Yang Muda, Yang Memimpin Jakarta

Ibukota Jakarta adalah miniatur Indonesia. Masalah yang dihadapi bukan lokal saja tetapi nasional dan internasional. Seorang Gubernur DKI haruslah energik, mempunyai wawasan ke depan dan punya strong leadership. Gubernur DKI itu memimpin warga dari tukang batu sampai RI 1. Memimpin Jakarta tentu tidak sesederhana kepala suku mengendalikan anggota kaumnya.

Pilkada Jakarta memang masih satu tahun lagi (2012). Namun beberapa nama cagub sudah mulai disebut - sebut. Banyak warga Jakarta yang  mengharapkan sosok yang akan muncul adalah sosok calon yang berdarah muda yang akan menjadi gubernur Jakarta.

Jakarta membutuhkan pemimpin muda karena jakarta membutuhkan visi perubahan dan pemimpin muda diyakini akan mampu membawa Jakarta keluar dari berbagai persoalan yang ada.
Banyak orang menilai sangat wajar untuk memberi kesempatan kepada generasi muda untuk tampil memimpin Jakarta ke depan. Sudah saatnya Jakarta dipimpin generasi muda yang energik dan memiliki wawasan dan visioner. Dalam memimpin dan mengelola Jakarta kedepan memang dibutuhkan pemimpin - pemimpin muda yang berwawasan kedepan, memiliki kapabilitas, visioner dan membela kepentingan Jakarta.

Jakarta membutuhkan pemimpin muda yang berideologi untuk membawa daerah khusus ini menuju kesejahteraan, keadilan dan kedaulatan. Pemimpin muda diyakini akan mampu membawa energi baru untuk membangun warna dan dinamika baru di Jakarta. Adalah langkah tepat untuk memberikan kesempatan generasi muda untuk memimpin Jakarta kedepan. Sebagai ibu kota negara dan daerah destinasi dunia, Jakarta perlu dikelola  dengan manajemen profesional. Karena pada dasarnya Jakarta membutuhkan figur seorang pemimpin yang energik dan berwawasan luas guna menghasilkan beragam pemikiran dan program yang riil sehingga mampu mengatasi beragam permasalahan yang sedang dihadapi Jakarta.

Seorang pemimpin muda diharapkan mampu menemukan solusi atas
persoalan yang dihadapi masyarakat Jakarta dalam rangka mencapai kesejahteraan. Dalam konteks itu yang diperlukan adalah pemimpin muda yang kreatif dan inovatif.

Beberapa waktu belakangan intensitas pemunculan figur-figur muda yang berani menawarkan solusi masa depan Jakarta di ranah publik semakin tinggi. Keberanian kaum muda untuk unjuk diri di tengah masih dominannya peran tokoh-tokoh senior di kancah kepemimpinan Jakarta patut kita beri apresiasi positif. Kelompok muda yang mewakili generasi baru yang penuh dinamika diharapkan membawa gairah dan terobosan baru yang mampu membawa perjalanan Jakarta ini menuju pintu keberhasilan, mengejar ketertinggalan dari ibu kota negara – negara lain.
Kemunculan orang-orang muda dalam kancah kepemimpinan Jakarta adalah sebuah keniscayaan, tak mungkin terelakkan. Saat perjalanan kota Jakarta ini macet tidak seperti yang diharapkan, orang-orang mudalah yang punya kewajiban memimpin barisan perubahan. Justru aneh kalau anak-anak muda kita hanya berpangku tangan, cuek, tidak mau peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.

Hal yang patut menjadi renungan kita adalah angin perubahan yang begitu cepat dan sulit dibelokkan yang saat ini tengah terjadi. Angin perubahan ini datang dari berbagai penjuru dunia. Dari Amerika Latin muncul Evo Morales, Presiden Bolivia yang berusia 49 tahun, kemudian dari Amerika Serikat muncul presiden John F Kennedy terpilih menjadi Presiden AS pada usia 43 tahun, kemudian presiden dari Partai Demokrat Barack Obama, 47 tahun. Dari benua lain ada nama Mahmoud Ahmadinejad yang terpilih menjadi Presiden Iran pada usia 49 tahun. Namanya begitu dikenal dunia karena berani melawan dominasi negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Inggris. Ada juga Andry Nirina Rajoelina, Presiden Madagaskar yang berusia 34 tahun, yang bereaksi cepat untuk mengurangi kemiskinan di negaranya dengan menjual pesawat kepresidenan Air Force One yang belum lama dibeli Marc Ravalomanana (Presiden sebelumnya). Itu baru sebagian, belum lagi cerita pemimpin muda dibelahan dunia lainnya saat ini, sebutlah Lee Myung Bak di Korea, Lee Hsien Long di Singapura, Ma Ying Jeou di Taiwan, Abhisit di Thailand, Timoschecko di Ukraina.

Indonesia juga mencatat Soekarno dipilih sebagai presiden pertama pada usia 44 tahun. Penerusnya, Soeharto, dilantik sebagai presiden ke-2 saat berusia 46 tahun. Angin perubahan kini juga sedang berembus di Tanah Air dengan munculnya sejumlah tokoh muda sebagai calon Gubernur Jakarta, sebut saja Hidayat Nur Wahid 52 tahun, Jokowi 51 tahun, dan Faisal basri 53 tahun. Sejarah mencatat tampilnya anak-anak muda sebagai pemimpin bukanlah sesuatu yang tabu.

Semuanya ini berawal dari keprihatinan kaum muda terhadap kondisi Jakarta saat ini, yang meskipun sudah berulang kali berganti Gubernur, tidak juga beranjak membaik dan bahkan justru semakin terbelit banyak masalah.

"Saya kira wajar keperluan untuk mengalami pembeliaan pemimpin karena negara-negara maju usia pemimpinnya tidak tua," kata Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.

Ketika Jakarta ini butuh momentum perubahan, maka seharusnya kaum muda yang maju. Pemimpin muda bukan hanya sebagai agent of change dalam setiap momentum perubahan, akan tetapi memang kehadiran pemimpinan muda yang memiliki integritas dan kemampuan dalam memimpin merupakan suatu kebutuhan. Kaum muda bukan hanya sebagai alat perubahan yang menjadi pelayan bagi tampilnya pemimpin  - pemimpin baru yang tidak memahami spirit perubahan itu sendiri. Anak muda bukan hanya sebagai tumbal perubahan tetapi wajib tampil sebagai pemimpin perubahan itu sendiri.

Sudah saatnya kaum muda diberi kesempatan untuk memimpin Jakarta. Sebab kalau orang yang bermasalah pada masa lalu terus ada di panggung pimpinan Jakarta, maka Jakarta akan terbelenggu terus oleh kesalahan – kesalahan mereka. Bila tokoh-tokoh lama berusaha terus bertahan pada posisinya mencalonkan gubernur maka kesempatan bagi kaum muda untuk menjadi pemimpin Jakarta akan tertutup. Padahal akan lebih baik bila kepemimpinan Jakarta diserahkan kepada kaum muda. Serahkanlah pada kaum muda, maka hasilnya sangat luar biasa. Sudah saatnya pintu kesempatan dibuka seluas-luasnya bagi kaum muda supaya mereka bisa berpartisipasi aktif dalam kepemimpinan Jakarta dengan gagasan yang segar dan progresif.

Walau begitu, tidak sedikit yang memandang sinis tampilnya tokoh-tokoh muda dalam kancah kepemimpinan Jakarta dengan berbagai alasan. Tokoh-tokoh senior masih meragukan kemampuan anak-anak muda jika mereka benar-benar diberi mandat oleh warga menjadi pemimpin Jakarta.
Reaksi kalangan senior ini sangat manusiawi. Mungkin mereka “takut” bersaing dan tidak bisa lagi mengikuti dinamika kaum muda. Tokoh-tokoh senior yang sebagian besar telah merasakan bagaimana mendapatkan kekuasaan, cenderung ingin mempertahankan apa yang telah mereka capai. Ada rasa tidak rela kalau “anak-anak kemarin sore” yang dipercaya menjadi pemimpin Jakarta.
Usia memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan seseorang bisa terpilih sebagai Gubernur atau tidak. Peluang tokoh-tokoh tua yang ingin terpilih sebagai pemimpin Jakarta juga masih terbuka lebar. Senator John McCain, calon presiden dari Partai Republik yang berumur 72 tahun termasuk yang sependapat dengan pernyataan di atas.

Meski di sana sudah ada tokoh-tokoh senior seperti Fauzi Bowo (64 tahun), Hendarji (61 tahun), Alex Nurdin (62 tahun) dan lain-lain. Kita tidak tahu apakah Pilkada Jakarta akhirnya akan melahirkan para pemimpin muda seperti era Soekarno maupun John F Kennedy ?

Dominasi orang-orang lama yang kinerja dan kapabilitasnya masih di pertanyakan, membuat jargon 4L (Loe Lagi Loe Lagi) menjadi umpatan anak muda yang gerah dengan regenerasi kepemimpinan Jakarta yang jalan di tempat, alias mandek di tengah jalan. Di berbagai bidang warga kehilangan figur-figur bersih, jujur, berprestasi, dan mampu membawa Jakarta ini pada perubahan. Jakarta butuh figur baru yang fresh, energik, dan moralis yang mampu menyelelesaikan masalah Jakarta ini bukan malah menambah masalah. Pemimpin - pemimpin senior sudah saatnya lengser ke Perabon, dan memberikan ruang gerak plus kesempatan para anak muda memimpin. Para senior harus menyadari bahwa mereka telah terjebak dalam kubangan lumpur masalah Jakarta, yang membuat kemanapun mereka pergi bau busuk polemik politik masa lalu masih menempel, dan tidak akan hilang selama mereka masih duduk di jabatan public.  

Pada umumnya usia yang sudah tua atau sudah pensiun, kemampuannya secara alamiah akan berkurang. Paling tidak pemimpin yang baik adalah tidak terlalu muda dan tidak juga terlalu tua dan memiliki kemampuan sebagai seorang pemimpin. Orang-orang tua kadang bertindak kurang agresif dalam menjalankan kebijakan, akibatnya tidak jelas keberpihakannya, apakah berpihak kepada penguasa atau kepada rakyat.