan hal nyata yang berlangsung dalam aktivitas ekonomi pembangunan berbasis pengetahuan suatu negara, tanpa akhir dan tanpa batas serta mampu melampaui hambatan – hambatan yang membatasi.


Evolusi pengetahuan dan teknologi menjadi kekuatan daya saing suatu Negara kelak secara mumpuni dapat meningkatkan kesejahteraan warganya dan meminimalkan perbedaan kemajuan ekeonomi pembangunan antar negara.          

Referensi : Knowledge & Inovation Platform Kekuatan Daya Saing  karangan Prof. Zuhal  hal 456 - 463