Mari Wujudkan Bangsa Tempe !
Tempe saat ini sangat digemari. Namun dulu pernah diremehkan sebagai bahan makanan untuk kaum miskin. Rendahnya nilai tempe dapat disitir dari kata ejekan yang cukup popular: “bangsa tempe!”. Benarkah tempe merupakan bahan makanan yang tidak berharga? Ternyata, kini masyarakat mulai terbuka kesadarnnya setelah para ahli membuktikan lewat penelitian dan pengujian bahwa tempe sebenarnya adalah emas yang sangat berharga dalm dunia gizi.
Tempe tidak hanya disukai di negeri kita saja. Di luar negeri pun penggemar tempe sudah berkembang pesat, terutama di Jepang, Amerika Serikat, dan negara – negara Eropa. Kebutuhan tempe di negara – negara tersebut semakin lama semakin meningkat, semenjak orang mulai merasakan betapa terbatas dan mahalnya bahan sumber protein hewani dari daging dan ikan. Secara ekonomis, harga tempe lebih murah dari daging. Bukan hanya dikonsumsi tetapi tempe juga di teliti karena berperan sebagai pangan fungsional. Tempe menarik minat peneliti luar negeri karena mengandung komponen aktif seperti isoflavone aglycones, free amino acid, dan peptide.
Namun beberapa waktu lalu, kita dikejutkan dengan pemberitaan krisis tempe. Tempe menjadi bahan makanan yang mahal dan langka. Setelah ditelisik, bahan baku pembuatan tempe dan tahu ternyata berasal dari kedelai impor. Bila kebijakan kedelai harus bergantung pada impor, kasus-kasus kelangkaan kedelai akan terus terjadi. Harga kedelai pun bisa dipermainkan para importir kedelai.
Upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi kedelai di Indonesia merupakan tantangan serius untuk mempertahankan kelangsungan pengembangan produksi agar mencapai swasembada kedelai.
Walaupun ada beberapa daerah yang telah menjadi daerah sentra kedelai. Mungkinkah Indonesia berswasembada kedelai dan menjadi jawara kedelai dunia dengan mengalahkan Amerika?
Makanan dan minuman berbasis kedelai telah lama dikonsumsi di Negara Asia selama beratus – ratus tahun, tetapi di Negara Barat merupakan diet baru. Kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar asia setelah tahun 1910. Amerika mengenal kedelai pada tahun 1802, kemudian mengembangkannya secara besar-besaran hingga berhasil menduduki peringkat pertama produsen kedelai. Dan sejak saat itu ketersediaan berbagai produk kedelai di toko – toko di Amerika Serikat meningkat. Tahun 2002, 70 % kedelai di Amerika Serikat sudah menggunakan kedelai transgenik dalam produk olahannya, seperti protein kedelai, lesitin, dan minyak kedelai.
Pertanian kedelai yang luas ada di Negara bagian Missouri dan sekitar aliran sungai Mississippi. Para petani di sana dibina kuat oleh pengusaha – pengusaha yang tergabung dalam asosiasi biji kedelai Amerika atau American Soybean Association (ASA) yang berkantor di St. Louis, Missouri dan dengan dukungan system subsidi pemerintahannya. Pada tahun 1970 saja produksi kedelainya sudah mencapai 74 % dari total produksi kedelai di seluruh dunia.
Tempe tidak hanya disukai di negeri kita saja. Di luar negeri pun penggemar tempe sudah berkembang pesat, terutama di Jepang, Amerika Serikat, dan negara – negara Eropa. Kebutuhan tempe di negara – negara tersebut semakin lama semakin meningkat, semenjak orang mulai merasakan betapa terbatas dan mahalnya bahan sumber protein hewani dari daging dan ikan. Secara ekonomis, harga tempe lebih murah dari daging. Bukan hanya dikonsumsi tetapi tempe juga di teliti karena berperan sebagai pangan fungsional. Tempe menarik minat peneliti luar negeri karena mengandung komponen aktif seperti isoflavone aglycones, free amino acid, dan peptide.
Namun beberapa waktu lalu, kita dikejutkan dengan pemberitaan krisis tempe. Tempe menjadi bahan makanan yang mahal dan langka. Setelah ditelisik, bahan baku pembuatan tempe dan tahu ternyata berasal dari kedelai impor. Bila kebijakan kedelai harus bergantung pada impor, kasus-kasus kelangkaan kedelai akan terus terjadi. Harga kedelai pun bisa dipermainkan para importir kedelai.
Upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi kedelai di Indonesia merupakan tantangan serius untuk mempertahankan kelangsungan pengembangan produksi agar mencapai swasembada kedelai.
Walaupun ada beberapa daerah yang telah menjadi daerah sentra kedelai. Mungkinkah Indonesia berswasembada kedelai dan menjadi jawara kedelai dunia dengan mengalahkan Amerika?
Makanan dan minuman berbasis kedelai telah lama dikonsumsi di Negara Asia selama beratus – ratus tahun, tetapi di Negara Barat merupakan diet baru. Kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar asia setelah tahun 1910. Amerika mengenal kedelai pada tahun 1802, kemudian mengembangkannya secara besar-besaran hingga berhasil menduduki peringkat pertama produsen kedelai. Dan sejak saat itu ketersediaan berbagai produk kedelai di toko – toko di Amerika Serikat meningkat. Tahun 2002, 70 % kedelai di Amerika Serikat sudah menggunakan kedelai transgenik dalam produk olahannya, seperti protein kedelai, lesitin, dan minyak kedelai.
Pertanian kedelai yang luas ada di Negara bagian Missouri dan sekitar aliran sungai Mississippi. Para petani di sana dibina kuat oleh pengusaha – pengusaha yang tergabung dalam asosiasi biji kedelai Amerika atau American Soybean Association (ASA) yang berkantor di St. Louis, Missouri dan dengan dukungan system subsidi pemerintahannya. Pada tahun 1970 saja produksi kedelainya sudah mencapai 74 % dari total produksi kedelai di seluruh dunia.
Harapan itu masih ada….