Tarif Listrik Naik namun Pelayanan Tidak Naik


Tarif dasar listrik (TDL) akan dinaikkan oleh pemerintah SBY sebesar 15 persen. Pemberlakuan tarif baru listrik tersebut bakal dilakukan Juli 2010 mendatang. Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, "TDL naik sebesar 15 persen per Juli 2010". Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan, kenaikan TDL itu merupakan rata - rata secara keseluruhan dari semua golongan.

Menurut Pemerintah bahwa TDL sudah lama tidak dinaikkan, terakhir kali TDL naik tujuh tahun silam. Namun Advokasi Konsumen Listrik (Advoklis) Indonesia menyatakan tidak benar bila Pemerintah tidak pernah menaikkan TDL sejak tahun 2004. Fakta menunjukkan sudah berulang kali tarif listrik naik untuk pelanggan tertentu dengan menggunakan beragam istilah yang intinya adalah adanya penambahan beban konsumen listrik. Ada yang namanya Prima, Dayamax, BP Solusi, Penerapan Tarif Multiguna untuk penggunaan yang bukan pemakaian sementara (seharusnya tarif multiguna hanya untuk pemakaian sementara), Biaya Admin Bank (waktu pembayaran rekening listrik) dan sebagainya. Semua tarif tersebut berada diluar ketentuan Keppres TDL 2004 serta tanpa persetujuan resmi baik dari pemerintah maupun DPR.

Sebelumnya beban rekening juga sudah naik sejak November 2005. Kenaikan terjadi akibat koefisien beban puncak naik dari 1,4 kali menjadi dua kali tarif normal. Akibat kenaikan ini, total biaya listrik sudah naik 40 persen sampai 45 persen (sebelum TDL nanti naik).

PLN juga telah menaikkan biaya keterlambatan (denda) pembayaran rekening listrik dari 75 sampai 300 persen. Perubahan biaya keterlambatan ini sesuai dengan keputusan Direksi PLN Nomor 018.K/DIR/2010 yang ditandatangani 22 Januari 2010 lalu. Ketentuan ini berlaku sejak Februari 2010, bagi pengguna listrik batas daya 450 Volt ampere (VA) yang sebelumnya dikenakan Rp3.000 naik menjadi Rp5.000. Pelanggan batas daya 2.200 VA dari Rp3.000 naik jadi Rp20.000.

Padahal, sebelum dilantik menjadi Dirut PT PLN, Dahlan Iskan pernah berjanji, tidak akan menaikkan tarif listrik. Tetapi biasa di Indonesia, janji itu ternyata hanya sekedar janji tidak bisa menjadi kenyataan. Secara terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh juga pernah menegaskan bahwa Pemerintah tidak akan menaikkan tarif dasar listrik dalam waktu dekat ini. "Tidak benar tarif dasar listrik akan dinaikkan dalam waktu dekat ini, apalagi bila kita mencermati daya beli sebahagian rakyat kita masih terbatas," kata Darwin yang juga menjabat sebagai salah satu Ketua DPP Partai Demokrat ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya juga mengatakan bahwa, ”Pada tahun ini (2010) pemerintah tidak akan menaikkan tarif dasar listrik dengan pertimbangan kemampuan masyarakat dan kualitas pasokan yang masih rendah.” Namun yang terlihat adalah antara Presiden dan aparatur pelaksana belum satu langkah. Antara dinamika berpikir global dan mesin birokrasi juga masih belum selaras, ada political will dari atas, tetapi di bawahnya problem. Kenaikan TDL pasti akan berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok, karena energi listrik termasuk salah satu kebutuhan dasar seperti air dan bahan bakar minyak.

Direktur Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Widiyantoro menerangkan, pihaknya akan menolak rencana kenaikan TDL tersebut. Jika TDL jadi dinaikkan per Juli mendatang, pemerintah sudah tidak konsisten dengan apa yang sudah dijanjikan kepada rakyat. “Pemerintah pernah berjanji tidak akan menaikkan TDL pada 2010 ini. Nyatanya, pemerintah berencana menaikkan TDL per Juli,” tandasnya. Alasannya, saat ini kondisi perekonomian Indonesia belum memungkinkan. Selain itu, para pelaku usaha khususnya UMKM perlu dipertimbangkan karena untuk membuat produk rata - rata menggunakan daya listrik.

Memang sungguh ironi dimana masyarakat sama – sama menyaksikan bahwa TDL akan dinaikan pemerintah tetapi kinerja dan layanan PLN masih tetap saja rendah dan amburadul. Apalagi pelayanan PLN saat ini dinilai belum maksimal dan sering mengecewakan masyarakat akibat seringnya listrik mati. Banyaknya pemadaman inilah yang sangat mengecewakan masyarakat. Akhir tahun 2009 misalnya, Ibu Kota Jakarta harus rela byar-pet hanya karena kerusakan transmisi di Cawang, Jakarta Timur. Sebenernya adalah hal yang sangat memalukan, ketika Ibu Kota Negara mengalami masalah listik byar-pet.


Akibat pemadaman - pemadaman tersebut, masyarakat mengakui banyak alat-alat elektroniknya yang menjadi korban alias rusak. Pada saat masyarakat tidak bisa beraktivitas karena padamnya listrik, PLN seolah tidak merasa bersalah. Tapi giliran rekening menunggak, kadang meteran langsung diputus. Mungkin sudah banyak surat pembaca di berbagai media masa yang mengeluhkan tentang pemadaman listrik. Berbagai kecaman yang ditujukan kepada PLN belakangan kian marak, tepatnya 7 November 2009 lahirlah sebuah bentuk kekecewaan masyarakat dalam media grup di facebook. Tak sedikit yang menyela bahwa PLN bukan lagi Perusaan Listrik Negara, melainkan Perusahaan Lilin Negara.

Namun, entah diperhatikan atau tidak, permasalahan tersebut sampai saat ini tetap berlangsung di tengah kepasrahan masyarakat dalam menerimanya. PLN harusnya menyadari bahwa tidak selamanya harus berlindung diri dari kenyataan bahwa “masyarakat sangat membutuhkan energi listrik”, dan juga kenyataan bahwa status PLN sebagai perusahaan monopoli di bidang ketenagalistrikan. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pelanggan akan mutu layanan, PLN harus bekerja keras memperbaiki persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan itu.

Sudah setengah abad lebih PT PLN (Persero) mengelola bisnis ketenagalistrikan di Indonesia. Sebagai sebuah perusahaan besar bahkan tergolong raksasa di Indonesia yang punya pengalaman dalam pelayanan publik hampir sama dengan usia negara ini, sudah seharusnya mutu pelayanan PLN tidak diragukan lagi. Namun adalah kenyataan bahwa mutu pelayanan PT PLN hingga sekarang belum juga memadai bahkan masih terkesan jauh dari maksimal alias banyak kekurangan. Lihatlah tempat tempat pelayanan yang kurang layak, yang biasanya menumpang di kantor kelurahan ataupun kantor koperasi unit desa, lihat juga sistem dan mekanisme yang berbelit belit apalagi kalau sudah menyangkut pelanggan baru yang mengajukan permohonan pasang baru ataupun tambah daya, selain itu waktu pembayaran yang terbatas serta petugas yang kurang ramah yang menggambarkan masih buruknya pelayanan yang diberikan PLN kepada pelanggannya.

YLKI pernah melakukan survei berkaitan dengan seberapa besar tingkat kepuasaan yang diterima konsumen pemakai jasa PLN. Ternyata, diketahui bahwa para konsumen selama ini masih kurang puas dengan pelayanan PLN. “Ini membuktikan bahwa pelayanan PLN tidak maksimal,” ujar Ketua YLKI, Indah Sukmaningsih. Hal ini seiring dengan kinerja pelayanan public atau tingkat integritas PLN menjadi terpuruk dibawah standar tingkat pelayanan secara nasional. Karena dari 39 Instansi pelayanan public tingkat Pusat, PLN berada pada peringkat ke-30.

Merujuk pada UU Ketenagalistrikan No. 20 Tahun 2002, pemerintah mewajibkan PLN untuk meningkatkan pelayanan sebagai imbangan terhadap goodwill pelanggan yang membayar lebih mahal. Di samping itu, PLN diwajibkan mengumumkan setiap awal triwulan tentang indikator mutu pelayanan. Apabila standar mutu yang berkaitan dengan lama gangguan atau jumlah gangguan dan/atau kesalahan pembacaan meter melebihi 10% di atas nilai yang diumumkan, PLN diwajibkan memberikan pengurangan tagihan listrik kepada konsumen senilai 10% dari biaya beban yang akan diperhitungkan pada tagihan listrik bulan berikutnya.

PLN seharusnya membuat strategi untuk menutupi persoalan internal PLN yang terangkum dalam inefisiensi manajemen yang terus - menerus terjadi. Alih - alih memberantasnya, PLN justru menumbuh-suburkan praktek-praktek KKN, mulai dari sektor pembangkit sampai sektor distribusi dan pelayanan. Dari sektor pembangkit, banyak kasus yang mulai terbuka ke permukaan, seperti kasus pengadaan mesin pembangkit bekas untuk PLTG Borang, PLTU Muara Tawar, PLTG Cilacap, PLTP Patuha, dan sebagainya.Dari sektor distribusi dan pelayanan, kasus sustainable corruption roll out outsourcing CIS-RISI, tunggakan pembayaran tagihan listrik oleh perusahaan-perusahaan besar, dan masih banyak lagi. Akibatnya, miliaran bahkan triliunan uang rakyat yang dikelola oleh pemerintah habis begitu saja tanpa ada kemajuan pelayanan oleh PLN kepada masyarakat.