CITRA PKS TERUS DIGOYANG : DIMUNCULKAN TUDUHAN FITNAH SUAP TERHADAP HAKIM PEMUTUS PK MISBAKHUN



Senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang. Kalimat itulah yang paling tepat untuk mengawali  analisa kita kali ini.

Seperti diketahui, Majelis Hakim Peninjauan Kembali yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota Zaharuddin Utama dan Mansyur Kertayasa memvonis bebas Misbakhun dari hukuman 2 tahun penjara pada Juli lalu. Misbakhun dinyatakan tidak terbukti melakukan pemalsuan letter of credit perusahaan miliknya di Bank Century sebesar US$ 22,5 juta.

Awalnya dilaporkan oleh Sofyan Arsyad
Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman membenarkan ada laporan dari masyarakat mengenai indikasi suap majelis hakim yang memutus Peninjauan Kembali (PK) Muhammad Misbakhun terkait kasus pemalsuan letter of credit Bank Century.  "Pada 20 November 2012, kami menerima laporan dari seorang pelapor," kata Eman di Gedung KY. Pelapor mengetik pengalamannya dalam delapan lembar kertas yang dibubuhi materi dan ditandatangani.

Dalam laporannya tersebut pihak pelapor mengaku mengetahui penyerahan uang senilai Rp1,5 miliar dan  Rp2 miliar, dalam bentuk mata uang asing. Belakangan diketahui pelapor tersebut bernama Sofyan Arsyad. Namanya memang baru kali ini terdengar, ia memang bukan pejabat negara, pegawai negeri, atau pengusaha kelas atas. Di kartu tanda penduduk, lelaki berusia 59 tahun ini hanya mencantumkan pekerjaan: swasta.

Sofyan Arsyad mengaku "tak sengaja" terlibat dalam upaya memuluskan suksesnya PK yang diajukan oleh Misbakhun, karena ia mengenal pengacara yang mengurus perkara tersebut yaitu saudara Lukmanul Hakim.

Mengutip laporan majalah Tempo edisi 3 Desember 2012, Sofyan Arsyad ini gemar berburu uang pecahan lama. Kegemaran inilah yang membuat dia sering berhubungan dengan Lukmanul Hakim, seorang pengacara yang berkantor di kawasan Roxy, Jakarta Pusat.  Keduanya sudah lama saling mengenal karena sama-sama berasal dari Sumatera Selatan.

Menurut Sofyan Arsyad, ia tahu sejumlah detail proses Lukman menyuap dua hakim agung, Mansyur dan Zaharuddin. Karena ia beberapa kali diajak Lukman ikut wara-wiri bertemu dengan sejumlah orang yang ikut "mengurus" perkara itu. Termasuk ikut terlibat dalam proses menyiapkan dana suap miliaran rupiah yang disediakan dalam mata uang dolar untuk dua hakim agung itu.

Sofyan memastikan tak salah mengenali hakim agung yang dituduhnya menerima suap dari Misbakhun. Ia tepat menunjuk wajah Hakim Agung Mansyur saat disodorkan delapan foto oleh Tempo. “Ini orangnya. Mansyur Kartayasa, yang saya temui di Hotel Grand Hyatt,” kata lelaki berusia 59 tahun itu setengah berteriak.

Menurut Sofyan Arsyad, uang suap sebesar Rp 1,5 miliar untuk Zaharuddin Utama yang merupakan hakim anggota perkara Misbakhun diserahkan pada 28 Juni 2012 di kantor Mahkamah Agung. Sementara uang suap sebesar Rp 2 miliar untuk Mansyur Kartayasa diserahkan di rumahnya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, pada 2 Juli 2012, tiga hari sebelum putusan peninjauan kembali.

Laporannya memang sangat menarik karena sepertinya dia tahu betul. Laporan tersebut saat ini sedang ditindaklanjuti oleh Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Suparman Marzuki. "Ini segera dibawa ke Panel. Nanti Panel itu yang memeriksa pelapornya. Kami juga akan klarifikasi berbagai pihak yang mungkin menjadi saksi atau menyerahkan alat-alat bukti," ujarnya.

Selain ke Komisi Yudisial, Sofyan Arsyad juga melapor ke KPK. Di setiap laporannya, ia membubuhkan tanda tangan di atas materai Rp 6.000. “Artinya, saya siap mempertanggungjawabkan dunia-akhirat,” ujar dia.

Majalah Tempo edisi 3 Desember 2012 yang pertama kali memblow up kasus ini menyebut, berdasarkan nara sumbernya, Sofyan Arsad, ada seorang lagi yang berperan membebaskan Misbakhun, yakni seorang pegawai bagian tilang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan bernama Zul Fitria alias Fitri. Judul utama di majalah yang didirikan oleh Goenawan Muhammad  tersebut adalah Operasi Pembebasan Perkara Nomor 47.  

ICW meminta PK diatas PK
"Harus ada terobosan hukum, PK di atas PK," ujar peneliti ICW Emerson Junto. Emerson melanjutkan, walau terkesan tak lazim tapi PK di atas PK ini harus dilakukan. Pasalnya, ia menilai kasus ini tidak bisa dibiarkan, harus dicari kebenarannya. "Sekarang pilihan, lanjutkan kasus atau kita biarkan," ucapnya.

Ia pun berpendapat, bilamana indikasi dugaan penyuapan hakim ini makin santer, Misbakhun bisa dipidanakan. "Kalau memang terbukti, bisa dipidanakan, tapi kembali lagi ke dua pilihan tadi," pungkasnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat bahwa dikabulkannya PK Misbakhun itu tidak wajar. Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho, kepada pers, Minggu 29 Juli 2012 lalu mengatakan, ICW menilai ada kejanggalan di balik kemenangan Misbakhun.

Jika Misbakhun divonis bebas, seharusnya PK yang diajukan Franky Ongkowardjojo, bawahan Misbakhun, juga dikabulkan MA. Tapi anehnya, PK Franky justru ditolak. Perlu dicermati rekam jejak hakim yang memutus perkara ini, apalagi pendapat hakim tidak bulat,
tandas Emerson.

Ini senada dengan pernyataan Andi Arief pada acara di sebuah stasiun televise swasta, beliau menginginkan adanya PK di atas PK untuk kasus Misbakhun ini.

Sudah Ditangani Komisi Yudisial (KY) dan KPK
Jika memang terbukti terjadi praktik suap, Ketua KY Eman Suparman mengatakan bahwa keputusan pengabulan PK terhadap Misbakhun tidak bisa diubah. Pasalnya, keputusan hakim merupakan keputusan yang tetap dan dianggap sebagai sebuah kebenaran. "Tentu keputusan itu tetap harus kita hormati sebab putusan hakim yang dijatuhkan harus dianggap benar dan harus dihormati. Hanya perilaku di balik keputusan itulah kewenangan KY," kata Eman.

"Maka dari itu, laporan si pelapor ini kami telaah dengan seksama, bahkan kami akan memanggil para pihak yang terkait termasuk si pelapor itu sendiri," ujar juru bicara KY Asep Rahmat Fajar saat dihubungi di Jakarta. Asep mengatakan, setelah pemeriksaan terhadap laporan dijalankan, KY akan meneruskan hasil pemeriksaan itu dengan membentuk majelis pleno. "Kemudian kami akan melakukan rapat pleno mengenai laporan itu," kata dia.  Dari 1.357 laporan pengaduan terhadap hakim yang diterima KY selama kurun waktu Januari hingga September 2012, hanya 153 yang diperiksa karena cukup bukti dan kelengkapan administrasi. Jadi pelaporan yang serius dan cukup bukti saja yang akan diproses, pelaporan yang tidak cukup bukti atau karena sentimen pribadi tentu tidak akan diproses.

Sebelumnya majelis hakim PN Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis satu tahun terhadap Misbakhun juga pernah dilaporkan ke KY. Namun pemeriksaan tidak bisa ditindaklanjuti karena tak cukup bukti. 

Demikian juga pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), KPK mengakui sudah menerima laporan dugaan suap 2 Hakim Agung yang menangani perkara Peninjauan Kembali (PK), Misbakhun. KPK siap menindaklanjuti laporan tersebut.  Demikian disampaikan Kepala Bidang Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha. "Kita akan telaah, KPK pasti akan mengusut semua laporan sesuai prosedur," kata Priharsa.

Juru Bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko juga mengatakan pihaknya akan melakukan investigasi terhadap putusan tersebut. Walaupun dua hakim agung yang menangani perkara Peninjauan Kembali (PK) Misbakhun telah dilaporkan ke KPK dengan tudingan suap. Namun hal ini tidak akan membatalkan putusan PK yang membebaskan Misbakhun tersebut.  Demikian diungkapkan juru bicara Mahkamah Agung (MA), Djoko Sarwoko. "Jika hakimnya nanti terbukti bersalah, putusan PK itu tetap tidak bisa dibatalkan atau ditarik kembali," kata Djoko. Kasus dugaan suap itu sudah dilaporkan ke KPK, MA tidak bisa mencampuri. MA melalui bidang pengawasan hanya bisa berkoordinasi," terang Djoko.

Bantahan dari Hakim Pemutus Perkara
Mantan Hakim Agung Mansyur Kertayasa membantah tudingan menerima suap dalam memutuskan perkara Mukhamad Misbakhun, politisi Partai Keadilan Sejahtera. "Tidak benar dan tidak mendasar. Bagi saya ini, satu character assassination, suatu pembunuhan karakter terhadap diri saya," tegasnya di Jakarta. Ia juga mengaku sangat terpukul dengan tudingan yang dialamatkan kepadanya. "Saya sangat terpukul sekali ketika dinyatakan seperti itu," katanya.

Ia mengaku telah menangani sekitar 13.500 perkara sejak masuk MK pada 2003 hingga pensiun pada 6 Juli 2012. Menurutnya, selama itu dirinya sangat konsisten dalam menegakkan hukum dan menjaga nama baik Mahkamah Agung. "Tidak pernah terpikir dalam benak saya untuk memperoleh atau menghubungi orang yang beperkara," ujarnya.  Ia juga mengaku sejak masuk MK, dirinya tidak mau menerima tamu yang berkaitan dengan perkara. "Terpampang depan pintu tidak menerima tamu yang berkaitan dengan perkara," ungkapnya.

Ia juga mengaku tak mengenal  Misbakhun, pengacaranya, apalagi Sofyan Arsyad, orang yang mengungkapkan dugaan suap dalam kasus ini. "Tahu, tapi belum tentu kenal," katanya.  Mansyur juga memastikan tidak ada pertimbangan politik dalam memutuskan PK yang diajukan Misbakhun. "Saya memutuskan berdasarkan hukum dan prinsip-prinsip keadilan yang ditegakkan," tegasnya.

Ia juga tak menampik sering jalan-jalan ke Grand Indonesia seperti dalam tudingan. "Itu lahan publik. Saya suka makan di sana, untuk menghilangkan kejenuhan bekerja. Tapi bukan untuk menjual harga diri," lanjutnya.  Ia juga mengaku terlibat menangani kasus Misbakhun bukan atas keinginannya. Menurutnya, dirinya terlibat berdasarkan penugasan atau penunjukkan sesuai mekanisme. Selain itu, kasus yang berjalan juga telah sesuai dengan proses administrasi. bukan atas kemauan.

Ia mengakui penanganan kasus Misbakhun ini tak mencapai kesepakatan pada saat musyawarah pertama. "Diedar ulang, ketika disidangkan ulang tidak ada kesepakatan, diputus dengan dissenting opinion. Tanggal 5 Juli penetapan oleh ketua majelis, tanggal 6 Juli saya pensiun," ungkapnya.

Perkara bernomor 47 PK/PID.SUS/2012 ini ditangani Hakim Agung Artidjo Alkostar sebagai ketua, dengan anggota Mansyur dan Zaharuddin. Hakim Zaharuddin Utama juga membantah pernah mengenal dan bertemu Lukmanul Hakim. “Saya juga tidak pernah menerima uang itu,” katanya.

Bantahan dari Pengacara Misbakhun
Misbakhun menolak bicara. Dimintai tanggapan, ia meminta pengacaranya, Batara Simbolon, yang bersuara. Batara mengaku tak kenal dengan para penyuap. Katanya, “perkara ini kental politisnya”. "Tidak ada suap," ujar Batara. Menurut Batara, Misbakhun bahkan tidak ada hubungan dengan para hakim sidang PK itu. "Mereka tidak saling kenal," kata Batara.

Batara Tampubolon menilai keterangan Sofyan terkait kliennya sarat politis. Itu gaya baru untuk membungkam Misbakhun. Dua tahun sudah kasus LoC fiktif Misbakhun bergulir. Lebih dari empat bulan pasca-majelis hakim PK membebaskan Misbakhun, baru kemudian hadirlah pengakuan Sofyan Arsyad.

Batara menduga isu ini muncul karena kliennya vokal dalam kasus Century. "Harusnya ditelusuri kenapa dulu dia dihukum, apa karena ada kesalahan atau karena dia vokal soal Century," ujarnya. “Kami merasa aneh. Saat Misbakhun divonis bersalah di tingkat pengadilan negeri sampai banding, tidak ada yang ribut. Kenapa setelah ada putusan PK, banyak yang berkomentar,” imbuhnya.

Diakui Banyak Kejanggalan
Sofyan Arsyad mengaku-aku mengetahui adanya praktik suap untuk memenangkan perkara Peninjauan Kembali (PK) Misbakhun. Laporan tersebut dia kirimkan ke KY dan KPK. Banyak kejanggalan pada laporannya, termasuk Sofyan yang masih misterius hingga sekarang.

Seperti  berbagai informasi yang berkembang belakangan ini, dalam laporan ke KPK, Sofyan Arsyad mengaku menyaksikan sejumlah uang diserahkan ke salah seorang majelis Hakim Agung, Mansur Kertayasa pada 2 Juli 2012. Dalam laporan ke KPK, dia menyatakan tanggal itu adalah 3 hari sebelum vonis bebas Misbakhun diketuk.

Kejanggalan muncul sebab sesuai berkas rapat majelis hakim yang dilihat detikcom bersama wartawan Tempo dan wartawan Metro TV, Selasa (4/11/2012), ternyata rapat majelis putusan PK perkara Misbakhun diketok pada 31 Mei 2012. "Dalam rapat majelis tertanggal 31 Mei 2012, majelis sudah menjatuhkan vonis bebas. Namun karena masih ada satu hakim yang dissenting opinion, maka berkas diedarkan ulang untuk dilakukan musyawarah kembali," kata Mansyur kepada wartawan. Hal ini sesuai aturan yang berlaku di Mahkamah Agung (MA). Lantas, dilakukan kembali rapat majelis pada 5 Juli 2012 dan hasilnya sama yaitu Mansur dan Zaharuddin Utama memvonis bebas Misbakhun. Ada pun Ardijo Alkostar menolak PK.  "Yang menentukan rapat majelis tanggal 5 Juli bukan saya, tapi ketua majelis," ujar Mansur. "Kalau mau menyuap, mengapa tidak sebelum tanggal 31 Mei? Kan rapat majelis pertama dan bebas di 31 Mei?" tanya wartawan dan Mansur tidak memberikan tanggapan atas pertanyaan itu.

Kejanggalan lain yaitu hingga hari ini sosok Sofyan masih misterius. Dalam laporannya ke KPK, Sofyan menuliskan alamat kediamannya di Perumahan Puri Cinere Blok D3 nomor 17, Pangkalan Jati Utama, Cinere, Depok. Namun ketika diinvestigasi sejumlah media massa, Sofyan Arsyad tak bisa ditemui di rumah. Bahkan rumah di Blok D3 nomor 17 yang bertingkat dua, dengan cat warna kuning kusam, serta digembok lengkap dengan rantainya itu, tak memiliki tanda-tanda kehidupan. Sejumlah satpam dan warga sekitar bersaksi bahwa rumah itu memang kosong dan hanya sesekali ditempati oleh seorang anak perempuan muda yang kerap datang bersama seorang lelaki muda. Ketua RT 2/5 setempat, Sumardiyono(75), atau akrab disapa Pak Nono, bercerita bahwa tak ada warganya yang tinggal di rumah Blok D3 nomor 17 itu bernama Sofyan Arsyad. Yang memiliki rumah itu adalah seseorang yang sudah meninggal dunia beberapa waktu lalu. Sang Almarhum itu memiliki tiga anak perempuan yang kini sedang bersengketa memperebutkan kepemilikan rumah itu.

Menurut Bambang Soesetyo, kesaksian serta tuduhan suap oleh Sofyan Arsyad tersebut sangat ganjil. Belum lagi seperti hasil investigasi sejumlah media massa, bahwa Sofyan Arsyad sendiri tak mencantumkan alamat rumahnya secara jujur dalam laporannya ke KPK. "KPK harus segera memeriksa kebenaran laporan Sofyan Arsyad yang misterius dan sarat keganjilan itu," tegas Bambang.

Oleh karena itu Bambang Soesatyo semakin meyakini bahwa Misbakhun memang terus-terusan dikriminalisasi karena kekerasan hatinya mendorong penuntasan skandal bailout Bank Century yang diduga melibatkan petinggi negara ini. Diapun mendesak agar Negara harus bisa segera mengakhiri segala bentuk rekayasa untuk menjatuhkan lawan politik. "Sebab jika tidak, akan ada balas dendam politik di kemudian hari, saat mereka yang kerap melakukan rekayasa dan penzaliman tidak berkuasa lagi," tandas anggota Komisi III DPR ini ini.

Desakan untuk Memeriksa Sofyan Arsyad
Desakan itu disampaikan Misbakhun melalui salah satu pengacaranya, Batara Tampubolon di Jakarta. Menurut Batara, Arsyad dinilai perlu diperiksa bukan semata hanya demi kebenaran tentang laporannya, tetapi juga motivasi di baliknya. Terlebih, kata Batara, sesuai dengan perintah KUHAP maka dalam setiap kasus seorang saksi pelapor harus ada dan diperiksa. Sebab, Batara mengaku tak pernah menggunakan cara-cara kotor dalam menangani kasus Misbakhun.

"Sofyan ini harus diperiksa siapa dia dan apa motivasinya. KY dan KPK harus memeriksa, supaya tak semua orang bisa melaporkan hal-hal yang absurd, harus dengan bukti jelas. Jangan hanya pernyataan di atas materai. Kalau seperti itu siapa saja bisa bikin laporan yang merusak nama orang lain," ungkap Batara.

Dengan pemeriksaan Sofyan, kata Batara, KY dan KPK bisa segera mengambil keputusan apakah akan menindaklanjuti laporannya, atau justru menutupnya. "Lembaga negara segera ambil keputusan, daripada silang pendapat. Ada atau tidak? Kalau laporannya kuat, segera umumkan. Kalau tak kuat, ya segera diumumkan juga," terangnya.

Menurut Fachri Hamzah
Awalnya Misbakhun dilaporkan Staf Khusus Presiden, Andi Arief, ke polisi. Pada putusan tingkat pertama November 2010, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus Misbakhun bersalah dan menghukumnya dengan penjara selam satu tahun. Putusan banding Pengadilan Tinggi DKI memperberat hukuman menjadi dua tahun penjara. Di tingkat kasasi, Misbakhun juga dinyatakan bersalah. Mahkamah Agung lalu mengabulkan seluruhnya permohonan peninjauan kembali yang diajukan Misbakhun. Putusan PK menyebutkan Misbakhun bebas dari segala dakwaan. Selain itu, majelis hakim juga memutuskan agar harkat dan martabat Misbakhun dipulihkan.

Adanya politisasi kasus PK (peninjauan kembali) atas Misbakhun hanyalah akal-akalan saja. Upaya itu menurut politisi PKS Fahri Hamzah hanyalah ulah Staf Khusus Presiden, Andi Arief.
"Misbakhun vokal membongkar kasus Century dan ia juga membidik presiden sebagai penanggung jawab. Makanya kemudian dia difitnah seperti itu," ujar Fahri Hamzah di Gedung DPR.

Fahri meyakini, sejak awal kasus itu pemalsuan akte kredit tidak pernah ada. Selain itu, Fahri menuding upaya Sofyan Arsad membongkar operasi penyelamatan Misbakhun dalam sidang peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung hanya untuk mencari sensasi.

Dalam laporannya kepada KPK, Sofyan Arsad menyebut dua hakim agung yang memutus bebas Misbakhun sudah menerima suap. Akibat laporan itu, kini politisi PKS Misbakhun kembali menjadi pusat perhatian.

Sumber Referensi