Ustadz : Segera Beli Buku Kas Keuangan, Penting Mencatat CashFlow Kita
Sabtu pagi (29/08), Rumah Keluarga Indonesia (RKI) Pancoran
menyelenggarakan kajian rutin serial tentang Keluarga Samara (Sakinah Mawadah
Warahmah). Pada pertemuan yang keenam ini,
kajiannya membahas tentang “manajemen keuangan keluarga, menghindari
beban hutang”.
Manajemen
keuangan keluarga bagi keluarga muslim sangat penting dalam membantu mewujudkan
rumah tangga yang harmonis dan mampu menjadi pendukung bagi aktivitas keislaman
dan keseharian rumah tangga yang islami. Banyak kita temukan masalah ekonomi
atau keuangan keluarga yang menjadi penyebab ketidakharmonisan dalam rumah
tangga dan akhirnya mengganggu aktivitas seorang muslim dalam melaksanakan
tugasnya, baik sebagai seorang istri, suami, atau anak untuk beribadah kepada
Allah SWT.
Manajemen
keuangan keluarga yang baik senantiasa menjaga keseimbangan (tawazun) antara
besarnya pendapatan keluarga dengan besarnya pengeluaran. Islam mengajarkan
kita untuk senantiasa bersifat qona’ah ketika pendapatan keluarga tidak begitu
besar dan berusaha untuk mengoptimalkan pos-pos pengeluaran dengan baik, jangan
sampai ‘besar pasak daripada tiang.’
Pos
apa yang pertama kali kita sisihkan saat pertama kali menerima pendapatan? Sisihkan
dulu untuk zakat, infak dan sedekah (ZIS), bayar utang, menabung baru belanja
rutin. Mengapa demikian? Karena belanja
adalah pos yang paling fleksibel sehingga besar atau kecilnya tergantung
kebiasaan dan kemauan personal. ZIS berurusan dengan dunia dan akhirat kalau
tidak ditunaikan akan membawa kesengsaraan dunia dan akhirat. Begitu pula
utang, sehingga jika utang telat dibayar, maka orang yang bersangkutan harus
membayar denda, bunga, dan diteror debt collector dan apabila meninggal masih
meninggalkan utang yang belum terselesaikan maka menjadi tanggung jawab
keluarganya untuk melunasi. Jika tidak dilunasi oleh keluarganya atau
diridhokan oleh pemberi utang akan berakibat kerugian di akhirat
Cash
Flow seorang muslim, digambarkan seperti tempat air yang mana selalu mendapat
aliran secara berkala dalam setiap bulan. Sebesar apapun pendapatan kita, tidak
akan bisa cukup kalau kita sendiri tidak merasa cukup dengan yang kita dapat. Kran
harus tetap difungsikan, artinya kita harus bisa hidup hemat, menyesuaikan
konsumsi kita dengan ”Air” yang tersedia.
Selain bisa membaca konsep Robert T Kiyosaki tentang cashflow quadrant, seorang muslim juga harus bisa membaca sejarah tentang Imam Abu Hanifah. Beliau adalah keluarga kaya yang selalu menjaga berada di kuadran kanan. Beliau juga bisa selalu berorientasi “memberi”, “memudahkan”, “meringankan” dan “bermanfaat” untuk orang lain. Beliau sudah menggunakan sistem dalam aktivitas ekonominya, manajemen karyawan, manajemen pencatatan, distributor, pelayan dan lain sebagainya. Dibalik kesibukannya, ternyata Beliau masih memiliki keluangan waktu yang digunakan untuk ilmu dan ibadah. Beliau juga memberikan beasiswa kepada para murid- muridnya. Sehingga tercatatlah Abu Hanifah sebagai seorang investor sukses sekaligus seorang alim, maha guru yang banyak dirujuk pendapatnya.
Selain bisa membaca konsep Robert T Kiyosaki tentang cashflow quadrant, seorang muslim juga harus bisa membaca sejarah tentang Imam Abu Hanifah. Beliau adalah keluarga kaya yang selalu menjaga berada di kuadran kanan. Beliau juga bisa selalu berorientasi “memberi”, “memudahkan”, “meringankan” dan “bermanfaat” untuk orang lain. Beliau sudah menggunakan sistem dalam aktivitas ekonominya, manajemen karyawan, manajemen pencatatan, distributor, pelayan dan lain sebagainya. Dibalik kesibukannya, ternyata Beliau masih memiliki keluangan waktu yang digunakan untuk ilmu dan ibadah. Beliau juga memberikan beasiswa kepada para murid- muridnya. Sehingga tercatatlah Abu Hanifah sebagai seorang investor sukses sekaligus seorang alim, maha guru yang banyak dirujuk pendapatnya.
Terakhir dalam kalimat penutupnya, Ustadz Saiful
menyampaikan, “Ayo jamaah segera beli buku kas keuangan, dan mari mulai mencatat cashFlow kita.”