Indonesia Harus Mempromosikan Demokrasi Secara Global, Dimulai Dengan Mesir
Tindakan keras pada demonstran sipil
damai oleh militer Mesir yang menewaskan banyak orang, telah memicu kemarahan
internasional. Besarnya kekerasan dan serangkaian peristiwa berdarah, semoga
merupakan awal sebuah perjalanan Mesir menuju demokrasi yang stabil. Keikutsertaan Indonesia dalam membantu
menyelesaikan, sebagai bentuk dukungnnya terhadap pemerintahan sipil memang
masih sangat rendah. Bahkan sebelum pembantaian terjadi, Indonesia belum
menunjukkan sikap tegas terhadap kudeta yang dilakukan oleh militer Mesir.
Sebagai negara demokrasi terbesar
ketiga dan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia harus
mengambil peran lebih besar dalam membentuk dan mengkonsolidasikan demokrasi di
Mesir. Tetapi mengingat sentralitas ASEAN dan prinsip non-intervensi dalam
kebijakan luar negeri Indonesia, Indonesia sepertinya menjadi enggan untuk
mengejar perannya sebagai negara demokrasi muslim yang stabil. Harusnya semua
itu tidaklah menjadi halangan untuk Indonesia memainkan perannya yang lebih
besar dalam menyelesaikan gejolak di Mesir.
Pertama, Indonesia memiliki
kewajiban moral untuk mendukung transisi Mesir menuju demokrasi yang stabil,
mengingat bahwa promosi demokrasi dan nilai-nilai demokrasi merupakan
karakteristik utama kebijakan luar negeri Indonesia. Sejak 2008, Indonesia
telah mengarahkan upaya untuk menjadi pemimpin dan promotor demokrasi di Asia. Beberapa
penulis lebih jauh berpendapat bahwa demokrasi sedang diproyeksikan menjadi
identitas internasional Indonesia yang baru. Indonesia memulainya di Bali
Democracy Forum (BDF) pada tahun 2008 sebagai forum untuk mempromosikan dan
mengembangkan demokrasi di kawasan Asia Pasifik. Seiring dengan BDF, Indonesia
juga mendirikan Institut Perdamaian dan Demokrasi, sebuah think tank yang
disponsori negara untuk mempromosikan pengalaman demokrasi Indonesia di luar
negeri.
Kedua, Indonesia adalah salah satu
dari sedikit negara yang dapat menjaga militernya di era pasca pemerintah yang otoriter,
Indonesia telah berhasil dalam menjaga militer dari dunia politik. Seperti
Mesir, Indonesia mengalami proses yang sama reformasi dan transformasi politik pada
tahun 1998. Seperti juga dicatat oleh presiden SBY, Indonesia aman dinavigasi
dengan kerjasama dan kolaborasi antara sipil dan militer. Indonesia harus
menarik pengalaman ini untuk mengambil tindakan terhadap kudeta yang mencoba
untuk merusak transisi demokrasi suatu negara untuk mengontrol sipil mana saja
di dunia.
Ketiga, penonton domestik Indonesia
menginginkan Indonesia memiliki peran yang lebih aktif dalam mendukung kontrol
sipil yang sah dalam transisi demokrasi Mesir. Sementara banyak faktor domestik
seperti keamanan dalam konflik etnis Aceh dan beberapa di masa lalu mungkin
telah menghambat upaya Indonesia mengambil peran lebih besar dalam isu-isu
internasional. Peristiwa yang terjadi di Mesir telah memicu keprihatinan di
kalangan masyarakat Indonesia. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dua organisasi
Islam terbesar di Indonesia telah mengutuk kekejaman yang dilakukan oleh
militer Mesir. Ribuan warga Indonesia telah berdemonstrasi menentang kebrutalan
militer Mesir terhadap rakyatnya sendiri dan meminta agar pemerintah Indonesia
memainkan peran yang lebih besar di Kairo. Bahkan anggota parlemen juga telah
mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan yang lebih kuat, mereka
meminta agar Duta Besar Indonesia untuk Mesir ditarik sebagai tindakan protes. Sikap
tegas pemerintah untuk mendukung kontrol sipil dalam proses demokrasi Mesir
akan memenuhi harapan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Keempat, Indonesia dapat menggunakan
partisipasi aktif dalam transisi demokrasi Mesir untuk meningkatkan pengaruh
dan berdiri di panggung dunia. Indonesia bisa menjadi mitra penting bagi
Amerika Serikat dalam mempromosikan good governance dan demokrasi di seluruh
dunia berkembang, khususnya di dunia Muslim di mana AS telah gagal untuk
melakukannya. Peristiwa di Mesir mungkin menjadi kesempatan bagi Indonesia
untuk menunjukkan penegakan HAM dan demokrasi di seluruh wilayah dunia.
Akhirnya, mengingat keheningan Liga
Arab dan negara-negara Teluk, serta kegagalan diplomat Uni Eropa untuk
menengahi antara kelompok pro-Morsi dan pemerintah sementara yang didukung
militer, Indonesia dapat memiliki kesempatan untuk menjadi mediator sejati
antara dua kelompok untuk menghentikan pertumpahan darah lebih lanjut. Untuk
mendukung peran mediasi, Indonesia harus menggunakan semua sumber daya
diplomatik, seperti posisinya di PBB dan perannya dalam Organisasi Konferensi
Islam.
Jakarta mungkin melihat dirinya
sebagai kekuatan semata-mata regional di Asia Tenggara. Padahal Indonesia
memiliki kesempatan untuk memainkan peran yang lebih besar di luar daerah,
dimulai dengan Mesir maka Indonesia akan memiliki kesempatan untuk menjadi
pemimpin global dalam mempromosikan demokrasi.
Referensi : Terjemahan bebas tulisan "Indonesia should promote democracy globally, starting with Egypt" karya Mochammad Faisal Karim (Dosen Jurusan Hubungan Internasional
, Universitas Bina Nusantara) http://www.eastasiaforum.org/2013/08/22/indonesia-should-promote-democracy-globally-starting-with-egypt/