AYO ... CARI CALON GUBERNUR DKI YANG BERANI MENENTANG LOKALISASI PERJUDIAN DI JAKARTA

Judi memang sering menjadi harapan para pemimpi yang ingin menjadi cepat kaya. Dahulu Gubernur DKI era Ali sadikin pernah melegalkan bisnis haram tersebut sekitar tahun 1967. Tujuannya supaya judi bisa dilokalisasikan dan juga menertibkan judi liar yang merebak. Bicara judi di Ibu Kota memang tidak bisa dilepaskan dari Ali Sadikin, Gubernur DKI periode 1966-1977. Ali Sadikin waktu itu memutuskan melegalisasi judi, untuk pertama kalinya dibuka kasino resmi di Indonesia. Apyang dan Yo Putshong bertindak selaku investor, dua pengusaha kasino besar ini membuka kasino antara lain di Gedung Jakarta Teater, Jalan M.H. Thamrin, Jakpus. Kontan kebijakan Bang Ali, sapaan Ali Sadikin, menuai kehebohan dan kecaman. Tapi Bang Ali jalan terus, hasilnya anggaran pembangunan DKI yang semula Rp 66 juta melonjak tajam hingga lebih Rp 89 miliar dalam tempo sepuluh tahun. Sejumlah pasar, sekolah, puskesmas, dan jalan-jalan baru berhasil dibangun dari hasil judi tersebut.

Ada beberapa kalangan yang berargumen seolah-olah judi sangat menguntungkan dan memberikan pemasukan yang sangat besar bagi Negara. Legalisasi judi zaman Ali Sadikin didasarkan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1957 yang memungkinkan Pemprov DKI memungut pajak atas izin perjudian. Legalisasi ini mungkin juga akan ditiru oleh para calon Gubernur DKI yang saat ini ada. Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana memang mengatur bahwa perjudian resmi sebenarnya dimungkinkan sepanjang ada izin dari penguasa setempat.  Sutiyoso waktu itu sempat melontarkan gagasan membangun pusat perjudian di Pulau Panjang, bagian utara dari Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Jauh sebelumnya di tahun 1950-an Wali Kota Sudiro juga sempat mempunyai rencana demikian. Ketika itu Sudiro merencanakan di Pulau Edam (kini Pulau Damar) yang tentu saja lokasinya lebih strategis karena tidak jauh dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Alhamdulillah semua rencana tersebut mendapat tentangan keras dari masyarakat muslim dan dan juga dihadang oleh partai politik berbasiskan islam saat itu.

Apakah mereka semuanya tidak memikirkan dampaknya akan perjudian? Apakah mereka tidak mengetahui bahwa judi lebih dahsyat dampaknya dari pada keuntungannya. Judi sangat mengerikan dampaknya dari pada manfaatnya.

“Mungkin” negara akan mendapatkan pemasukan pendapatan yang besar untuk pajak judi tapi apakah mereka tidak melihat dampak yang di akibatkan oleh judi. Sebagai contohnya misalkan jika ada seorang pengusaha pakaian, dia sangat kecanduan judi, karena sudah ada lokalisasi judi maka sang pengusaha itu bisa berjudi tanpa harus pergi ke luar negeri. Seandainya dia kalah terus menerus maka perusahaannya bisa saja gulung tikar, berapa puluh karyawan yang harus kena PHK sehingga dia tidak dapat lagi menafkahi dirinya dan keluarganya,belum lagi perusahaan lain yang bekerjasama dengan sang penjudi tersebut,akan mengalami kerugian juga karena produksinya tidak bisa berjalan karena tidak bisa mengirim lagi pasokan pakaian kepada sang pengusaha yang doyan judi tersebut,belum lagi karyawan perusahaan yang jadi rekanan perusahaan tadi,akan kena dampak PHK juga, di tambah lagi pemilik gedung yang biasanya menyewakan gedung kepada pengusaha tersebut akan mengalami rugi juga. belum lagi pemerintah juga tidak lagi memperoleh pajak dari pengusaha itu,belum lagi kalo pengusaha tersebut gila,bagaimana dengan keluarganya,dengan anak anaknya.itu baru satu orang saja yang berjudi.bayangkan jika lokalisasi judi benar-benar di adakan, akan menjadi apa negara ini.kita belum menghitung jika bandar judinya orang asing, berapa uang yang akan pindah keluar negeri.

Lokalisasi judi sama dengan menciptakan negara dalam negara. Karena lokalisasi itu bentuk penguatan karena mereka memiliki petugas keamanan sendiri, bahkan akan diikuti berkembangnya praktik prostitusi, trafficking dan narkoba.
Yunahar Ilyas dari Muhammadiyah menilai judi tetap haram. “Karena itu, wacana lokalisasi perjudian sama saja menghalalkan yang sudah haram,” tutur Yunahar. Kalau ada orang yang mewacanakan Genting Highlands, Malaysia sebagai contoh, maka Genting Highlands itu untuk orang non-muslim yang bisa masuk ke tempat tersebut. Sedangkan muslim Malaysia dilarang masuk tempat perjudian tersebut. “Sikap Malaysia itu membiarkan orang-orang non Muslim di sana tidak selamat karena membiarkan berjudi. Sedangkan Islam itu agama rahmatan lil’alamin (selamat untuk semua),” tandas Yunahar.

Awalnya pendirian areal khusus judi di Malaysia juga memang sempat diprotes, namun setalah UU Perjudian Malaysia secara tegas menyatakan kawasan judi ini hanya untuk nonmuslim di Malaysia, keberadaan tempat ini tak lagi dipersoalkan oleh masyarakat Malaysia. Namun saat ini di Malaysia, proyek Genting Hingland juga terus mendapatkan kritikan dari kalangan Muslim dan partai-partai oposisi.
Tokoh NU, Ma’ruf Amin juga mengatakan bahwa negara dan agama melarang adanya praktik perjudian. Karena itu, kalau ada wacana perjudian dilokalisasi dirinya menolak. Lokalisasi itu bentuk pelanggaran terhadap hukum negara. Ia menepis anggapan bahwa lokalisasi perjudian akan mendatangkan uang bagi pemerintah daerah. “Justru mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya karena uang haram dari judi tidak akan mendatangkan keberkahan,” tuturnya.
Gagasan lokalisasi pelacuran, minuman keras, bahkan mungkin lokalisasi korupsi sekalipun, terbukti telah dan akan gagal. Lokalisasi berjalan, tetapi justru itu menjadi bentuk legitimasi baru untuk melebarkan berbagai jenis kemaksiatan yang lain. Pelacur di proyek-proyek lokalisasi terus bertambah, tetapi pelacur jalanan juga menjamur. Miras di tempat-tempat khusus tertentu tersedia, tetapi miras di jalanan pun terus terpampang. Judi juga akan menyuburkan dan melahirkan kembali praktik – praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di negara ini.

Yang patut kita hati – hati dan waspadai adalah jangan - jangan nanti akan ada pendapat dari para calon gubernur DKI yang akan muncul dengan menggunakan argument bahwa lokalisasi judi atau penyelenggaraan semacamnya adalah lebih kecil mudharatnya dibandingkan dengan membiarkan merebaknya perjudian liar. Nah lo..? Beranikah para calon gubernur kita ini berkata “say no to gambling” dan berani menandatangani kontrak politik dengan masyarakat bahwa tidak akan membangun lokalisasi judi di Ibu Kota Jakarta. Dan apabila ketahuan di kemudian hari bahwa semua atau sebagian dana kampanyenya diperoleh dari hasil judi maka dengan sukarela mengundurkan diri .. MAU ?