TB Sumandjaja : Kesederhanaan Anggota DPR RI


Jamaah shalat Subuh baru saja bubar. Sinar matahari pagi belum muncul. TB Sumandjaja sudah keluar dari rumahnya di Kampung Salabenda, Bogor, Jawa Barat.
IA menyetop angkutan kota (angkot) yang melintas di depan rumahnya. Kendaraan itu akan membawanya ke Stasiun Cilebut. Dari stasiun, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menumpang KRL ekonomi jurusan Bogor-Kota. Ia turun di Stasiun Cawang Atas dan cukup membayar tiket Rp 2 ribu. Sampai di Cawang dilanjutkan naik bus untuk sampai ke gedung DPR. “Kalau tidak ada bus umum, saya sering numpang bus Kementerian Kehutanan,” kata anggota Komisi 11 DPR ini. Sumandjaja sengaja memilih nebeng bus Kementerian Kehutanan ini karena lewat di depan gedung DPR.

Pukul 07.00 WIB. Sumandjaja sudah tiba di DPR untuk mengikuti rapat internal Fraksi PKS. “Itu rutinitas saya selama menjadi anggota DPR,” ujar Wakil Ketua Pansus RUU Keprotoko- lan ini. Namun saat ini DPR tengah reses. Untuk sementara. Sumandjaja tak perlu keluar rumah pada pagi buta untuk mengejar kereta agar tak terlambat sampai di DPR. Sumandjaja mengaku lebih senang menggunakan angkutan umum ketimbang menggunakan kendaraan pribadi untuk ngantor ke Senayan. Dengan menumpang kendaraan umum, dia bisa berinteraksi dengan anggota masyarakat. Selain itu, biayanya lebih irit dibandingkan membawakendaraan pribadi. Ia pun tak perlu capek-capek nyetir. Hanya bila ada keperluan mendesak saja Sumandjaja menggunakan kendaraan pribadi untuk sampai ke DPR. Sumandjaja memiliki dua kendaraan yakni Toyota Rush dan Suzuki APV. “Mobil APV itu belum lunas masih kredit hingga sekarang,” kata ketua Fraksi PKS di MPR ini. Sementara Toyota Rush dibeli secara tunai setelah dia menjual kendaraan terdahulu, Suzuki Katana.

Ketua Kelompok IV Tim Sosialisasi MPR ini punya pengalaman tak mengenakkan naik kendaraan umum. Telepon genggamnya tertinggal di angkot saat berkunjung ke suatu daerah di Kabupaten Bogor. Telepon genggam yang hilang merek Nexian dan Nokia model lama. “Hilangnya Minggu kemarin,” kata ketua Komisi Konstutisi dan Legislasi MPP PKS ini. Tersadar dua telepon genggamnya tertinggal di angkot, Sumandjaja mengejar dengan menumpang ojek. Naas, angkot tersebut tak berhasil ditemukan. Kehilangan telepon genggam tentu menyulitkan Sumandjaja untuk berkomunikasi. Agar tetap bisa halo-haloan, ia meminjam handphone anaknya. “Mudah-mudahan Minggu depan sudah bisa membeli baru lagi dan handphone anaknya sudah bisa dikembalikan lagi,” kata Sumadjaja.

Pengalaman tak mengenakkan lainnya yakni digeledah oleh Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR. Ceritanya, Sumandjaja yang masih dalam kondisi mengantuk turun dari bus di depan gerbang DPR. Malam sebelumnya dia bergadang karena harus menyelesaikan tugas-tugas di rumah. Begitu melewati gerbang, petugas Pamdal menghampiri-nya. Sumandjaja ditanyai macam-macam. Karena datang jalan kaki, dia dikira tamu. Tak hanya itu, petugas itu menggeledahnya. Sumandjaja diminta memperlihatkan semua isi tasnya. Karena tak menemukan barang-barang yang mencuri-gai, Sumandjaja diminta memperlihatkan identitas.
“Langsung saya kasih ID Card anggota DPR saya. Setelah tahu mereka bahwa saya anggota DPR akhirnya mareka meminta maaf ke saya,” kenangnya waktu itu. Sumandjaja berharap petugas Pamdal tidak seenaknya menggeledah tas orang yang akan masuk ke dalam gedung DPR sebelum lebih dulu menanyakan identitas. “Kalau asal geledah kemudian ternyata tahu bahwa yang digeledah anggota DPR kan mereka malu sendiri,” kata anggota DPR dua periode ini.

Sumandjaja adalah anggota DPR periode 1999-2004 dan periode 2009-2014. Sedangkan pada periode 2004-2009 dirinya ditunjuk oleh partai untuk menjadi tenaga ahli di DPR.
Aktivitas DPR yang padat kerap membuat Sumandjaja tak punya cukup untuk pulang ke rumahnya di Bogor. Ia sering menginap di ruangan kerjanya di ruangan 305 Gedung Nusantara I bila pekerjaannyasedang menumpuk sementara besoknya ada sidang pagi hari.
Sebelum tidur, sambung Sumandjaja, dirinya terlebih dulu melapor ke Pamdal agar tak terjadi kesalahpahaman seperti kejadian penggeledahan di gerbang DPR. Di mana dia tidur? Sumandjaja mengatakan dia tidur sekenanya saja. Kadang di sofa. Kadang di lantai ruang kerjanya yang dilapisi karet. Tentu saja tanpa bantal dan guling. “Saya langsung tidur miring di karpet saja dan tidur pulas sampai pagi,” katanya.
Beberapa kali dia tidur di ruang rapat Fraksi PKS di lantai yang sama, la memilih tidur di situ karena ruangannya lebih lebar. Untuk alas tidur. Sumandjaja memanfaatkan karton bekas yang banyak menumpuk di ruangan tersebut. Biasanya, bila menginap di kantor Sumandjaja ditemani asisten pribadi dan office boy yang memang sehari-hari tidur di situ. “Tapi, saya juga sering tidur sendirian,” katanya.

sumber : Rakyat Merdeka, 4 Januari 2011