Selamat Nurdin : Perjuangkan Nasib Pengusaha Ayam Jakarta
Perjuangan para pedagang dan pengusaha ayam yang beberapa kali menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menuntut penolakan relokasi akhirnya membuahkan hasil. Ya, setidaknya hal tersebut tercermin dari sikap DPRD DKI Jakarta yang merekomendasikan untuk menunda pelaksanaan relokasi hingga September mendatang.
Padahal, pelaksanaan relokasi pedagang ayam di pasar-pasar tradisional dan pemukiman seyogyanya akan dilakukan pada April. Penundaan relokasi bertujuan memberikan waktu kepada DPRD bersama eksekutif dan perhimpunan pedagang ayam serta pakar perunggasan untuk bertemu menelaah dan mengkaji pasal-pasal dalam Perda No 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas serta Pergub No 1909 Tahun 2009 tentang Lokasi Penampungan dan Pemotongan Unggas.
Rekomendasi tersebut muncul saat pertemuan antara Komisi B DPRD DKI Jakarta dengan Himpunan Pedagang Unggas Jakarta bersama Kepala Dinas kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, Edy Setiarso, di ruang rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta.
Hampir terjadi kericuhan saat pertemuan tersebut berlangsung lantaran pedagang ayam merasa tidak puas dengan keputusan Komisi B untuk memberikan surat jaminan keamanan bagi para pedagang agar tidak mengalami intimidasi dari berbagai pihak. Beberapa pedagang berebutan menginterupsi Ketua Komisi B, Selamat Nurdin, yang akan menutup jalannya pertemuan. Namun, suasana tegang mencair setelah Selamat Nurdin memberikan kesempatan lima pedagang berbicara menyampaikan aspirasinya.
Selamat Nurdin menegaskan, Komisi B telah melayangkan surat rekomendasi tentang penundaan pelaksanaan relokasi pedagang ayam pada April mendatang serta akan melakukan telaah dan kajian terhadap isi Perda No 4/2007 dan Pergub No 1909 tahun 2009 kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Ferial Sofyan. Alasan penundaan relokasi dikarenakan aspirasi dari pedagang. Selain itu dari hasil pantauan persiapan di lapangan, lima rumah pemotongan ayam resmi belum maksimal atau belum siap seratus persen.
“Jadi kita surati Ketua DPRD agar segera menyurati Gubernur untuk menunda enam bulan sampai menunggu analisa konten Perda dan Pergub bersama denga para pakar perunggasan dan perwakilan pedagang ayam,” ujar Selamat Nurdin, di ruang rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta.
Analisa konten Perda dan Pergub ini dilakukan karena kedua peraturan tersebut tidak bisa dibatalkan dengan tiba-tiba, melainkan harus ada mekanisme yang harus dilalui terlebih dahulu. Misalnya melalui penelahaan dan pengkajian secara objektif dari sisi sosial dan ekonomi. Jika ternyata tidak signifikan pelaksanaan relokasi, maka Perda harus diubah dan Pergub No 1909 tahun 2009 bisa batal.
Selamat menetapkan diskusi pakar bersama eksekutif, pedagang ayam dan Komisi B akan dilaksanakan hari Selasa (23/3) mendatang. Diskusi akan membahas analisa konten Perda dari sisi sosial san psikologis. “Tiap perhimpunan pedagang ayam akan ada perwakilan 3 orang. Tidak boleh demo, tapi kalau unjuk rasa dilakukan maka diskusi kita bubarkan,” tegasnya.
Selamat menegaskan Perda No 4 tahun 2007 merupakan produk hasil kerja sama antara dewan dan pemprov, sehingga penyelesaian permasalahan ini tidak hanya dapat diselesaikan ditangan Pemprov DKI saja.
Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, Edy Setiarto mengajak kepada seluruh pedagang ayam untuk bertemu dan membahas pelaksanaan Perda dan Pergub tersebut. Menurutnya, relokasi menguntungkan baik dari faktor unggas, pengusaha atau pemotong ayam, konsumen, dan lingkugan sekitarnya.
“Rencana ini sudah dipertimbangkan dengan matang supaya tidak saling membunuh. Makanya pedagang ayam akan disatukan dan dibina. Relokasi justru mengangkat pengusaha dan lingkungan sekitar begitu juga dengan kualitas ayam,” kata Edy.
Sedangkan Ketua Himpunan Pedagang Unggas Jakarta, Siti Maryam, mengatakan, relokasi pedagang ayam akan menambah biaya usaha, karena harus membeli tambahan alat pendingin, tenaga ekspedisi, dan tenaga packing (kemas). Dikhawatirkan dengan adanya relokasi, sekitar 64 ribu pedagang ayam beserta dengan 75 ribu karyawannya akan mengalami penutupan usaha, akibatnya menambah jumlah pengangguran di Jakarta.
Karena itu, dia mengajukan pasal-pasal yang harus direvisi dalam Perda No 4 Tahun 2007 yakni pasal 2 tentang kondisi kandang harus berjarak 25 meter dari pemukiman. “Peraturan itu hanya berfungsi kepada peternakan ayam bukan untuk pedagang ayam. Karena biasanya ayam di pasar akan habis dalam dua hari,” ungkap Siti. Selain itu, pasal 3 tentang tindakan penutupan dan penyitaan unggas pangan, kemudian pasal 6 dan 7 serta pasal 13 dan 14 tentang sanksi berupa denda dan kurungan juga dinilai terlalu berat oleh para pedagang dan perlu dilakukan revisi.
sumber : http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=37981