Pemilu dan Isu Tuduhan Wahabi

Isu Wahabi hampir selalu muncul menjelang pemilu maupun pilkada, dan seringnya tuduhan tersebut dialamatkan kepada PKS. Sementara dahulu yang dianggap Wahabi itu adalah organisasi seperti Muhammadiyah, Persis, dan Al-Irsyad. Apakah organisasi - organisasi Islam tersebut benar - benar disebut Wahabi, padahal organisasi Islam tersebut telah lama memberikan kontribusi yang nyata untuk negeri ini.

Di kalangan masyarakat memang sering timbul persepsi yang salah, bukan hanya itu saja, PKS juga sering dikaitkan dengan Islam Jamaah, Ahmadiyah dan juga anti tahlil dan yasinan. Memang sangat ironis, di saat negara sedang bergelut dengan banyak persoalan pemilu ataupun pilkada yang ada, ternyata ada juga pihak yang tega memanfaatkannya dengan sibuk mewahabi-kan orang lain.

Gerakan Wahabi sendiri adalah gerakan yang berkembang di Timur Tengah, gerakan ini salah satu ciri khasnya adalah membid'ah-kan dan mengharamkan partai politik. Abdul Wahhab adalah pendiri kelompok Wahabi yang hingga saat ini, mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Saudi Arabia. Dia dan pengikutnya lebih senang menamakan kelompoknya dengan al-Muwahhidun (pendukung tauhid). Namun orang-orang Eropa dan lawan-lawan politiknya menisbatkan nama ‘Wahabi’ untuk menjuluki beliau dan gerakan yang dipimpinnya.

Isu PKS Wahabi memang akan selalu dimunculkan setiap menjelang pilkada atau pemilu sebagai upaya mendiskreditkan PKS. Fitnah klasik tersebut sengaja disebarkan agar umat Islam tidak memilih PKS. Isu wahabi yang menjangkiti PKS sebenarnya bukanlah hal baru. Tetapi karena dicuatkan kembali menjelang pemilu ataupun pilkada, maka hal ini sangat terlihat sebagai hal yang tendensius.

Tuduhan PKS menganut aliran Wahabisme pun dibantah keras-keras oleh tokoh - tokoh partai dakwah ini. Menurut Hidayat Nur Wahid, “Kalau saja kami Wahabi tentu kami tidak akan mendirikan partai politik, sebab kaum Wahabi mengharamkan dan membid'ahkan partai politik". Hidayat menegaskan bahwa PKS berjuang untuk kejayaan NKRI, karena itu hal - hal yang melekat dalam konteks ke Indonesiaan seperti masalah pluralitas dan toleransi akan selalu dijunjung tinggi. Hidayat lalu mencontohkan penerimaan publik dalam pemilu 2004 lalu, "Sejak Pemilu 2004 lalu kehadiran PKS telah diterima dengan baik oleh kalangan sekuler maupun nonmuslim sekalipun," paparnya. "Terbukti juga bahwa PKS diajak berkoalisi oleh capres SBY," pungkas Hidayat. Hidayat mengaku heran dengan beredarnya isu tersebut. Sebab, menurut anggota Majelis Syura PKS itu, PKS sudah gamblang sebagai organisasi resmi dengan AD/ART yang dibenarkan oleh hukum yang ada di Indonesia. "PKS bukan makhluk asing yang baru datang, bukan dari langit yang nggak tahu juntrungannya. PKS sudah hadir di Indonesia lebih dari 15 tahun. Masak nggak kenal juga," ujarnya.

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring juga membantah jika dikatakan partainya sebagai partai yang membawa aliran Wahabi. PKS menurutnya partai dakwah yang tidak mematikan tradisi keagamaan yang ada di masyarakat. "PKS jelas - jelas bukan sebuah aliran Wahabi, yang menurut sebagian orang cenderung mengabaikan amal dalam Islam yang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat, seperti acara tahlilan, dan doa qunut," katanya.

Selain itu, Ketua Majelis Syuro sekaligus pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) KH Hilmi Aminuddin juga mengaku sering memimpin tahlil, membaca Yasin dan menghadiri Maulid Nabi. Hal tersebut tidak perlu dipertentangkan, karena semua merupakan bentuk ketaatan dan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul.

Sementara Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok juga mengatakan, “Kami paham siapa PKS, saya tahu betul apa ideologi PKS dan apa wilayahnya. Dan saya faham betul bahwa Hidayat Nur Wahid bukan Wahabi”. Tetapi Mubarok juga memahami jika ada orang takut, karena orang tersebut belum paham. “Wajar saja aspirasi soal resistensi terhadap PKS. Karena, gerakan reformis itu akan selalu mendapat resistensi,” tegas Mubarok.

PKS bukanlah Wahabi, Wahabi itu hanya stigma saja. Stigma tersebut bukan hanya untuk PKS saja tetapi untuk siapa saja umat islam di dunia. Geroge Bush dalam pidatonya juga sering menyebut-nyebut wahabi, Osama bin Laden dianggap wahabi, Taliban itu wahabi. Mungkin juga nanti muslim Cina dari Olighur juga akan disebut dengan wahabi. Ujung – ujungnya nanti siapa saja kaum muslimin yang tidak sejalan dengan kelompok tertentu akan dicap juga sebagai wahabi. Sebagian masyarakat pun akhirnya ikut-ikutan menuding wahabi pada kelompoik lain. Padahal, siapa yang wahabi sebenarnya kita tidak pernah tahu.

Beberapa kalangan juga mencurigai, kalau isu wahabi ini adalah hasil kreativitas intelijen yang ingin “membongsai” organisasi dan partai – partai Islam. Sebelumnya mantan Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) AM Hendropriyono menyebut-nyebut bahwa wahabi aliran keras dibalik rangkaian serangan bom yang terjadi di negeri ini. Sudah jelas ke arah mana stigma ini akan bermuara? Wahabi yang dinisbatkan kepada teroris ini, tentu saja bisa menimbulkan pelbagai penafsiran dari kalangan umat Islam. Pasalnya wahabi kerap dijadikan stigmatisasi mereka yang tidak senang jika Islam mengambilkan peran politik di Indonesia . Banyak organisasi Islam di Indonesia yang dilabeli wahabi secara sepihak, oleh karenanya wahabi tidak ada bedanya dengan stigma “komunis atau PKI” saat rezim Orde Baru dahulu.

Sementara pernyataan yang disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah Dr. Yunahar Ilyas, Lc mengungkapkan bahwa ajaran yang dikembangkan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab (Wahabi) adalah ajaran untuk memurnikan tauhid sehingga tidak ada hubungannya dengan tindakan terorisme. Masih menurut Dr. Yunahar bahwa dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah ingin mengembalikan segala sesuatu praktik ibadah ke Al-Quran dan Sunnah. “Ini yang disebut dengan kembali pada paham salafusholeh. Sedangkan dari tauhid, dia merupakan pengikut Ahlussunnah wal Jamaah,” katanya menjelaskan. Menurut Dr. Yunahar, sebagian orang tidak paham dengan ini, apalagi dengan tuduhan - tuduhan negatif, bahkan dikaitkan dengan terorisme. Karena itu, menurutnya, pengaitan terorisme dengan ajaran Muhammad bin Abdul Wahab adalah tidak betul. Kemungkinannya adalah terjadi salah paham atau ada maksud tertentu untuk mendiskreditkan Islam. Sasaran utamanya adalah Islam, bukan hanya kelompok yang disebut Wahabi.

Sementara secara terpisah, Ketua Umum Dewan Dakwah Islam Indonesia, KH Syuhada Bahri mengungkapkan bahwa ada keinginan dari kelompok tertentu yang tidak ingin melihat Islam berkembang maju. Caranya adalah dengan mengkaitkan aksi terorisme dengan ajaran wahabi.

Namun hal tersebut akan sengaja terus diciptakan dan dipelihara untuk melakukan monsterisasi terhadap organisasi – organisasi Islam maupun partai – partai Islam, agar disalahpahami, dibenci, dimusuhi dan dijauhi oleh umat. Inilah yang sebenarnya hendak dilakukan, lalu siapa yang diuntungkan dengan semuanya ini, tentu bukan Islam dan kaum muslim itu sendiri.