Pembantaian Muslim Rohingya : Dimanakah Penggiat Hak Asasi Manusia Dunia? Dimanakah Ketua ASEAN ? Dimanakah Aung San Suu Kyi ?
Pembantaian suku Rohingya merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Apalagi pembantaian ini sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu dan terus terjadi hingga bulan ramadhan ini. Jumlah kematian muslim di Arakan diperkirakan mencapai 6.000 jiwa. Selain dibunuh, juga terjadi pembakaran, penjarahan, pemerkosaan, serta penangkapan Muslim Rohingya di Negara Bagian Arakan (Rakhine).
Usulan kebijakan pengusiran terhadap kaum Muslim Rohingya diajukan oleh Presiden Myanmar, Thein Sein. Ia mengatakan, kaum Muslim Rohingya harus diusir dari negara itu dan dikirim ke kamp pengungsian Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia menolak mengakui komunitas Muslim Rohingya yang berjumlah hampir satu juta jiwa. Pemerintah Myanmar mengklaim, Rohingya adalah imigran gelap dan bukan warga asli meskipun telah tinggal di negara itu sejak beberapa generasi sebelumnya. Langkah itu dinilai sebagai upaya penghapusan etnis.Usulan yang diajukan Presiden Thein Sein itu merupakan bentuk diskriminasi etnis yang tak bisa didiamkan.
Sejak pemerintahan Junta militer berkuasa tahun 1942, etnis muslim Rohingya menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia. Sebagian warga Myanmar menganggap muslim Rohingya sebagai orang asing dan bukan bagian dari etnis Burma mayoritas. Kebijakan pemerintah Junta Myanmar pun tidak jauh berbeda dari sikap rakyatnya. Bertahun-tahun mereka menganggap orang Rohingya sebagai imigran ilegal asal Bangladesh. Padahal etnis muslim itu sudah hidup turun temurun di Burma.
Ironisnya, wartawan, peneliti, penulis, dan tokoh Myanmar justru beramai-ramai menyamakan orang Rohingya sebagai sekumpulan muslim garis keras seperti organisasi al-Qaida dan Taliban.
Dimanakah Penggiat Hak Asasi Manusia Dunia?
Kami menyesalkan para pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di negeri ini yang suka berteriak HAM. “Kemana mereka? Kenapa bungkam?” Giliran masyarakat non-muslim, dunia memberi perhatian. Tapi begitu kaum muslimin yang ditindas, dizalimi dan dibantai, para aktivis HAM diam seribu bahasa.
Masyarakat internasional, terutama PBB, seharusnya memperhatian kasus ini dengan memberi porsi lebih. Mungkin, karena tragedi Muslim Rohingya tidak marketable (tidak menjual), ada kencenderungan para aktivis HAM melakukan pembiaran terhadap nasib suku Rohingya yang beragama muslim di Myanmar.
Dewan Keamanan PBB, sepertinya menggunakan standar ganda, kalau yang dirugikan dan akan dibunuh orang Yahudi atau non muslim, Dewan Keamanan PBB langsung menggelar rapat. Akan tetapi kalau umat Islam (dibantai) rapatnya pelan-pelan, seperti yang terjadi di Palestina.
Kami mengkritik LSM yang peduli HAM yang tidak bergeming terhadap penderitaan Muslim Rohingya. Seharusnya mereka memberi perhatian khusus. Jika kasus itu menimpa non muslim, mereka memberi perhatian lebih, dan cepat bereaksi. Tapi giliran kaum muslimin yang dibantai, dibiarkan saja. Jelas ini tidak adil.
Kami mempertanyakan keberadaan aktifis dan pejuang HAM yang selama ini kerap berkoar-koar manakala ada pelanggaran HAM. Namun dengan tragedi pembantaian umat Islam di Rohingya Myanmar justru bungkam. “Dimana HAM? Dimana para pejuang HAM suaranya?”
Kami tidak menutup mata, jika para biksu di Myanmar ikut melakukan kekerasan terhadap Muslim Rohingya yang minoritas. Jika melihat negara-negara yang dipimpin oleh Pemerintah Buddhis, umat Islam sengaja diciptakan agar hidup terbelakang dalam segala bidang, baik politik maupun ekonomi.
Dimanakah Ketua ASEAN ?
Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia juga sangat lamban memperhatikan dan ikut menyelesaikan masalah pembantaian ini. Asean harusnya bisa melakukan tindakan khusus berupa perlindungan dan tuntutan penghentian tindakan kekerasan terhadap etnis Rohingya.
Indonesia sebenarnya dapat mempengaruhi negara-negara ASEAN untuk menyelesaikan tragedi kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya, jika mau. Kami mendesak Pemerintah Indonesia agar menyelesaikan kasus kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya. Pemerintah Indonesia harus bisa menjadi leader di kalangan anggota ASEAN lainnya, untuk menekan Myanmar agar menhormti HAM negara yang mayoritas memeluk agama Budha.
Terjadi ketidak adilan pemerintah di negeri yang mayoritas beragama Buddha yang membiarkan umat Islam di Thailand Selatan, Myanmar, Kamboja, Laos dan Vietnam dan sekitarnya, terus menerus hidup terbelakang. Inilah fakta, ketika umat Islam sebagai minoritas, selalu ditindas, dizalimi, dibantai, diskriminasi dan diperlakukan tidak adil, seperti halnya bangsa yang terjajah.
Dimanakah Aung San Suu Kyi ?
Umat muslim juga menyayangkan sikap bungkam yang ditunjukkan peraih Nobel Perdamaian Myanmar, Aung San Suu Kyi, terhadap persoalan yang menimpa Muslim Rohingya. Pengusiran ini sama saja dengan penghapusan etnis. Bungkamnya seorang peraih Nobel Perdamaian juga merupakan sebuah tindakan kriminal atas persoalan yang menimpa kaum minoritas di Myanmar ini. Kekuatan oposisi Myanmar yang dipimpin Suu Kyi juga terkesan menghindar dari persoalan tersebut. Dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, Swiss, bulan lalu, Suu Kyi menyatakan tidak tahu bahwa Muslim Rohingya adalah warga negara Myanmar.