KURIKULUM BARU JELANG PEMILU, KAMI DIPAKSA SETUJU ?

Desakan kepada pemerintah untuk menunda kurikulum 2013 disampaikan oleh beberapa kalangan dari Kaum Muslim, Komunitas Katolik, Komunitas Prostestan dan lainnya. Desakan itu juga datang dari berbagai organisasi guru seperti Ikatan Guru Indonesia, Federasi Guru Independen, Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Aliansi Revolusi Pendidikan, hingga Koalisi Tolak Kurikulum 2013.

Jeirry Sumampow, pemerhati Pendidikan mengatakan pembuatan kurikulum 2013 tanpa perencanaan matang dan studi evaluasi terhadap efektifitas atau kegagalan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). "Pendidikan kita jadi tidak maju karena perubahan kurikulum 2013 lebih didasari motif kekuasaan dari pada proses pencerdasan bangsa," ujar Jeirry.

Fakta di lapangan menunjukan para guru tidak siap mengimplementasikan kurikulum 2013. Pelatihan yang disiapkan dalam dua bulan bagi guru untuk mengimplementasikan kurikulum di kelas I da IV SD, kelas VII SMP, dan kelas X SMA/SMK tidaklah realistis.

"Para guru hanya akan disiapkan untuk menghafal buku pegangan guru. Padahal, penerapan kurikulum 2013 perlu mengubah paradigma guru dan kultur mendidik guru. Penerapan yang tergesa - gesa hanya kesia-siaan dan menghambur uang rakyat," kata Romo Benny Susetyo. 

Dalam berbagai sosialisasi pemerintah hanya memaparkan perubahan kurikulum 2013 secara umum lewat power point saja. Pemerintah tidak berani membuka kepada publik tentang Dokumen Kurikulum 2013, termasuk soal kompetisi isi kompetensi dasar. Materi - materi dalam kurikulum 2013 mereduksi akal sehat ke dalam ketaatan yang buta. Materi - materi dalam kurikulum 2013 bertolak belakang satu sama lain dengan logika akal sehat. Kurikulum 2013 ini lemah dalam pengaitan secara ilmiah dengan ilmu pendidikan, psikologi perkembangan hingga filsafat.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh menyatakan bahwa para pengkritik kurikulum 2013 itu tidak memahami konsep kurikulum. Termasuk Moh. Nuh juga mempertanyakan kenapa hanya fraksi PKS saja yang tidak setuju kurikulum 2013, sementara semua fraksi setuju pada kurikulum 2013.

Dalam pandangan Mardiatmaja, kurikulum 2013 ini mengandaikan sekolah sebagai pabrik sehingga pemerintah membuat standar operasi prosedur yang harus ditaati karena pemerintah sudah menyediakan. Guru hanya dianggap sebagai karyawan, sedangkan siswa sebagai obyek.

Di dalam rencana kurikulum 2013, semua yang harus dikerjakan guru sudah ditulis dan disiapkan pemerintah, guru hanya tinggal menyampaikan di depan kelas. hal ini karena guru dianggap bodoh, lemah, seakan - akan tidak bisa menyiapkan materi sendiri. Padahal, persiapan mengajar adalah bagian dari mengajar itu sendiri.

M. Ihsan, Sekretaris Jenderal Ikatan Guru Indonesia mengatakan, para guru hanya akan dihadapkan dengan kegagalan implementasi kurikulum, seperti pada kurikulum berbasis kompetensi atau KBK. Sebab, apapun perubahan kurikulum, guru Indonesia tidak pernah disiapkan dengan baik dan tidak didorong menjadi kreatif.

Berbagai alasan yang dikemukakan pihak - pihak yang menolak kurikulum 2013, seperti bila kurikulum 2013 diterapkan, maka ratusan ribu guru - guru akan di-PHK. Mereka akan terancam kehilangan pekerjaan, terhambat karier dan kehilangan  kesempatan mengembangkan ilmunya.  Kurikulum 2013 juga dinilai mengacu pada pemborosan uang rakyat, pembodohan guru. Proses perumusan kebijakan perubahan kurikulum tidak terencana dan terburu - buru, mekanisme perubahan kurikulum tidak mengacu pada standard nasional pendidikan (SNP). Kurikulum 2013 cenderung mematikan kreatifitas guru dan tidak mempertimbangkan konteks budaya lokal, karena guru telah diberikan buku pegangan dan silabus yang isinya sama sekali tanpa memikirkan konteks lokal.

Lima target training master teacher terlalu ambisius, sementara buku untuk guru belum dicetak. Anggaran kurikulum 2013 mencapai angka fantastis yaitu Rp 2,49 triliun, lebih dari setengahnya Rp 1,3 triliun akan digunakan untuk proyek pengadaan buku yang berpotensi dikorupsi. Delapan pengadaan buku untuk kurikulum 2013 merupakan proyek pemborosan, padahal setiap tahun sejak 2008, pemerintah aktif membeli hak cipta buku sekolah elektronik (BSE).

Dua puluh persen APBN dan APBD untuk pendidikan lebih banyak digunakan untuk kegiatan "meningkatkan kapasitas" guru. Padahal dalam kegiatan tersebut ternyata lebih dari separuhnya adalah untuk honor panitia dan uang saku serta konsumsi dan akomodasi panitia.