Surat dari Sahabat Muslim Indonesia di Jepang : Perjuangan untuk Beritikaf
Assalamualaikum wr.wb
Selamat ifthar dan mengisi asyarul awakhir ikhwan akhwat sekalian!
Sekedar curhat...
Ada yang pernah membaca puisi Taufik Ismail, "Mencari Sebuah Masjid" ?
disitu penyair kondang ini berkisah tentang pergulatan seorang anak manusia mencari sebuah masjid ke seluruh penjuru bumi...
Nah, begitulah kondisi saya saat ini. Saya sangat ingin ber'itikaf seperti tahun-tahun sebelumnya entah di An Nuur, At Taqwa, El Nusa, PLN, Insan Mandiri, wherever. Namun ternyata masjid di Jepang amat langka, ada yang tutup ketika week-end, ada yang bukanya hanya pada jam kerja. Ada yang tidak menerima jama'ah muslimah. Ada yang tidak menerima jama'ah itikaf pada malam hari. Dan, uniknya, ada yang menerima jama'ah hanya pada malam ke 27 dan tidak selainnya. Serasa mau nangis dah...
Masjid terdekat dari kediaman saya berjarak 35 km. Itulah masjid (tepatnya musholla) satu-satunya di Kyoto. Nah, suatu hari dengan semangat 45 saya mendatangi masjid untuk shalat, namun ternyata masjidnya tutup ! Ternyata setiap hari Ahad dan Senin masjidnya tutup. Lalu, besoknya saya menawar lagi ke pengurus masjid untuk bisa ber'itikaf malam hari dengan penerangan secukupnya dan saya jamin tidak mengganggu tetangga sekitar. Jawabnya, " I'm so sorry Brother..." Masjid ini tidak dirancang untuk menerima jama'ah pada malam hari.
Lalu sayapun mencari masjid lain, pada malam ke- 23 ketemulah masjid Osaka, yang berjarak 60 km dari kediaman saya. Ternyata satu-satunya masjid di kota kedua terbesar di Jepang ini juga tak menyelenggarakan itikaf. Maklum, masjid ini baru dibeli dan masih berbentuk rumah. Ia terletak jauh dari pemukiman komunitas muslim dan masih hati-hati berhubungan dengan tetangga yang kadang-kadang sensitif dengan suara berisik dan lalu lalang kendaraan jama'ah masjid. Maka, namanya-pun bukan masjid namun Islamic Cultural Center, supaya tidak diprotes masyarakat. Kamipun perlu meminta izin dari pengurus masjid terlebih dahulu untuk beritikaf di masjid tersebut (padahal itu malam ke-23). Walhasil, setelah minta izin kepada pengurus masjid yang dilakukan mahasiswa Indonesia di Osaka, Alhamdulillah akhirnya bisa juga kami beritikaf. Tapi ada satu masalah lagi, siapa yang pegang kunci masjid? karena masjid disini amat ketat dengan per-kuncian so harus jelas siapa yang pegang kunci. Menjelang malam, ikhwah pemegang kunci-pun tiba dan beritikaflah kami dengan tenang. Berapa orang? 4 orang saja.
Tidak puas ingin beritikaf di masjid yang benar-benar masjid, akhirnya pada malam ke 25, saya nekat beritikaf di masjid kota Kobe. Ini masjid tertua di Jepang dan benar-benar berbentuk masjid. Punya sejarah luar biasa karena merupakan satu-satunya bangunan yang tidak hancur ketika Kobe dibom sekutu pada PD II dan digoyang gempa akbar pada tahun 1995 (mirip masjid di Aceh ketika tsunami 2004). Masjid ini terletak sekitar 90 km dari kediaman saya (dan juga satu-satunya di kota ini) atau hanya berjarak sekitar 30 km dari Osaka city.
Setelah menempuh perjalanan dua jam dengan kereta, akhirnya tibalah saya di masjid tua ini. Jalan menuju masjid 'cukup berbahaya' karena melewati kawasan 'lampu merah' Kobe. Perasaan saya amat berbunga-bunga karena saya yakin di masjid ini yang punya imam rawatib hafidz asal Mesir, mesti lebih ramai dan banyak mutakifin-nya. Namun, setibanya disana lagi-lagi saya menjumpai masjid yang gelap, dingin, dan sepi. Dan, hanya ada dua orang beritikaf di dalamnya ! (itupun yang satu adalah teman saya mahasiswa Kobe yang sudah janjian sebelumnya). But the show must go on. Sayapun tetap beritikaf. Akhirnya jumlah kami menjadi berempat, semuanya mahasiswa Indonesia. Kami berfikir, kapan lagi merengguk kenikmatan di malam bonus? siapa jamin besok malam masih bisa hidup kemudian menikmati itikaf di masjid?
Setelah menempuh perjalanan dua jam dengan kereta, akhirnya tibalah saya di masjid tua ini. Jalan menuju masjid 'cukup berbahaya' karena melewati kawasan 'lampu merah' Kobe. Perasaan saya amat berbunga-bunga karena saya yakin di masjid ini yang punya imam rawatib hafidz asal Mesir, mesti lebih ramai dan banyak mutakifin-nya. Namun, setibanya disana lagi-lagi saya menjumpai masjid yang gelap, dingin, dan sepi. Dan, hanya ada dua orang beritikaf di dalamnya ! (itupun yang satu adalah teman saya mahasiswa Kobe yang sudah janjian sebelumnya). But the show must go on. Sayapun tetap beritikaf. Akhirnya jumlah kami menjadi berempat, semuanya mahasiswa Indonesia. Kami berfikir, kapan lagi merengguk kenikmatan di malam bonus? siapa jamin besok malam masih bisa hidup kemudian menikmati itikaf di masjid?
Ikhwan wal akhwat sekalian, dari curhat ini intinya saya hanya ingin mengambil i'tibar saja. Memang tidak semua masjid di Jepang tidak makmur pada malam-malam Ramadhan-nya. Ada beberapa masjid indah seperti di Tokyo dan Hamamatsu- Shizuoka yang juga makmur. Namun ingat, hanya beberapa. Jumlah seluruh masjid di Jepang tidak lebih banyak dari jumlah masjid di Kecamatan Pancoran.
Maka, selagi di sekitar kita masih ada masjid (apalagi di Pancoran seabrek jumlahnya) marilah optimalkan untuk ber'itikaf. Apalagi di malam-malam penghujung Ramadhan. Karena, ketika kita tak menemukan masjid sama sekali, atau mendapatkan masjid namun tak bisa digunakan untuk ber'itikaf. Barulah kita menyadari bahwa keberadaan sebuah masjid ternyata amat penting dalam kehidupan seorang muslim...
maka, ber'itikaf-lah selagi ada masjid...
wallahua'lam
wassalam,
Ikhwah Pancoran – Kyoto
(yang masih mencari sebuah masjid)